Bicara tentang pengelolaan keuangan selama Ramadan, kita akan menghadapi dua tegangan. Di satu sisi, puasa di tengah pandemi menghadirkan kesulitan berganda.Â
Sudah tertimpa masalah kesehatan, kita masih harus berjuang untuk tetap bertahan dari berbagai dampak turunan yang tak terhindarkan. Salah satunya adalah krisis ekonomi.
Di sisi lain, rupa-rupa kesulitan yang dialami menuntut kita untuk bijak mengelola keuangan. Tujuannya, tentu agar setiap kebutuhan bisa tercukupi sesuai skala prioritas.Â
Serentak dengan itu menekan pengeluaran pada hal-hal yang kurang esensial, termasuk juga menghindari alokasi berlebihan untuk kebutuhan tertentu.
Sangat disayangkan bila pada akhirnya uang yang sudah digelontorkan tidak termanfaatkan sepenuhnya. Kebutuhan-kebutuhan yang disediakan dalam jumlah berlebihan kemudian menjadi mubazir. Semua itu hanya berakhir menjadi sampah.
Hantaman krisis ekonomi
Betapa terdampaknya ekonomi kita karena hantaman pandemi Covid-19 bisa dilihat pada sejumlah aspek. Industri dengan tingkat partisipasi tertinggi sekaligus tempat paling banyak nasib penduduk Indonesia bergantung yakni UMKM (Usaa Mikro, Kecil, dan Menengah) sungguh merasakan dampaknya.
Indonesia bukan baru pertama kali mengalami krisis ekonomi. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi 1998 dan 2008.
Hanya saja dua krisis tersebut memiliki latar belakang masalah, dampak dan penangan yang berbeda dengan krisis ekonomi yang mengemuka sejak 2020.Â
Menteri Keuangan Sri Mulyani, menukil cnnindonesia.com (30/6/2020) mengatakan krisis 1998 tersebab masalah keuangan di Asia. Sementara masalah keuangan global yang bermula di Amerika Serikat memicu krisis satu dekade kemudian.