Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Vita Brevis, Dignitas Longa (Mengenang Daniel Dhakidae dan Umbu Landu Paranggi)

6 April 2021   17:42 Diperbarui: 7 April 2021   08:19 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu buku Daniel Dhakidae: foto Agustinus Tetiro

Sumbangsih pentingnya di bidang jurnalistik adalah mengawinkan jurnalisme dan penelitian sosial. Kedua hal yang sebelumnya cukup sulit dijembatani akhirnya bisa dipadukan secara pas.

Media membutuhkan peneliti sosial untuk mendapatkan data yang akurat dan kaya. Sementara itu, jurnalis tidak bisa melepaskan diri dari fakta. Mengkombinasikan sejumlah pendekatan itu dalam produk jurnalistik dalam sebuah surat kabar yang dibatasi deadline adalah perjuangan yang diretas Daniel, kemudian menjadikan Kompas sebagai media terkemuka, karena kualitas jurnalisme bermutu.

"Daniel bisa mengawinkan keduanya sehingga muncul jalan keluar berupa opini publik. Wartawan menghubungi narasumber, sedangkan peneliti dari sisi masyarakatnya. Dia menjadikan peneliti di Litbang Kompas mengenal metodologi penelitian sekaligus ilmu sosiologi," tandas General Manager Litbang Kompas, Harianto Santoso seperti dikutip Iqbal Basyari.

Kedua, selain membuat terobosan, kehidupan mereka serentak anomali. Daniel adalah tokoh berpengaruh karena pergerakan dan  pemikirannya. Pandangan-pandangannya di bidang politik sangat diperhitungkan.

Daniel sama sekali tidak tergoda untuk berpolitik-praktis. Ia tidak haus jabatan politis, yang bisa saja diperoleh dengan pengaruh, pemikiran, dan pergaulannya yang luas.

Ia tidak mau seperti apa yang disorotnya semasa Orde Baru. Memang berat pergulatan menjadi seorang intelektual dan cendikiawan. Godaan kekuasaan dan modal kadang begitu memikat. Tidak sedikit akhirnya terkontaminasi, lantas mengkhianati komitmennya.

Ia tetap memilih jalan yang konsisten diperjuangkannya selama bertahun-tahun. Sejak mahasiswa dan kepada setiap mahasiswa ia selalu memberikan bantuan dan menginspirasi mereka untuk tetap mengambil jarak dengan kekuasaan.

Tulisan-tulisan yang dihasilkan jelas menunjukkan sikap dan keberpihakannya. Keberaniannya berpikir kritis dan alternatif di zaman yang sangat tidak ramah untuk berbeda pandangan dan berpikir divergen adalah kredit tersendiri.

Sementara itu Umbu, dalam bentuk berbeda mengambil sikap yang sama. Ia tidak ingin dikenal sebagai penyair, apalagi penyair besar. Ia tak ingin disejajarkan dengan Chairil Anwar, Rendra, Sutardji Calzoum Bachri atau Taufiq Ismail. Ia malah curiga dan ingin menjauh dari popularitas sebagai penyair.  

"Umbu menghadap Allah dalam keadaan berpuasa dari dunia, sebagaimana hampir seluruh usianya ia jalani dengan lelaku puasa atas berbagai tipuan kemewahan keduniaan, dengan kadar dan bentuk yang saya belum pernah menyaksikannya pada siapapun lainnya," Cak Nun dalam tulisannya MI'RAJ SANG GURU TADABBUR.

Tangkapan dari postingan di https://twitter.com/filsafatmu
Tangkapan dari postingan di https://twitter.com/filsafatmu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun