Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Zlatan Ibrahimovic di Antara Kronos dan Kairos

8 Februari 2021   15:34 Diperbarui: 8 Februari 2021   16:01 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zlatan Ibrahimovic: Reuters/Dailymail.co.uk

Ada banyak cara kita menyebut dan memaknai usia hidup manusia. Ada yang bilang usia hanyalah angka. Age is just a number. Ya, memang demikian adanya. Usia kita selalu ditandai dengan bilangan. Untuk menimbulkan kesan optimis, kita lebih memilih angka positif.

Berapa usia anda saat ini? Kita mantap menjawab 20 tahun, 30 tahun, atau 40 tahun, dan seterusnya. Hampir selalu dibarengi senyum ceria dan tawa gembira. Tak sedikit yang memaknai pencapaian usia tertentu dengan perayaan dan selebrasi.

Apakah kita pernah berpikir bahwa di balik bilangan positif itu terkandung banyak pertanyaan? Bukankah saat kita mencapai rentang usia tertentu, jatah hari yang kita habiskan semakin bertambah, serentak mengurangi sisa waktu hidup kita?

Merayakan kehidupan jelas bukan sesuatu yang tabu. Mensyukuri setiap nikmat usia malah menjadi suatu kewajiban. Memandang hari-hari yang telah lewat sebagai sebuah kepastian yang patut disyukuri. Serentak ketidakpastian akan hari esok tetap dinanti dengan rasa syukur.

Begitu juga sebaliknya. Merumuskan usia dengan bilangan negatif, meski tidak akan lebih mudah ketimbang secara positif, adalah lumrah. Itu bentuk awasan bahwa waktu tidak akan berulang. Masa lalu akan berlalu, masa sekarang akan menjadi masa kemarin, dan masa depan tak ada yang tahu pasti. Merumuskan usia dengan bilangan negatif adalah pendekatan berbeda untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan mendasar: apakah hidup saya sudah cukup berarti?

Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu contoh bagaimana menjembatani berbagai tegangan soal usia dengan cukup baik. Pemain ini tampil impresif saat membantu AC Milan membungkam Crotone di Serie A, Minggu (7/2/2021) malam WIB.

Torehan gol Ibrahimovic sejak awal karier hingga sekarang: twitter.com/FOXSoccer
Torehan gol Ibrahimovic sejak awal karier hingga sekarang: twitter.com/FOXSoccer

Di laga itu ia mencetak sepasang gol untuk mengunci kemenangan timnya empat gol tanpa balas. Pemain yang dijuluki Ibrakadabra ini tetap menampilkan magis dan ketenangan yang tak tergoyahkan. Penyelesaikan jarak dekat yang sempurna di menit ke-30 dan kembali berulang di menit ke-64.

Sepasang gol itu menandai pencapaian gol ke-500 dan 501 sepanjang ia bermain di level klub. Tidak banyak pemain profesional yang mampu mencetak gol sebanyak itu. Hanya pemain seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Gerd Muller, Romario, Pele, dan Ferenc Puskas yang bisa melakukan itu.

Begitu juga bisa dihitung dengan jari jumlah pemain yang masih tetap eksis, apalagi produktif walau usia sudah melewati kepala tiga. Apalagi pemain tersebut berada di level kompetisi yang ketat dengan tuntutan fisik yang prima.

Ibrahimovic adalah sebagian kecil dari pemain profesional yang masih mampu menjaga performa di tengah ketatnya persaingan antarklub dan dengan pemain-pemain muda yang tak kurang jumlahnya. Di usia 39 tahun, ia masih bisa diandalkan klub sekelas Rossoneri. Kehadirannya benar-benar dibutuhkan dan ia pun bisa menjawab kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya.

Kebutuhan akan pemain berpengalaman serentak bisa diandalkan di lini serang sudah mulai kecang digaungkan penggemar saat Milan kehilangan tiket Liga Champions dengan hanya selisih satu poin di belakang Inter Milan. Derita musim 2018/2019 bertambah parah saat mereka harus tersisih di penyisihan grup Liga Europa. Tak bisa mengendalikan situasi, Gennaro Gattuso pun memilih meletakkan jabatan pelatih.

