Keempat, umat Katolik memaknai masa Prapaskah sebagai perjalanan pertobatan. Penghayatannya dilakukan secara tekun dalam puasa, pantang, doa, dan sedekah. Â Tiga hal pertama tentu dihayati secara personal dan terbatas namun dampaknya tetap bisa terlihat dan dirasakan secara sosial.
Apalagi soal sedekah. Paus menganjurkan agar bersedekah tidak melihat besarnya angka dan wujud. Amal dalam jumlah kecil pun tetap berarti. Apalagi bila itu dijalankan dengan kegembiraan dan kesederhanaan.
Justru dengan itu nilainya akan berlipat ganda seperti "roti yang diberkati, dipecah dan diberikan oleh Yesus kepada para murid untuk dibagikan kepada orang banyak."
Waktu 40 hari ini memang singkat. Namun menjadi kesempatan yang sangat berarti untuk melepaskan belenggu yang membebani, ikatan yang tidak berguna, serta kebiasaan yang salah. Momen berahmat untuk secara tegas dan berani berkaca dan menilai diri apakah masih tersandera dalam gaya hidup egosentris dan apatis serta konsumsi berlebihan akan barang-barang yang fana.
Dengan menjalani laku ugahari, lebih berempati dan solider dengan sesama membuat masa Prapaskah ini tidak sekadar ritual dan seruan Bapa Suci tidak terdengar sebagai formalitas.
Kita mafhum pandemi membuat ekonomi karut-marut, ruang gerak dan interaksi sosial-ekonomi-keagamaan semakin menyempit, serta bayangan kematian terasa semakin dekat. Apakah sontak membuat kita kehilangan iman, semangat, harapan, dan kasih?
"Jalan kemiskinan dan penyangkalan diri (puasa), kepedulian dan kasih sayang bagi yang miskin (sedekah), dan dialog seperti anak kecil dengan Bapa (doa) memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan dengan iman yang tulus, pengharapan yang hidup dan amal kasih yang efektif. "
Kelima, setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menghayati keagamaannya. Namun ada banyak alasan yang membuat setiap perbedaan tidak menjadi batasan. Justru ada banyak irisan yang membuat kita satu.
Jalaludin Rahmat, salah satu pemikir Muslim, baru saja tutup usia. Kepergian Kang Jalal pada 15 februari 2021 lalu, tidak hanya menjadi kabar duka bagi segelintir orang. Duka menyelimuti Indonesia, negeri bhinneka tunggal ika.
Salah satu buku Kang Jalal, "Madrasah Ruhaniah: Berguru Pada Ilahi di Bulan Suci" (2005) yang kemudian sampai dicetak ulang beberapa kali, memberikan insight sekaligus membangun kesadaran keagamaan. Pada salah satu bagian, ia menulis, "Seluruh agama pada awalnya adalah agama samawi.. seluruh agama mensyariatkan puasa."