Sementara yang terbentuk di sekitar India atau Australia dikenal dengan "siklon" atau "cyclone." "Hurricane" adalah penyebutan untuk siklon tropis yang terbentuk di Samudra Atlantik.
Umumnya, radius siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis ini terbentuk di atas lautan luas, bersuhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26,5 derajat Celcius.
Kekuatan angin di dekat pusatnya begitu hebat. Kecepatannya mencapai lebih dari 63 km/jam. Durasinya tidak singkat, bisa bertahan hingga enam jam lamanya. Masa hidup suatu siklon tropis, antara 3 hingga 18 hari.
Siklon tropis terdiri dari beberapa bagian. Mata siklon, wilayah dengan kecepatan angina relatif rendah dan tanpa awan di pusat siklon tropis. Diameternya sekitar 10 hingga 100 km.
Di sekitar mata siklon terdapat dinding mata. Ini wilayah berbentuk cincin dengan ketebalan mencapai 16 km. Bagian ini paling berhaya mengingat kecepatan anginnya paling tinggi, disertai curah hujan terbesar.
Mestinya siklon tropis jarang terjadi di daerah tropis seperti Indonesia. Angin badai lebih sering terjadi di wilayah subtropis (di lintang 10 derajat-20 derajat dari ekuator), sementara daerah lintang rendah (0 derajat-10 derajat dari khatulistiwa) seperti Indonesia, siklon tropis jarang terbentuk.
Walau jarang, tidak berarti tidak akan terjadi. NTT dan sebagian wilayah NTB menjadi bukti. Lantas mengapa mengambil nama bunga, bukan orang, atau tempat?
Bisa dibayangkan bila sebuah fenomena alam tidak bernama. Bagaimana kita menyebut dan mengenalinya?
Tentu, pemberian nama pada suatu siklon atau badai, penting. Penamaan itu membantu mengidentifikasi suatu fenomena yang mengemuka, lantas membantu media untuk menuliskan dan mewartakannya kepada khalayak.
Otoritas Amerika Serikat kerap menamai badai dengan nama penduduknya secara acak. Contohnya, badai Harvey dan Irma yang diambil dari nama sepasang suami-istri Harvey Schluter dan Irma Schluter.
Sementara itu, BMKG lebih cenderung menggunakan nama bunga atau buah. Sejumlah bunga pernah dipinjam namanya seperti Anggrek (2010), Bakung (2014), Cempaka (2014), Dahlia (2017), Flamboyan (2018), Kenanga (2018), Lili (2019), dan Mangga (2020). Sebelum itu, nama siklon diambil dari tokoh pewayangan seperti Durga (tahun 2009).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!