Patut diakui, Aaron dan Soh belum sepenuhnya "move on" dari pertandingan kedua kemarin yang berakhir dengan kekalahan dari Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov. Sepertinya remah-remah kekecewaan masih tersisa. Padahal usai membekuk Choi Solgyu/Seo Seung Jae di laga pertama, semangat mereka kian meningkat. Bila mampu mengalahkan Ivanov/Sozonov maka peluang ke semi final lebih besar.
Keduanya bisa bermimpi kembali tampil di final seperti dua pekan lalu di Yonex Thailand Open. Bahkan berharap kembali menghadapi pasangan Taiwan, Lee Yang/Wang Chi-Lin yang sapu bersih gelar di dua seri pertama.
Namun pasangan Rusia itu pun bukan pasangan kemarin sore. Jam terbang mereka jelas lebih unggul. Ternyata inilah yang membedakan hasil akhir. Sama seperti yang terjadi hari ini. Kekalahan di game pertama tidak berarti selesai. The Daddies justu mampu comeback dengan lebih baik dan kuat. Di saat Aaron dan Soh kehilangan momentum, saat itulah The Daddies lihai mengambil kesempatan.
Memori All England
Selain pengalaman, hal lain yang menonjol dari The Daddies adalah daya juang. Umur tidak menjadi halangan untuk bertarung meraih prestasi. Rasa sakit di betis kiri Ahsan masih terus menyerang. Untuk menghilangkan rasa sakit itu ia harus mengkonsumsi obat dan rutin menjalani terapi.
Perjuangan heroik pasangan ini hari ini memantik memori ingatan kita memutar kembali tayangan All England 2019. Saat itu Hendra harus berjuang menahan sakit di betis saat menghadapi Takeshi Kamura/Keigo Sonoda di semi final.
Cedera di set pertama tidak menyurutkan semangat mereka. Pertarungan tak kenal rasa sakit itu membawa mereka ke semi final.
Tidak sampai di situ. Di partai final, The Daddies bertemu Aaron Chia/Soh Wooi yang sedang "on fire." Kemenangan atas sejumlah pasangan kuat seperti Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen (Denmark), Liu Cheng/Zhang Nan (China), dan Muhammad Rian Ardianto/Fajar Alfian (Indonesia), membuat pasangan Malaysia begitu percaya diri.
Rasa sakit yang masih dialami Ahsan tak mengendurkan semangat The Daddies untuk meladeni agresivitas pasangan muda itu. Tertinggal di game pertama tak membuat mereka menyerah. Pembuktian sebagai legenda ditunjukkan dengan merebut dua game berikutnya. Kemenangan rubber set 11-21, 21-14, 21-12 mengantar Ahsan/Hendra ke tangga juara. Itu gelar kedua All England sejak keduanya berpartner pada September 2012. Di luar lapangan, mereka banjir pujian.Â
Satu gelar lagi