Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Persahabatan di Balik Rivalitas, Terkenang Kisah "Bromance" Lee Chong Wei-Lin Dan

15 Februari 2021   06:42 Diperbarui: 16 Februari 2021   10:15 2087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekpresi Lee Chong Wei usai mengalahkan Lin Dan di semi final Olimpiade Rio 2016, melalui eprtarungan epik tiga game, 15-21, 21-11, 22-20: The Star

"Kita tahu hari ini akan tiba,
momen berat dalam hidup kita;
Kau menarik tirai dengan anggun,
kau adalah raja dalam pertarungan kita yang membanggakan;
Semua keempat gelombangmu telah menghilang,
bersama keheningan dari air mata yang sunyi,"

(Lee Chong Wei, 4 Juli 2020)

Apakah dengan menjadi pesaing di lapangan pertandingan, tidak akan terbangun persahabatan di luar arena? Apakah mereka hanya akan mengejar kemenangan, gelar, dan rekor pertemuan semata? Dengan kata lain, benarkah rivalitas, ambisi, dan ego yang menyeruak habis-habisan selama pertandingan bakal membuat para pebulutangkis akan saling menjaga jarak setelah laga usai?

Ternyata, pertanyaan tersebut akan terbantah telak bila kita melihat pengalaman sejumlah pebulutangkis. Mereka membuktikan di lapangan mereka memang musuh satu bagi yang lain. Yang lain adalah lawan yang harus dikalahkan. Tidak ada kosa kata ampun dan belas kasihan dalam kamus pertandingan.

Setelah poin terakhir, situasi sontak berubah total. Walau selama pertandingan, semangat sportivitas wajib diusung, namun nilai-nilai persahabatan misalnya, akan terlihat lebih jelas selepas yang menang dan kalah ditentukan.

Yang satu memang menjadi pemenang, tetapi ia tidak meniadakan keberadaan yang kalah sebagai kawan. Sementara yang kalah memang nelangsa, namun ia tetap mendapat dukungan sebagai sahabat dari yang menang.

Lebih dari itu, setelah pertandingan benar-benar usai, mereka akan menampilkan diri laiknya saudara. Padahal mereka dipertemukan hanya karena bulu tangkis. Tiada hubungan kekerabatan apalagi pertalian sedarah. Mereka datang dari latar belakang sosio-budaya-politik berbeda.

Ekpresi Lee Chong Wei usai mengalahkan Lin Dan di semi final Olimpiade Rio 2016, melalui eprtarungan epik tiga game, 15-21, 21-11, 22-20: The Star
Ekpresi Lee Chong Wei usai mengalahkan Lin Dan di semi final Olimpiade Rio 2016, melalui eprtarungan epik tiga game, 15-21, 21-11, 22-20: The Star

Kebersamaan yang direkam saat dan sesaat setelah pertandingan kemudian memantik reaksi hangat, bahkan kocak yang berbalas-balasan. Bisa jadi, selain komunikasi yang kasat mata di sosial media, hubungan mereka berlanjut lebih intens dan personal via berbagai aplikasi pesan.

Kemudian saat undian dan hasil pertandingan mengharuskan mereka untuk kembali berhadapan, mereka akan dengan mudah menanggalkan segala hubungan personal itu. Mereka akan kembali bertarung habis-habisan untuk merebut poin demi poin.

Kecewa hingga amarah karena gagal menyeberangkan kok atau pukulan yang terlalu melebar dari bidang permainan tak akan ditahan hanya karena yang dihadapi adalah dia yang belum berapa lama memberikan pesan hangat. Luapan kegembiraan akan meletup-letup seketika mengunci poin kemenangan walau lawan yang dikalahkan kerap meninggalkan komentar penyemangat di sosial media.

Segala ekspresi tanpa kepalsuan akan terpancar jelas pada raut wajah dan gestikulasi pada setiap momen penting. Yang satu tetap melihat yang lain sebagai musuh yang harus dikalahkan. Yang lain adalah lawan yang tidak boleh diberi ampun.

Selain bertarung untuk kemenangan sendiri, masing-masing pihak akan berjuang sampai kesempatan terakhir karena mereka membawa nama bangsa dan negara. Sikap seorang profesional yang memang patut ditunjukkan dan dijunjung tinggi. Namun bagi mereka profesionalisme tak bisa mengenyahkan berbagai kebajikan humanis begitu saja. Nilai-nilai universal yang mendobrak batas geografi dan kultural serta meruntuhkan segala sekat kategorial. Keutamaan-keutamaan yang mengikat setiap pemain sebagai manusia tanpa terkecuali.

"Bromance" Lee Chong Wei dan Lin Dan

Lee Chong Wei dan Lin Dan adalah dua pemain tunggal putra dengan kualitas dan prestasi mentereng di satu sisi dan rival berat di lapangan pertandingan di sisi lain. Kita beruntung bisa jadi saksi sepak terjang mereka karena keduanya hidup di era yang sama, dengan usia hanya terpaut satu tahun.

Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mencatat pertemuan pertama mereka terjadi di TUC Asia Preliminaries 2004. Lin Dan menang 15-3, 13-15, 6-15. Namun dari postingan Bao Chun Lain, pemain China lainnya, tampak bahwa mereka sudah berkenalan sejak empat tahun sebelum itu.

Hingga pertemuan terakhir di perempat final All England 2018 perjumpaan mereka adalah kisah tentang persaingan ketat. Lin Dan tidak hanya membuka pertemuan mereka dengan kemenangan, tetapi juga mengakhirinya dengan kemenangan pula. Pada pertemuan terakhir itu Lin Dan menang straight set.

Memang dari total 40 pertemuan mereka, Lin Dan unggul. Sebanyak 28 pertandingan dimenangi salah satu pebulutangkis tunggal putra terbaik dalam sejarah Negeri Tirai Bambu Itu. Gelar Super Dan memang pantas disematkan kepadanya.

Super Dan boleh unggul head to head atas Chong Wei. Namun dari 135 turnamen yang mereka raih selama nyaris 15 tahun melantai, 69 di antaranya berada di lemari koleksi Dato Chong Wei.

Lin Dan yang meraih dua medali emas Olimpiade (Beijing 2008 dan London 2012) baru gantung raket beberapa bulan silam. Sementara itu, Chong Wei menutup kariernya lebih awal dengan tiga medali perak Olimpiade (Beijing 2008, London 2012, dan Rio 2016.

Melihat keduanya bertarung di lapangan kita disuguhkan permainan atraktif, penuh determinasi, dan sarat teknik dan taktik. Duel-duel mereka adalah momen-momen menegangkan yang mengobok-obok emosi dan adrenalin penonton.

Smes dan drop shot apik Lin Dan bisa diantisipasi dengan baik oleh Lin Dan. Begitu pula sebaliknya. Salah satu momen epik yang layak dikenang adalah pertarungan final Olimpiade pertama mereka pada 2008. Saat itu, Chong Wei menang 21-15 di game pertama. Namun Lin Dan berbalik unggul di dua set berikutnya, 21-10 dan 21-19.

Saat asyik bertanding mereka tidak terlihat berkawan sama sekali. Namun cerita menjadi berbeda selepas pertandingan, atau saat salah satu dari antaranya mengalami masalah. Beberapa momen yang menguatkan kesan mereka tidak sekadar teman biasa, tetapi sudah menjadi "bromance" bisa diangkat.

Pertama, Lin Dan menghibur dan menyemangati Chong Wei saat dibekap cedera di final Kejuaraan Dunia di Guangzhou pada 2013. Chong Wei mengalami masalah pada lutut, yang membuatnya segera dilarikan ke rumah sakit tak lama berselang, saat tertinggal 17-20 di game ketiga.

Lin Dan mendekat dan jongkok di samping Chong Wei yang sedang dibekap rasa sakit dan kecewa bersamaan. Sambil memegang raket di tangan kiri, tangan kanannya menyentuh lengan Chong Wei. Tentu ada percakapan terjadi saat itu. Bukan pembicaraan antara pemain China versus pemain Malaysia, tetapi dialog antara dua sahabat.

Lin Dan memberikan dukungan kepada Chong Wei yang mengalami cedera dan tidak bisa menuntaskan final Kejuaraan Dunia 2013: South China Morning Post 
Lin Dan memberikan dukungan kepada Chong Wei yang mengalami cedera dan tidak bisa menuntaskan final Kejuaraan Dunia 2013: South China Morning Post 

Situasi itu membuat Chong Wei harus kehilangan kesempatan menjadi pemain Malaysia pertama yang menjadi juara dunia tunggal putra. Selain itu ia belum juga merebut gelar bergengsi dari tangan Lin Dan setelah kehilangan medali emas 2008 dan 2012.

Namun sikap sportif yang ditunjukkan Lin Dan sangat berarti bagi Chong Wei. Pemandangan tentang persahabatan antara dua musuh bebuyutan yang begitu dekat.

Kedua, memberikan dukungan saat situasi sulit terlihat saat Chong Wei terkena kanker hidung, yang kemudian memantapkan keputusannya pensiun. Lin Dan tak hentinya mengharapkan kesembuhan bagi Chong Wei.

Ketiga, dukungan Lin Dan pada Chong Wei karena masalah kesehatan di penghujung kariernya tak lagi mengejutkan mengingat begitu banyak momen kedekatan yang mereka abadikan. Saling bertukar kaos usai pertandingan lantas tak segan berpelukan dalam keadaan tanpa baju. Pun saling memberikan komentar penyemangat saat salah satu dari antara mereka memberi kekalahan pada yang lain.

Begitu juga kehangatan mereka di luar lapangan untuk sejumlah kegiatan amal, hingga ikut ambil bagian di hari bahagia. Salah satu kesempatan terjadi kala Lin Dan menikahi Xie Xingfang pada 2012. Chong Wei terlihat di antara para undangan.

Keakraban Lee Chong Wei dan Lin Dan di luar lapangan: Badmintonfreak 
Keakraban Lee Chong Wei dan Lin Dan di luar lapangan: Badmintonfreak 

Saat Chong Wei mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia yang telah membesarkannya, Lin Dan menulis singkat dalam bahasa Mandarin di media sosial Weibo.

"Saya akan bermain sendirian, tidak ada lagi yang akan menemani saya," berikut sematan lagu berjudul "Friends Don't Cry" dari penyanyi asal China, Lui Fong alias David Lui.

Seperti saat Chong Wei berkata cukup setelah 19 tahun berkarier dan Lin Dan memberi respon, begitu juga sebaliknya saat Lin Dan mengikuti jejak serupa pada awal Juni 2020. Chong Wei mengirim ucapan puitis nan sendu di akun Twitter @LeeChongWei seperti ditulis lengkap di awal tulisan ini. Nota perpisahan yang tidak dikirim sekadar formalitas, tetapi suara hati rekan seperjuangan dan pengakuan tulus seorang sahabat.

Sumber: @ngehkooham 
Sumber: @ngehkooham 

"Kita tahu hari ini akan tiba, momen berat dalam hidup kita," potongan komentar Chong Wei dalam bahasa Inggris ditambah potret culun mereka bertemu pertama kali dan saat mereka sudah menjadi pemain besar.

Setelah Super Dan dan Dato Chong Wei pensiun, tentu kita kehilangan tontonan memikat bagaimana dua tunggal putra terbaik saling beradu dan memberikan segalanya di lapangan pertandingan. Namun segala sesuatu ada waktunya. 

Waktu mereka untuk menjadi pemain profesional sudah berakhir. Selanjutnya tiba waktunya bagi mereka untuk memberi tempat kepada para penerus untuk beraksi, sekaligus melanjutkan nilai-nilai sportivitas yang telah mereka tunjukkan dan pertahankan hingga hari ini.

Apakah masih kita temukan hari ini kisah seru persaingan di lapangan dan kasih persaudaraan di luar arena seperti Chong Wei dan Super Dan? Tentu. Siapa saja mereka? Tunggu tulisan selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun