Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Jurus Sederhana Kian Produktif di Bulan Ramadan

15 April 2021   20:12 Diperbarui: 28 Maret 2022   11:39 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: g-stockstudio 

Puasa pada hakikatnya adalah menahan diri. Tidak hanya dari segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa (makan, minum, dll), tetapi juga menahan diri dari perbuatan dosa (berdusta, menghasut, menipu, dan perbuatan tak terpuji lainnya).

Jelas, kaum muslim akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Mengolah berbagai godaan manusiawai sungguh berat. Mengendalikan hawa nafsu yang melekat dengan kemanusiaan adalah perkara tak ringan. 

Di hadapan berbagai tantangan itu, justru mengemuka kesadaran bahwa kesuksesan mengendalikan diri untuk tidak dukuasai berbagai keinginan daging itu akan membuat puasa mendapatkan pemenuhannya.

Sebagai kewajiban agama, menjalani puasa menjadi sebuah panggilan. Dilaksanan dengan penuh kesadaran, dengan tahu dan mau. Tak heran, seberapa besar godaan yang menyapa, pemenuhan terhadap panggilan iman itu tak sedikit pun goyah.

Tidak hanya sekadar menunaikan tuntutan agama, hari-hari berpuasa itu memiliki banyak manfaat. Mulai dari aspek kesehatan hingga peningkatan kapasitas dan kualitas diri. Terkait hal yang terakhir itu, puasa menjadi kesempatan untuk kembali ke dalam diri.  Momen ret-ret. Melihat dan mengukur sejauh mana laku hidup dan sejauh dapat meningkatkan atau memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik.

Selain itu, puasa adalah saat untuk menata kembali hubungan yang retak dengan sesama, baik manusia maupun alam ciptaan. Saat berbagai musibah menerjang, puasa itu menggugat dengan panggilan untuk berbela rasa. 

Pandemi Covid-19 yang belum berujung, ditingkahi berbagai bencana alam di sejumlah daerah, sekiranya membuat iman makin kokoh dan terejawantah dalam praksis berupa aksi solidaritas dan kemanusiaan. 

Pandemi dan berbagai tantangan itu tidak membuat kita semakin superior di hadapan alam ciptaan, atau menutup diri dan mengasingkan diri dari dunia. Melainkan memantik kita menjadi semakin sadar hakikat kita sebagai makhluk sosial.

Jelas, berbagai manfaat dan hikmah yang bisa dipetik dari bulan Ramadan ini membuat kita tak punya alasan untuk jatuh dalam perilaku permisif terhadap berbagai kemalasan dan apatisme. Jangan sampai tuntutan menjalankan kewajiban agama menyandera kita dalam pengasingan diri. Puasa dijadikan dalih untuk membebaskan diri dari berbagai tanggung jawab.

Justru, situasi saat ini mestinya menjadi kesempatan untuk mereguk sebanyak-banyaknya hikmah dan memanfaatkan semaksimal mungkin waktu untuk mengembangkan kualitas diri. Salah satunya adalah menempa diri menjadi lebih produktif dalam urusan pekerjaan maupun keterampilan diri.

Agar ikhtiar untuk menjadi lebih produktif itu terlaksana, maka sejumlah jurus receh alias sederhana sebagaimana dilansir jd.id dan didapat dari beberapa sumber lain bisa dicoba.

Pertama, memperbaiki waktu tidur. Tidak mengabaikan pola tidur selama bulan Ramadan agar aktivitas tidak sampai terdampak. Tidur lebih awal sehingga bisa beribadah dan menjalani rutinitas di hari berikutnya dengan penuh semangat.

Kedua, membuat daftar pekerjaan dan skala prioritas. Tentu, hampir semua hal ingin kita masukan dalam "to do list." Hal ini bisa mengganggu semangat. Membuat kita menyerah sebelum mengerjakannya.

Namun dengan membuat daftar pekerjaan membantu kita untuk mengetahui apa yang menjadi prioritas. Menghindarkan kita mengabaikan pekerjaan-pekerjaan penting. Selain itu, membantu kita untuk menempatkan kegiatan-kegiatan utama itu di jam produktif.

Patut dipahami, selama puasa kita perlu mengontrol dan meredakan tensi dan tuntutan pekerjaan. Tidak semua hal bisa diselesaikan dalam satu hari. Dengan membuat daftar, hal yang paling penting bisa diutamakan, sementara yang tidak terlalu mendesak bisa disimpan untuk hari berikutnya.

Jangan sampai apa yang kurang penting kita perlakukan sebagai hal yang penting. Begitu juga sebaliknya. Amat disayangkan bila sampai menghabiskan waktu produktif untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.

Masing-masing orang memiliki perhitungan dan pengalaman terkait waktu produktif itu. Ada yang tekun memanfaatkan waktu setelah sahur untuk mengerjakan tugas-tugas penting. Asumsi setelah makan energi tengah meluap-luap maka perlu diterjemahkan dalam laku produktif dalam berbagai pekerjaan.