Milan kemudian mengangkat Marco Giampaolo. Eks manajer Sampdoria itu hanya bertahan selama tujuh pertandingan. Posisinya kemudian digantikan oleh Stefano Pioli. Dalam pandangan Pioli kebutuhan utama Milan adalah amunisi di lini depan.

Pioli tahu timnya tidak bisa terus mengandalakan Krsytof Piatek, apalagi bek kiri Theo Hernandez untuk urusan tersebut. Adalah lucu dan menggelikan menyerahkan pekerjaan mencetak gol kepada pemain tengah, apalagi bek.

Klub pun sepakat dengan fan. Ibrahimovic adalah jawaban sementara untuk krisis lini depan. Ia diberi kontrak enam bulan dengan opsi perpanjangan satu tahun. 

Saat kembali mendarat di Milan, Ibrahimovic berkomentar, "Enam bulan ini akan menjadi kunci untuk melihat apakah saya dalam performa terbaik dan dapat memberikan hasil. Kalau tidak, saya tidak akan tinggal di sini saja. Itu tidak menarik minat saya."

Kronos Vs Kairos

Bahasa Yunani antik memiliki konsep soal waktu yang cukup komprehensif. Waktu dikenal sebagai chronos (kronos) di satu pihak, dan kairos di pihak lain. Secara sederhana, kronos mengacu pada waktu sebagai satu garis lurus (linear), yang terus bergerak dari detik ke jam, hari, minggu, kemudian berganti tahun, dan seterusnya.

Waktu kronos itu selalu bergerak tetap, teratur dan dapat diukur. Kita kemudian mengenal kata kronologi sebagai urutan waktu dari sejumlah kejadian atau peristiwa.

Bila pada kronos waktu bersifat kuantitatif, pada kairos lebih bersifat natural dan kualitatif. Konsep waktu kairos mengacu pada "suatu periode waktu" sebagai "sesuatu yang khusus" terjadi. "Sesuatu yang khusus" ini bergantung pada siapa yang sedang menggunakan kata tersebut.

Singkatnya, bila pada kronos waktu itu menjadi sesuatu yang konstan, kairos lebih menempatkan waktu sebagai penggalan kesempatan dan momentum. Secara teologis, sebagaimana kata-kata ini mendasarkan dirinya, waktu kairos adalah pemberian Tuhan.

Sejatinya, walau keduanya memiliki perbedaan makna, waktu itu tetap mengacu pada Sang Pemberi Kehidupan. Kita mendapatkan waktu itu secara cuma-cuma. Waktu itu adalah anugerah pro deo. Gratis.

Persoalan yang kerap kita hadapai adalah apakah setiap waktu yang kita dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya? Kita boleh dianugerahi waktu yang panjang, tetapi tidak semua kita bisa memaknainya secara tepat, bukan?

Kita bisa mengurut waktu kita secara kronologis. Tetapi belum tentu di dalam urutan kronos itu kita mendapati kairos. Dalam setiap waktu dan peristiwa yang berjalan terus tanpa pernah kembali itu, kita bisa saja luput memberi  makna. Tak heran, waktu yang bergerak pergi itu kemudian meninggalkan rasa sesal dan kesal. Bila itu terjadi, maka si kairos hanya akan melambai-lambai dari jauh sambil mencibir dan mengejek. 

Kita bisa merunut jejak langkah Ibrahimovic di lapangan hijau secara kronologis selama 24 tahun berkarier sebagai pesepakbola. Akan kita temukan banyak potongan waktu dengan sejarah tersendiri. Mulai dari kariernya bersama Malmo pada 1999 dengan torehan 18 gol.

Lalu hijrah ke Ajax Amsterdam pada 2001. Ia mencetak 48 gol selama tiga musim di Belanda dengan dua gelar liga dan satu Piala Belanda. Gelar serie A berturut-turut ia dapat bersama Juventus sejak hijrah ke Italia pada 2004. Walau kedua gelar itu kemudian dicabut karena kasus Calciopoli, namanya tetap tercatat sebagai pencetak 26 gol bagi klub Turin itu.

Kasus yang berbuntut degradasi itu membuat Ibra memilih hijrah ke Inter Milan. Tiga musim ia habiskan di kota mode dengan torehan total 66 gol dan setiap musim selalu diakhiri dengan Scudetto.

Tak sampai di situ. Ia pun mencoba peruntungan di La Liga Spanyol. Bergabunglah ia dengan Barcelona pada 2009. Ia mencetak 22 gol dan ikut menjadi bagian dari skuad peraih gelar La Liga, Piala Super UEFA, dan Piala Dunia Klub FIFA.

Tak betah di Spanyol, Ibra kembali ke Italia. Sejak musim panas 2010 ia menjadi pemain Milan. Dua musim ia berseragam hitam-merah, berkontribusi 56 gol. Kemudian ia pindah ke Prancis bersama Paris Saint-Germain (PSG) pada 2012.

Di Prancis, Ibra menorehkan catatan tersendiri. Empat musim di Paris, ia mencetak 156 gol dan tak pernah kehilangan gelar Ligue 1. Dua gelar Coupe de France dan tiga Coupes de la Ligue, serta treble domestik dalam dua musim terakhir.

Periode 2015/2016 bisa dibilang sebagai masa paling subur dalam kariernya. Betapa tidak. Torehan 50 gol dalam 51 penampilan bukan sesuatu yang mustahil baginya.

Ibra kemudian bergabung dengan Manchester United pada 2016. Hasilnya, piala Liga Inggris dan Liga Europa. Tak sampai dua musim di Manchester, Ibra pindah ke MLS, dengan meninggalkan catatan 29 gol.

Zlatan Ibrahimovic dengan trofi Piala Liga Inggris: dailymail.co.uk
Zlatan Ibrahimovic dengan trofi Piala Liga Inggris: dailymail.co.uk

Dua musim bermain untuk LA Galaxy, Ibra mencetak 53 gol dalam dua musim, sejak 2018. Penampilannya yang masih konsisten itulah yang membawanya kembali ke Milan. Singkatnya, menjelang usia 40 tahun, Ibra sudah bermain untuk sembilan klub di tujuh liga berbeda.

Perjalanan karier Ibra lebih dari dua dekade belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Jelas, sepanjang itu tak melulu soal gelar dan kegembiraan. Hidupnya pun tak luput dari jatuh-bangun. Namun begitu, pemilik 62 gol bersama timnas Swedia itu, sepertinya tahu bagaimana memanfaatkan setiap pasang surut kronos itu sebagai kairos. 

Ia sadar diri tak bisa bermain seperti saat berusia 28 tahun. Namun ia tak habis usaha. Ia masih tetap bisa berkontribusi dengan cara lain. Memberi assist atau melakukan hal lain untuk membantu tim, misalnya.  Pun seperti yang ia katakana kepada footballItalia.com, "Tapi saya tahu apa yang bisa saya lakukan. Anda tidak boleh berlebihan saat bermain. Alih-alih berlari, Anda bisa menembak dari jarak 40m."

Ia pun tahu betul, tubuh jangkung 1,95 m itu akan terus menua. Waktu akan terus menggerogoti raganya tanpa kompromi. Pandangan mata Pioli terhadap pemain paling senior dalam tim itu tidak hanya membuatnya terpukau, kita pun bakal tercengang.

"Dia adalah seorang atlet yang memiliki motivasi tinggi, sangat teliti dalam merawat tubuhnya dengan segala hal mulai dari diet hingga pemulihan."

Tentu sekuat-kuatnya manusia berusaha, waktu jualah yang akan membatasi. Namun sebelum kronos itu membawa kita ke titik akhir, kita tetap perlu berjuang sebisa-bisanya dan sehormat-hormatnya untuk memberi makna pada setiap detik kehidupan.

Seperti Ibrahimovic yang menjaga tegangan kairos dan kronos secara baik di lapangan sepak bola, hendaknya kita pun demikian, dengan, atas cara dan di lapangan kehidupan kita masing-masing. Dari Ibrahimovic kita akhirnya mafhum. Usia memang hanya sebuah angka. Tetapi bukan angka mati (kronos) yang terus bertambah tanpa pernah bisa dikurangi, tetapi bilangan bermakna (kairos) oleh pencapaian dan prestasi yang akan terus dikenang sampai kapan pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun