Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Fitriani Galau, Kapan PBSI Tentukan Promosi-Degradasi Atlet Pelatnas?

23 Februari 2021   06:38 Diperbarui: 25 Februari 2021   14:27 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://twitter.com/INABadminton

Kapan PBSI memutakhirkan daftar atlet penghuni Pelatnas Cipayung? Biasanya, awal tahun, organisasi tepok bulu nasional itu sudah mewartakan kabar penting terkait nasib para pebulutangkis nasional.

Sejak menerapkan kembali jenjang pemain junior dan senior pada 2016 silam, salah satu agenda penting tiap akhir tahun berjalan hingga awal tahun baru adalah memutuskan status atlet Pelatnas.

Para pemain pratama yang berkesempatan promosi ke jenjang utama, pemain pratama potensial tetapi belum berkembang signifikan untuk mengisi kuota kelas senior, juga para pemain yang dianggap tak berkembang selama berada di Cipayung sehingga harus didegradasi alias dipulangkan ke klub asalnya.

Tahun ini, hingga bulan kedua hampir berakhir, belum ada kabar degradasi-promosi dari Pelatnas. Penghuni Pelatnas tahun sebelumnya malah sudah kita ketahui lebih awal yakni di akhir 2019.

Situasi berbeda kali ini tentu memunculkan seabrek pertanyaan. Pun sedikit banyak mengobok-obok perasaan para atlet. Apa sebab tak kunjung diumumkan? Apakah semua pemain yang berada di Pelatnas tahun lalu akan dipanggil kembali?

Bila ya, bagaimana bertanggung jawab terhadap nasib para pemain non pelatnas potensial yang pantas diberi kesempatan memperkuat tim nasional? Seandainya jawabannya tidak, bagaimana nasib mereka bila kepastian itu datang terlambat? Siapa yang akan bertanggung jawab untuk membantu mereka bila tak lagi di Pelatnas?

Sebab Pandemi

Sekilas pandemi Covid-19 bisa dijadikan alasan utama. Semua agenda turnamen internasional, baik kelas junior maupun senior, terhenti sejak Maret tahun lalu. BWF pun membekukan ranking dunia per pekan ke-12 atau tepatnya 17 Maret 2020.

Dalam perjalanan waktu, DANISA Denmark Open pada 13-18 Oktober di tahun yang sama berhasil digelar. Penyelenggaraan itu terbilang nekat karena dunia sedang berjuang keras menghadapi serangan Covid-19.

Sejumlah polemik pun bermunculan di antaranya saat media China menyindir Jepang yang tetap mengirim atletnya ke Odense. Sementara sejumlah raksasa bulutangkis Asia seperti China dan Indonesia lebih memilih absen. Ternyata Jepang tidak sendirian dari Asia. Taiwan dan India misalnya, tetap mengirimkan wakilnya.

Kekosongan kompetisi internasional selama lebih dari sembilan bulan tentu berdampak luas. Salah satunya terhadap kehidupan para pemain. Mood dan fisik para pemain tentu terganggu. Penerapan protokol kesehatan sebagai harga mati membuat suasana Pelatnas pun ikut terdampak. Berbagai penyesuaian pun dilakukan.

Bagi tim pelatih, minimnya agenda turnamen internasional membuat mereka kehilangan sejumlah kesempatan untuk melihat sejauh mana perkembangan masing-masing atlet. Untuk melihat apakah seorang atlet berkembang atau tidak adalah prestasi.

https://twitter.com/INABadminton
https://twitter.com/INABadminton

Tolok ukur prestasi dalam setahun merupakan salah satu aspek penilaian utama. Namun, bagaimana bisa menilai kinerja setiap pemain bila tidak mendapatkan jam bertanding memadai? Apakah adil dan komprehensif menilai prestasi seorang atlet bila kompetisi yang diikuti sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali?

Selain prestasi dalam setahun, tentu masih ada aspek lain yang dinilai. Walau kepengurusan PBSI periode 2020-2024 belum lama berjalan, ada standar-standar penilaian objektif yang tetap berlaku dari tahun ke tahun atau dari periode ke periode.

Saat masih menjadi Kabid Binpres PBSI, Susy Susanti, mengutip bolasport.com (14/01/2019) menyebut ada sejumlah kriteria penentuan promosi-degradasi. Selain aspek prestasi, hal lain yang dinilai adalah usia pemain, potensi, durasi pemain di pelatnas, dan perbandingan prestasi dengan pemain yang lebih muda.

Kita bisa menjadikan Ricky Karanda Suwardi sebagai contoh. Pemain ganda putra ini terdepak dari Pelatnas 2019. Statusnya saat itu sebagai pemain senior. PBSI memutuskan mendegradasi pemain ganda putra dan ganda campuran itu karena di usia 27 tahun (kala itu) tidak berkembang sesuai harapan, sementara ia sudah berada di pelatnas hampir 13 tahun.

"Kalau dari perbandingan dengan pemain yang lebih muda, prestasi Ricky kalah dari Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Wahyu Nayaka/Ade Yusuf, dan Berry Angriawan/Hardianto. Soal potensi, kami juga kebingungan dia akan dipasangkan dengan siapa. Dari situ, ada poin-poin yang tak masuk kriteria," terang Susy.

Nah, selepas Susy menyerahkan estafet Kabid Binpres kepada Rionny Mainaky, apakah standar-standar itu berubah? Rionny belum banyak berbicara secara rinci ke publik terkait standar penilaian yang dipakainya selain prestasi.

Hemat saya, parameter yang dipakai di masa Susy, masih valid dan representatif hingga hari ini. Selain melihat apa yang mereka tunjukkan di pentas internasional, jenjang regenerasi yang dibuat melalui sistem pratama dan utama, membuat perkembangan para pemain juga diukur dari sisi usia berbanding prestasi, prestasi seorang pemain berbanding prestasi pemain di sektor serupa di level yang lebih rendah, juga potensi dari masing-masing pemain.

https://twitter.com/INABadminton
https://twitter.com/INABadminton

PBSI tentu memiliki data perkembangan setiap pemain dari waktu ke waktu, baik di dalam maupun di luar gelanggang pertandingan. Sebagai pengamat kita tak bisa berkomentar lebih jauh untuk aspek-aspek yang hanya sekilas kita amati dari jauh. Selain dari apa yang mereka tampilkan di arena pertandingan berikut usia dan lama waktu di pelatnas, selebihnya kita hanya bisa menyerahkan kepada tim pelatih dan PBSI.

Hanya saja, pandemi yang menyerang dunia, tidak hanya mengganggu jadwal turnamen internasional. Situasi di Pelatnas pun sedikit banyak terpengaruh. Jadwal hingga porsi latihan pun menyesuaikan dengan situasi dan kondisi para pemain.

Dengan demikian perkembangan masing-masing pemain selama berada di Cipayung tidak bisa diamati secara paripurna. Dalam situasi seperti ini apakah PBSI cukup bukti sahih untuk menilai berkembang tidaknya dan terpenuhi tidaknya target para penghuni Pelatnas?

Dilema

Situasi sekarang memang dilematis. Di satu sisi, PBSI perlu segera memutuskan para penghuni Pelatnas selama setahun ini. Dengan itu para pemain baik di dalam maupun di luar Pelatnas bisa segera mendapat kepastian. Dengan demikian mereka bisa mengambil langkah dan sikap untuk masa depan mereka.

PBSI tentu tidak ingin para pemain terus dirundung ketidakpastian. Belum adanya kejelasan untuk banyak pemain Pelatnas adalah hal yang tidak mengenakkan. Bahkan mereka tengah dilanda kegalauan. Salah satunya Fitriani.

"Sekarang kan kita seperti digantung nasibnya. Kalau masuk alhamdulillah, pastinya akan mengikuti program dari PBSI. Tapi kalau nggak masuk lagi kan saya juga harus mempersiapkan diri," curhat Fitriani kepada Bolalob.com (19/2/2021).

Fitriani sendiri sudah siap kembali ke Pelatnas pada pemanggilan 29 Januari lalu. Untuk kepentingan itu ia sudah melakukan swab test sebagai syarat kembali ke asrama. Namun informasi yang didapat membuatnya harus bersabar.

Di sisi lain, PBSI tentu tidak bisa gegabah merilis daftar baru penghuni Pelatnas. Minimnya turnamen dan terganggunya aktivitas latihan di Pelatnas sejak Maret lalu membuat Rionny dan tim harus bekerja keras melakukan penilaian dengan variabel-variabel yang berterima dengan situasi saat ini.

Namun begitu, dalam situasi yang tidak enak sekalipun, PBSI tetap harus mengambil sikap. Selain Fitriani masih banyak pemain yang menanti kejelasan.

Fitriani adalah satu dari sebagian besar pemain yang tidak disertakan dalam rombongan Indonesia di tur Thailand awal tahun ini. Dari 105 orang penghuni pelatnas baik level utama maupun pratama, hanya kurang dari 30 pemain yang ambil bagian di Yonex Thailand Open dan Toyota Thailand Open, dan hanya lima orang wakil di BWF World Tour Finals 2020.

Semua itu pemain utama. Sementara para pemain muda sudah dipulangkan Desember 2020. Hingga kini mereka juga masih menunggu apakah akan dipanggil kembali atau tetap bertahan di daerah.

PBSI pun tidak mengirim dalam jumlah banyak ke dua turnamen yang akan digelar sepanjang Maret. Data per 10 Februari, hanya ada 19 pemain yang akan dikirim ke Swiss Open pada awal Maret nanti.

Hanya 17 pemain yang sementara ini terdaftar untuk All England yang digelar dua pekan kemudian. Para pemain yang ada dalam dua daftar tersebut adalah mereka yang disiapkan untuk tiga turnamen di awal tahun.

Jumlah tersebut tentu akan berubah tergantung situasi yang akan terjadi dalam perjalanan waktu ke depan.  Setelah German Open batal digelar, hanya akan ada dua turnamen sepanjang Maret yang sementara ini masih dalam status siap digelar. Bila kita menengok kalender BWF, akan kita temukan tulisan "cancelled" di ujung sebagian besar turnamen baik kelas senior maupun junior.

Sebagian besar jadwal pertandingan internasional sepanjang Maret berstatus
Sebagian besar jadwal pertandingan internasional sepanjang Maret berstatus "cancelled": bwfbadminton.com

Tentu, sedikitnya turnamen yang akan digelar dalam waktu dekat tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda pengumuman. Pembinaan tetap harus berjalan dengan tidak hanya mengandalkan sedikit pemain itu.

Jangan sampai pandemi menjadi alasan. Kita bisa berkaca pada tiga turnamen pertama di awal tahun. Negara-negara lain ternyata tetap giat berlatih dan menunjukkan perkembangan yang tak terduga dalam situasi pelik sekalipun.

Bila aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi hambatan, maka kita perlu mencermati setiap butirnya. Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 107 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro tak jauh berbeda dengan Kepgub sebelumnya.

Dibanding aturan sebelumnya-yang mengambil istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PPKM terlihat lebih longgar. Pembatasan aktivitas di tempat kerja atau perkantoran, juga kapasitas dan jam operasional tak seketat dan sependek sebelumnya.

Apakah di sana juga digariskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh organisasi model pembinaan berasrama seperti Pelatnas?

Sependek pembacaan saya, tidak diperinci soal ini kecuali yang terkait sektor esensial, kegiatan konstruksi, kegiatan di pusat perbelanjaan, kegiatan peribadatan, kegiatan pada pelayanan fasilitas kesehatan, kegiatan belajar-mengajar, kegiatan pada moda transportasi, dan kegiatan pada area publik dan tempat lain yang bisa menimbulkan kerumuman.

Memang benar akan ada kerumunan di Pelatnas bila semua pemain berkumpul. Namun kerumunan itu tidak bersifat massal dan anonim. Sebagai organisasi olahraga yang pembinaannya harus terus berjalan, berbagai pengaturan dan penyesuaian tentu bisa dibuat. Pengalaman setahun sebelumnya bisa menjadi acuan.  

Pandemi yang belum diketahui pasti ujungnya, menuntut kita untuk beradaptasi. Kehidupan "normal baru" yang dijalankan nyaris setahun terakhir perlahan-lahan mulai dianggap sebagai hal yang normal. PBSI pun demikian. Pandemi yang masih terus terjadi membuat laku "normal baru" di Pelatnas akan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan, lantas menjadi lumrah. 

"Data promosi-degradasi sudah ada, jadi tinggal menjalankan saja," ungkap Rionny kepada bolasport.com (4/2/2021).

Bila demikian, alasan apa lagi yang membuat PBSI masih terus menunda? Fitriani dan kawan-kawan senasib sedang galau di luar sana. Mereka butuh kepastian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun