Bagian kedua, "Kekuasaan Kaum Terbuang" (power of the outcasts). Rohimah, Taufik, Kusni Kasdut, dan Henky Tupanwael yang dicap sebagai penjahat dan "sampah masyarakat" kala itu. Walau begitu, Â mereka ini dianggap memiliki semangat dan kekuatan untuk memberikan pengaruh pada masyarakat.
Sementara itu bagian terakhir, "Kaum Berkuasa dan Ke-tak-kuasa-an" (powerlessness of the powerful) berisi ulasan dan tinjauan kekuasaan di tangan Mohammad Hatta, Margono Djojohadikoesoemo, Sam Ratulangi, Frans Seda, Abdurrahman Wahid "Gus Dur", dan Soekarno.
Selain itu, Daniel bersama Vedi Renandi Hadiz menyunting buku berjudul "Social Science and Power in Indonesia" (2005). Ia memberi kata pengantar di buku Imagined Communities: Komunitas-Komunitas Terbayang (2008). Â
Selain sejumlah buku yang masih menjadi rujukan di bidang ilmu politik, pemerintahan, jurnalisme, dan demokrasi, Â buah-buah pemikirannya yang tajam dan bernas juga tersebar di berbagai surat kabar dan majalah, serta tersampaikan melalui aneka forum diskusi dan ceramah, baik di dalam maupun di luar negeri.
Guru para guru
Lahir di Sumba, Umbu malah jatuh hati dengan kota lain. Ia memilih Yogyakarta sebagai tempat ia belajar. Jejak pendidikan formalnya tercatat di SMA BOPKRI Yogyakarta, Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Janabadra Yogyakarta.
Di tempat itu pula ia mendalami dunia sastra dan seni budaya. Pembentukkan komunitas penyair Malioboro pada 1070-an menjadi rumah yang kemudian melahirkan dan membesarkan banyak penyair. Iman Budhi Santoso, Linus Suryadi A.G., Korrie Layun Rampan, Ragil Suwarno Pragolapati, hingga Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), adalah beberapa nama sastrawan beken yang diperhitungkan.
Melalui puisi dan esai ia berkarya. Sekaligus menginspirasi. Meski tidak memilih menerbitkan buku, komunitas yang diasuh, serta potongan-potongan karya yang ditelurkan lantas tersebar di sejumlah media, sepertinya labih dari cukup.
Tak heran, ia kemudian dikenal sebagai tokoh misterius dalam dunia sastra tanah air. Walau begitu, secara kasat mata kita masih tetap bisa merasakan kehadirannya melalui rubrik puisi dan sastra mingguan Pelopor Yogya, hingga rubrik Apresiasi di Bali Post.
Rubrik terakhir itu diasuh sepanjang masa tua hingga kepergiannya. Bali adalah satu dari tiga kota yang telah memikat hatinya, selain Yogya dan Bandung.