Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kristen Gray, Kilasu Ostermeyer dan Tanah Air Beta

20 Januari 2021   19:09 Diperbarui: 21 Januari 2021   20:05 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Kilasu Ostermeyer:https://www.instagram.com/kilasu_ost_/

Saat kita di sini sibuk berbicara dan mempersoalkan status kewarganegaraan seseorang, Kilasu Ostermeyer, tengah memendam kepedihan di Bangkok, Thailand.

Apakah anda bisa membayangkan arti tanah air bagi seseorang yang lahir dari dua negara berbeda? Apakah anda tahu betapa besar perjuangannya untuk bisa pulang ke salah satu tempat dari mana ia berasal? Bagaimana bila rindu itu akhirnya tak bisa terpenuhi paripurna karena terjangan pandemi Covid-19 yang tak mengenal ampun?

Belakangan ini, dunia pemberitaan dan persosialmediaan Indonesia ramai soal Kristen Gray. Wanita Amerika keturunan Afrika yang tinggal di Bali selama setahun terakhir, bersama pasangannya, Saundra. Postingannya di akun twitter beberapa waktu lalu memantik reaksi luas dari warganet tanah air, pun mancanegara.

Kicauannya tentang pengalaman hidup di Bali pasca kehilangan pekerjaan di negara asal, berikut ajakan bagi warga negara asing (WNA) untuk mengikuti jejaknya, mendapat beragam respon.

Dari situ, rekam jejaknya mulai terungkap. Mulai dari e-book promotif berjudul Our Bali Life is Yours yang diperjualbelikan, hingga legalitasnya sebagai WNA, yang membuatnya harus berurusan dengan pihak imigrasi. Tak terkecuali, merembet ke soal rasial hingga orientasi seksual.

Polemik yang menimpa Kristen Gray kemudian melahirkan beragam refleksi. Mulai dari soal legalitas, norma, moral, etika, hingga urusan kenegaraan dan kebangsaan.

Kristen Gray dan beberapa cuitannya yang menuai komentar luas/Sumber: Twitter/kristentoothie 
Kristen Gray dan beberapa cuitannya yang menuai komentar luas/Sumber: Twitter/kristentoothie 

Apakah status keberadaannya di Indonesia sah secara hukum? Mengapa seorang WNA bisa sedemikian nyaman tinggal di negara lain bila visanya sudah kadaluarsa?

Apakah pantas seorang WNA berkoar-koar mengajak orang asing datang saat negara sedang berjuang membatasi ruang gerak dan mobilitas penduduk untuk memutus mata rantai virus yang kian merajalela? Apakah pantas dalam situasi seperti ini ia mengambil untung dari aktivitas promotif?

Soal legal etik ini kemudian semakin berkembang. Berbagai pertanyaan konfrontatif dan konfirmatif pun bermunculan. Apakah benar Gray dan pasangannya itu menyalahi aturan? Apakah salah seseorang berbicara di sosial media soal pengalaman hidup di negara lain? Apakah pantas menyerang seseorang secara membabibuta terlepas dari status kewarganegaraanya?

Aneka soal legalitas cepat atau lambat akan terjawab. Pihak imigrasi akan memastikan apakah status mereka berada di Indonesia masih sah atau ilegal. Begitu juga hal-hal lain terkait aktivitas yang mereka lakukan selama berada di Bali apakah masih dalam batas wajar atau sudah di luar koridor.

Sementara itu, pertanyaan-pertanyaan lain, hemat saya, sulit dijawab tuntas. Jalan menuju titik temu berbagai pertanyaan moral dan etis itu begitu rumit. Masing-masing orang akan berangkat dari pendasaran dan standar penilaian berbeda-beda.

Bila Gray dan partnernya berwarganegara Indonesia, tentu masalah tidak akan seheboh ini. Begitu juga bila keduanya tidak keceplosan berbagi di twitter, maka jagad maya tak akan sebegitu gaduh. Atau jangan-jangan kita terlalu sensitif terhadap komentarnya yang sebenarnya biasa-biasa saja hanya karena ia seorang asing sehingga menjadi luar biasa?

Kerinduan Kilasu Ostermeyer

Cerita Gray dan pasangannya menjadi salah satu penanda bahwa soal bangsa dan negara masih begitu penting. Secara administratif, untuk bisa melintasbatas negara orang perlu memastikan keabsahan visa dan atau paspornya. Sekalipun dunia sudah begitu terbuka, untuk urusan bepergian secara fisik tidak semudah berselancar di dunia maya.

Apalagi ketika itu menyangkut kewarganegaraan. Pemisahan antara pribumi dan nonpribumi, lokal dan asing masih saja berlaku. Dalam banyak pengalaman dan peristiwa, terkadang polaritas itu melahirkan pilu dan sakit hati. Saat negara dan bangsa disebut, orang akan ramai-ramai angkat bicara.

Dalam pengalaman berbeda, Kilasu Ostermeyer, merasakan betapa berartinya tanah air. Bila negara yang satu dan negara yang lain dipisah oleh hukum dan administrasi, tanah air ini bak simpul pemersatu setiap relasi emosional yang tak bisa disekat.

Kilasu Ostermeyer:www.ln-online.de
Kilasu Ostermeyer:www.ln-online.de

Seseorang boleh berkelana melintas negara, merantau dari benua ke benua, namun tanah air akan selalu memanggilnya pulang kembali. Orang boleh mengaku dari negara berbeda, tetapi ikatan personal dan perasaan senasib sepenanggungan akan menyatukannya sebagai satu kerabat.

Ia lahir di Phatum Thani, Thailand, 23 tahun lalu. Paras dan posturnya hampir sempurna memadukan dua ras berbeda. Darah Jerman dari sang ayah dan paras Asia dari ibunya yang seorang Thailand. Namanya pun khas memadukan dan mewakili dua negara itu.

Sejak kecil ia sudah dekat dengan olahraga tepok bulu. Ia pun tercatat sebagai pemain ganda putri Thailand dan sempat ikut membawa nama negara tersebut di tiga Kejuaraan Dunia Junior dan tampil di beberapa turnamen level Grand Prix Gold.

Setelah berusia 18 tahun, ia mengambil keputusan penting. Ingin mencoba pengalaman berbeda, ia pun meninggalkan Thailand, berikut segala kenangan tentang bulutangkis.

Maksud hati ingin banting stir ke dunia lain, ternyata tidak semudah itu. Kerinduan bermain bulutangkis selalu menghantuinya. Seakan ingin memastikan bahwa panggilan itu tidak sementara, ia coba memainkannya sekadar hobi dan sesekali menjajal kompetisi setempat.

Ternyata hasilnya di luar dugaan. Berpasangan dengan Olga Konon, keduanya melangkah hingga semi final Orleans International 2017. Pelatih nasional Jerman pun meliriknya.

"Pelatih nasional Jerman bertanya kepada saya apakah saya ingin memulai lagi," ungkapnya kepada situs BWF.

Dua setengah tahun terakhir ia bergabung dengan tim nasional Jerman. Tidak mudah baginya, karena sebelum itu ia sempat menanggalkan raket dalam waktu yang tak singkat.

Kilasu Ostermayer bersama Jones Jansen di Thailand Open 2021;bwfbadminton.com
Kilasu Ostermayer bersama Jones Jansen di Thailand Open 2021;bwfbadminton.com

Meski begitu, bersama Jones Ralfy Jansen, pasangannya sejak Maret 2019, mereka mencoba peruntungan di berbagai turnamen resmi. Termasuk berubah haluan ke sektor ganda campuran. Hasilnya? Lolos ke semi final Belgia International dan Polandia Open di tahun yang sama.

Inilah awal yang baik bagi mereka untuk melangkah lebih jauh. Modal untuk bersaing di level elit yang tersaji di kalender BWF World Tour 2021 ini. Bersama partnernya itu, mereka berada dalam romongan tim nasional Jerman menuju Bangkok, Thailand, tempat tiga turnamen pertama awal tahun digelar.

Kilasu dan Jones tampil sejak Thailand Open I. Sayangnya, langkah mereka terhenti di babak awal. Lawan yang dihadapi masih terlalu tangguh. Unggulan tujuh asal Inggris, Marcus Ellis/Lauren Smith menghentikan langkah mereka, dua game langsung, 21-13 dan 21-13.

Keduanya tak patah arang. Kegagalan di turnamen pertama yang bersponsor Yonex, keduanya kembali tampil di turnamen kedua, masih pada level Super 1000 namun berbendera Toyota. Lagi-lagi status non unggulan membuat mereka selalu mendapat hasil undian yang sukar. Kali ini bertemu unggulan lima dari Malaysia, Chang Peng Soon/Goh Liu Ying. Menariknya, skor pertandingan ini pun identik dengan sebelumnya.

Kilasu paham bahwa hasil ini sudah lebih dari cukup. Ia sadar diri belum banyak diuji di berbagai turnamen. Apalagi ia belum lama bermain dengan Jones di ganda campuran. Berhadapan dengan dua pasangan kelas dunia sudah memberi mereka banyak pelajaran. Kecepatan, hingga kualitas-kualitas lain yang masih harus diasah agar bisa bersaing di papan atas.

"Kami telah bersama sejak Maret 2019, tetapi satu setengah tahun terakhir kami memainkan sekitar 10 turnamen, sementara yang lain telah memainkan lebih banyak lagi."

Walau kalah, keduanya tetap bersemangat. Apalagi bagi Kilasu semangatnya berangkat ke Bangkok tak semata-mata terpacu untuk unjuk gigi di arena pertandingan. Baginya, perjalanan ke Thailand sekaligus pemenuhan panggilan jiwa: mudik. Ia ingin bermain di tanah kelahiran serentak napak tilas ke kampung halaman, di mana sebagian besar familinya berada.

Kilasu bersama keluarganya;https://www.instagram.com/kilasu_ost_/
Kilasu bersama keluarganya;https://www.instagram.com/kilasu_ost_/

Sayangnya, seorang pelatih Jerman, positif Covid-19 pekan lalu. Mereka pun terkena imbas. Ruang gerak mereka benar-benar dibatasi. Kerinduannya untuk menghabiskan seminggu setelah turnamen di Impact Arena bersama keluarga ibunya pun pupus.

"Sangat menyedihkan karena saya bermain di Thailand dan saya pikir saya bisa bertemu keluarga saya. Saya bertemu mereka terakhir kali saat Natal tahun 2019. Mereka berada di kota kecil, empat jam lamanya (dari Bangkok)."

Jansen, tandemnya, adalah seorang Indonesia. Pria kelahiran Jakarta, 1992 itu memilih hijrah hingga melepaskan status kewarganegaraannya karena kecewa gagal masuk Pelatnas PBSI, sekitar tahun 2016 silam. Sosok yang juga bermain di ganda putra ini mafhum dengan kegundahan Kilasu. Ia paham bagaimana rasanya bila gagal bertemu keluarga yang sudah ada di depan mata.

"Aku bisa membayangkannya. Dia berasal dari Thailand dan dia di Thailand sekarang dan tidak dapat bertemu orang tuanya. Saya dapat membayangkan jika ada turnamen di Indonesia, dan saya tidak dapat bertemu orang tua saya meskipun saya ada di sana - itu pasti sangat menyakitkan," tandas Jansen seakan mengkonfirmasi betapa berartinya tanah air beta (baca: saya) bagi setiap orang, tanpa terkecuali.

Keep strong Kilasu! Vorwrts!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun