Menghidupi tegangan
Lantas apa pesan yang bisa saya tangkap kemudian berusaha diterjemahkan dalam hidup sehari-hari? Pertama, salah satu momen penting dalam Pekan Suci adalah saat Yesus disalibkan, wafat, namun kemudian bangkit.
Peristiwa itu menandakan satu makna yang dalam akan keilahian-Nya sekaligus kemanusiawian-Nya. Sebagai anak Allah, ia mengalami penderitaan hingga wafat di palang penghinaan. Sebagai Tuhan dia rela mengambil bagian dalam penderitaan khas manusia.
Ini menandakan bahwa Yesus sekaligus Allah dan manusia. Dia adalah sosok ilahi sekaligus manusiawi. Dualitas ini mengerucut pada satu keyakinan dasar soal inkarnasi. Inkarnasi berasal dari kata bahasa Latin, "in carne," sepadan dengan en sarki dalam bahasa Yunani. Menjadi daging.
Allah yang menjelma menjadi manusia. Persis tertulis dalam Yohanes 1: 14: "Firman telah menjadi manusia, dan diam di antara kita." Sabda itu telah menjadi daging.
Saat disalibkan kedua tangan Yesus direntangkan. Kemudian selalu ditegaskan dalam Doa Syukur Agung setiap kali merayakan ekaristi. Formulasi doanya demikian, "Sebab pada malam Ia dikhianati, sebelum tanganNya terentang antara langit dan bumi...."
Menarik memaknai rentangan tangan Yesus "antara langit dan bumi." Saya mengutip almarhum Romo B.Herry Priyono, SJ dalam refleksinya tentang peristiwa itu, sebagaimana dikisahkan kembali oleh Yanuar Nugroho dalam buku kenangan, "B.Herry Priyono dalam Kenangan Kami"(hal.287).
Penggalan "antara langit dan bumi" merepresentasikan dunia ide, gagasan, surga (langit) dan kenyataan, realita, dunia (bumi). Â Kedua dunia itu tidak bisa saling menegasikan. Satu mempengaruhi yang lain. Satu menuntut yang lain.
Setiap ide dan gagasan misalnya, akan tinggal tetap bila tidak dinyatakan. Panggilan sebagai orang beriman akan menjadi seruan kosong bila tidak diterjemahkan secara positif-konstruktif dalam hidup sehari-hari.
Apa artinya menjadi seorang beriman bila keberimanan itu hanya berakhir di tempat ibadah dan dalam setiap teks KS yang selesai didaraskan?Â
Menjadi semakin dekat dengan Tuhan juga mensyaratkan kedekatan yang sama intensnya dengan sesama manusia. Bahkan perwujudan akan kedekatan itu harus dinyatakan dalam relasi dengan yang lain yang kelihatan itu.