Ada juga yang memilih kembali tidur setelah sahur dan baru akan melakukan kegiatan setelah bangun tidur. Singkatnya, waktu pagi dianggap paling pas untuk mendefinisikan waktu produktif itu.

Ketiga, masing-masing orang tentu memiliki tujuan tertentu selama bulan Ramadan. Selain itu, tiap orang memiliki cara tersendiri dan batasan tertentu untuk menunaikannya.

Hendaknya prinsip yang baik ini bisa diberlakukan tidak hanya untuk urusan kerohanian semata, tetapi juga pekerjaan lainnya. Menandaskan Alquran dan mempelajarinya bagian per bagian sesuai rencana, begitu juga menambah skill baru melalui bacaan atau referensi tertentu yang digarap secara periodik dan terukur.

Tentu, terkadang kita gampang menentukan target tetapi kemudian tampak terlalu ambisius. Akhirnya, kita kewalahan untuk mengejarnya. Sebaiknya, tujuan itu diatur sedemikian rupa, di antaranya dengan memetakannya dalam target-target harian yang bisa dicapai.

Tidak harus menandaskan sejumlah besar bagian Alquran dalam satu waktu, tetapi bisa menetapkan pada diri sendiri untuk menghafal dua baris sehari. Begitu juga dalam hal meningkatkan kemampuan diri dengan tidak terlalu memaksa untuk menjadi sempurna dalam waktu singkat.

Keempat, memaksimalkan waktu istirahat untuk "power nap." Bagi para pekerja (kantoran), siang hari adalah saat-saat penuh tantangan. Biasanya, waktu itu dimanfaatkan untuk mengisi kembali energi yang sudah tergerus untuk bekerja sejak pagi. 

Setelah makan siang, berlanjut dengan segelas kopi atau teh untuk menemani ngobrol bersama rekan kerja atau sekadar mendapatkan hiburan dari sosial media.

Namun, selama bulan puasa, jadwal makan siang tidak ada dalam daftar. Walau begitu, saat-saat tersebut bisa dimanfaatkan untuk menimba energi dari "power nap." Memaksimalkan 20 sampai 30 menit waktu istirahat sudah lebih dari cukup mendapatkan kembali suntikan tenaga.

Selain mengembalikan energi dan mengusir rasa kantuk, ada studi menunjukkan "power nap" bisa berdampak pada peningkatan daya ingat, kemampuan kognitif, dan kreativitas.

Kelima, akan muncul banyak alasan untuk menuruti keinginan melakukan berbagai kegiatan yang semestinya jauh dari skala prioritas dengan dalih sedang kehilangan semangat atau kehabisan gairah. Berlama-lama mengakses sosial media hanya untuk mengusir rasa bosan, misalnya.

Atau berjanji pada diri untuk memanfaatkan waktu lima sampai sepuluh menit berselanjar di jagad maya untuk membangkitkan semangat. Namun ternyata baru tersadar sejam kemudian.

Bila dipikir dalam-dalam, seharusnya ada kegiatan lain yang lebih penting yang harus dikerjakan. Godaan seperti ini tentu akan menghantui. Inilah tantangan yang harus diatasi. Kepada diri perlu diberi stimulus bahwa lebih baik waktu yang terbuang percuma itu dipakai untuk mengerjakan pekerjaan lain yang lebih penting.

Keenam, bila sudah menentukan skala prioritas apakah kita bakal kehilangan waktu untuk bersantai? Tentu, istirahat dari rutinitas, termasuk memberikan hiburan pada diri adalah perlu. Kita bukan robot yang nyaris tak pernah mengenal kata lelah.

Untuk itu, dalam daftar kegiatan harian, bisa juga dimasukan rencana waktu istirahat. Dengan mengalokasikan waktu bersantai itu bisa membuat kita makin produktif. Sebab, kita tahu bahwa sudah disiapkan waktu tertentu untuk lepas dari kegiatan yang menuntut fokus dan konsentrasi. Misalnya, ada saat yang disediakan untuk berselancar di sosial media, mencari resep baru, atau sekadar menonton video lucu di YouTube.

Ketujuh, memberikan kepada tubuh makan sahur yang enak dan berbuka puasa dengan menu favorit tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan mengisi bahan bakar untuk perjalanan puasa yang panjang. Tetapi ini menjadi sebentuk apresiasi sekaligus perangsang kepada diri untuk mengisi waktu puasa dengan penuh semangat.

Namun demikian, patut memperhatikan menu yang kita konsumsi. Mengurangi makanan yang digoreng dan berminyak agar tidak mudah jatuh lesu dan malas. Sebaliknya, memilih makanan yang bergizi, lebih sehat, dan memberi energi agar kita bisa memanfaatkan setiap detik, menit, dan jam selama masa puasa secara produktif.

Jangan sampai berbagai target  yang sudah diniatkan dengan sepenuh hati ambyar di tengah jalan karena kita kurang mengontrol menu yang kita konsumsi. Jangan sampai pula berbagai rencana meningkatkan skill yang sudah diikhtiarkan sejak awal tinggal tetap sebagai rencana karena alpa memperhatikan pola makan.

Selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun