"Saya berharap juara untuk putri saya!!"Â
(Mohammad Ahsan)
Smes silang Mohammad Ahsan ke sisi kanan pertahanan lawan membuat Aaron Chia/Soh Wooi Yik melongo. Separuh menarik nafas panjang, wajah pasangan muda Malaysia itu tampak kecewa. Namun, keduanya tak bisa berbuat banyak. Poin terakhir itu membuat mimpi mereka di World Tour Finals 2020 berakhir.
Di sisi utara Impact Arena, Ahsan dan Hendra Setiawan berpelukan. Senyum lebar mengembang di bibir pasangan senior ini. Angka terakhir dari Ahsan mengunci pertandingan tiga set, 18-21 21-17 21-11. Keduanya sukses mendapat satu tiket semi final.
The Daddies harus berjuang keras sepanjang babak penyisihan Grup B. Unggulan tiga ini harus bermain 52 menit untuk memetik kemenangan rubber game dari pasangan jangkung Rusia, Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov. Selanjutnya, juara All England 2019 belum mampu menjinakkan Choi Solgyu/Seo Seung Jae asal Korea Selatan.
Bertemu Aaron/Soh adalah laga hidup mati. Yang menang akan mendapat satu tiket ke empat besar. Dalam situasi penuh tekanan ini, pengalaman ternyata berbicara banyak.
Pasangan negeri seberang itu memang menempati posisi unggulan setingkat di atas The Daddies. Namun dari segi pengalaman, ada jarak yang begitu jauh di antara mereka. Begitu juga prestasi.
Saat Hendra (36 tahun) dan Ahsan (33 tahun) sudah melantai di turnamen internasional, Aaron dan Soh mungkin masih belajar menjadi pemain profesional. Kala Hendra/Ahsan sudah berdiri dari podium ke podium, mereka mungkin masih sebatas menatap dari layar kaca. Jarak pengalaman dan usia sejauh satu dekade memisahkan mereka.
Fisik Hendra/Ahsan memang tak sebugar Aaron/Soh. Namun usia tidak menjadi alasan untuk menyerah. Semangat lawan yang menggebu-gebu sempat membuat Ahsan/Hendra keteteran. Kehilangan game pertama tak terhindarkan.
Meski begitu The Daddies tetap tenang. Setiap pukulan diatur sedemikian rupa agar efektif. Mereka menggebuk dengan smes keras sesering mungkin. Adu drive dan permainan depan net Ahsan/Hendra layani dengan baik. Beberapa placing ke bidang permainan yang sulit membuat duo Malaysia itu kerepotan.
Kesalahan servis salah satu pemain Malaysia akhirnya mengubah segalanya. Pasangan rangking sembilan dunia terlihat mulai kehilangan konsentrasi. Sementara itu Hendra, yang juga kerap fault, tetap menunjukkan kematangannya. Pasangan Malaysia mulai kehilangan banyak poin, terutama di set ketiga.
Keuntungan pun berada di kubu Indonesia. Tekanan yang terus diberikan The Daddies membuat pasangan terbaik Malaysia itu kewalahan.
Patut diakui, Aaron dan Soh belum sepenuhnya "move on" dari pertandingan kedua kemarin yang berakhir dengan kekalahan dari Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov. Sepertinya remah-remah kekecewaan masih tersisa. Padahal usai membekuk Choi Solgyu/Seo Seung Jae di laga pertama, semangat mereka kian meningkat. Bila mampu mengalahkan Ivanov/Sozonov maka peluang ke semi final lebih besar.
Keduanya bisa bermimpi kembali tampil di final seperti dua pekan lalu di Yonex Thailand Open. Bahkan berharap kembali menghadapi pasangan Taiwan, Lee Yang/Wang Chi-Lin yang sapu bersih gelar di dua seri pertama.
Namun pasangan Rusia itu pun bukan pasangan kemarin sore. Jam terbang mereka jelas lebih unggul. Ternyata inilah yang membedakan hasil akhir. Sama seperti yang terjadi hari ini. Kekalahan di game pertama tidak berarti selesai. The Daddies justu mampu comeback dengan lebih baik dan kuat. Di saat Aaron dan Soh kehilangan momentum, saat itulah The Daddies lihai mengambil kesempatan.
Memori All England
Selain pengalaman, hal lain yang menonjol dari The Daddies adalah daya juang. Umur tidak menjadi halangan untuk bertarung meraih prestasi. Rasa sakit di betis kiri Ahsan masih terus menyerang. Untuk menghilangkan rasa sakit itu ia harus mengkonsumsi obat dan rutin menjalani terapi.
Perjuangan heroik pasangan ini hari ini memantik memori ingatan kita memutar kembali tayangan All England 2019. Saat itu Hendra harus berjuang menahan sakit di betis saat menghadapi Takeshi Kamura/Keigo Sonoda di semi final.
Cedera di set pertama tidak menyurutkan semangat mereka. Pertarungan tak kenal rasa sakit itu membawa mereka ke semi final.
Tidak sampai di situ. Di partai final, The Daddies bertemu Aaron Chia/Soh Wooi yang sedang "on fire." Kemenangan atas sejumlah pasangan kuat seperti Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen (Denmark), Liu Cheng/Zhang Nan (China), dan Muhammad Rian Ardianto/Fajar Alfian (Indonesia), membuat pasangan Malaysia begitu percaya diri.
Rasa sakit yang masih dialami Ahsan tak mengendurkan semangat The Daddies untuk meladeni agresivitas pasangan muda itu. Tertinggal di game pertama tak membuat mereka menyerah. Pembuktian sebagai legenda ditunjukkan dengan merebut dua game berikutnya. Kemenangan rubber set 11-21, 21-14, 21-12 mengantar Ahsan/Hendra ke tangga juara. Itu gelar kedua All England sejak keduanya berpartner pada September 2012. Di luar lapangan, mereka banjir pujian.Â
Satu gelar lagi
Hati suami mana yang tak sedih bila harus melihat sang istri berjuang melahirkan sendiri. Begitu juga, hati ayah mana yang tak remuk bila wajah dan tangisan pertama buah hati hanya bisa dilihat dan didengar dari jauh.
Begitulah yang terjadi dengan Ahsan. Beberapa jam sebelum bertarung di laga "hidup-mati" tangis bayinya terdengar usai melewati persalinan yang tidak mudah.
"Rencananya memang mau menunggu saya pulang, tapi akhirnya hari kelahirannya maju."
Ia hanya bisa mendoakan sang istri dari Bangkok, Thailand, di saat-saat sulit melahirkan anak ketiga mereka. Ahsan kemudian membagikan sejumlah gambar sang bayi dan istri tercinta di akun Instagram pribadi beberapa jam sebelum pertandingan.
"Alhamdulillah telah lahir putri kami dalam keadaan sehat walafiat. Sedih juga karena baru pertama kali tidak bisa menemani istri bersalin karena tugas."
Kegetiran yang dibagikan Ahsan ternyata tidak menyurutkan semangatnya di lapangan pertandingan. Rasa sedih itu kemudian dikonversi secara positif ke dalam permainan penuh semangat. Kerinduan mendekap sang putri mungil itu disaput dengan pukulan-pukulan raket penuh tenaga.
Rasa sedih dan sakit yang diatasi dengan sebaik-baiknya itu membuat mereka mampu meraih kemenangan. Ia seperti si aku Chairil Anwar yang tak peduli pada segala rintangan. Luka dan bisa kemudian Ahsan bawa berlari ke semi final, hingga hilang pedih peri.Â
Kini mereka selangkah lebih dekat dengan tangga juara, semakin dekat dengan mahkota gelar yang bisa jadi kado manis untuk istri dan bayi tercinta. Persis kata-kata Ahsan saat diwawancara BWF usai pertandingan.
"I hope for the champion for my daughter!!" Saya berharap juara untuk putri saya. Ungkapnya sambil tertawa.
Siapa pun lawan di semi final, Sabtu (30/1), The Daddies sepertinya tidak peduli. Dengan siapa undian mempertemukan mereka, keduanya tak mau ambil pusing. Termasuk bila kembali mempertemukan mereka dengan pasangan muda Korea, Choi Sol Gyu/Seo Seung Jae. Mereka akan berjuang sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Tekad mereka bulat. Mereka mau merengkuh satu gelar lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H