Anak-anak akan mengikuti ke mana "El Mesaharaty" berkeliling walau dengan berjalan kaki. Bahkan kesetiaan anak-anak itu begitu tinggi. Para bocah akan terus membuntuti para penabuh genderang atau pelantun syair-syair religi sampai selesai berkeliling.
Situasi ini akan terus terjadi setiap hari selama bulan Ramadan. Tentu bisa dibayangkan betapa pentingnya "El Mesaharaty" ini. Betapa berjasanya mereka bagi orang-orang kebanyakan sehingga tidak sampai alpa sahur.
Dalam perjalanan waktu, kebiasaan tersebut berkembang ke daerah-daerah lain. Pada suatu waktu ada orang yang berkeliling di jalanan ibu kota Mesir selama Ramadan sambil melantunkan panggilan puitis. Kata-katanya cukup puitis. Bunyinya demikian. "Oh! Barang siapa masih yang tertidur, mari bangun dan berdoa kepada Allah."
Menariknya, seruan puitis itu diinisiasi oleh penguasa Mesir kala itu yakni Otbah Ibn Ishaq. Ia menjadi orang pertama yang melakukan tur di jalanan Kairo selama bulan puasa. Sungguh sebuah keutamaan dari seorang pemimpin yang patut diacungi jempol.
Pemandangan tersebut tidak hanya muncul di Mesir. "El Mesaharaty" dengan intensi yang sama namun dalam tindakan sedikit berbeda terjadi juga di berbagai negara.
Di Oman "El Mesaharaty" akan beraksi dengan menabuh genderang untuk membangunkan orang. Sementara itu, Abu Tablyah, "El Mesaharaty" pertama di Kuwait, memilih jalan melantunkan doa yang kemudian diulangi anak-anak saat ia berjalan keliling.
Apakah ada cara lain untuk membangunkan orang? Tentu. "El Mesaharaty" pertama di Yaman dikabarkan menggunakan tongkat untuk memukul pintu orang.Â
Lain lagi di Sudan. Di tempat itu "El Mesaharaty" ditemani seorang anak akan berjalan keliling sambil memanggil nama setiap orang yang rumahnya dilewati.
Sementara itu bersiul menjadi pilihan "El Mesaharaty" di Suriah, Lebanon, dan Palestina. Apakah dengan hanya meniru bunyi suling dengan mulut orang-orang yang tengah terlelap akan segera terjaga?