Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenangan Natal dalam Sepotong Lagu

25 Desember 2020   23:06 Diperbarui: 25 Desember 2020   23:07 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi yang menggambarkan semarak Natal di tengah situasi pandemi Covid-19/Rudy and Peter Skitterians/Pixabay 

Jauh di dusun yang kecil

Di situ rumahku

Lama sudah kutinggalkan

Aku rindu

......

Demikian petikan bait pertama lagu "Kenangan Natal di Dusun Kecil" yang selalu didengar saban tahun. Lagu itu dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Charles Hutagalung. Meski sang penyanyi, sekaligus vokalis grup legendaris The Mery's itu telah tiada, lagu tersebut tetap terwariskan dari tahun ke tahun. Kala Natal tiba. Hingga Natal tahun ini.

Suara sang penyanyi memang enak didengar. Melodi pun mengalun lembut. Lebih dari itu, syairnya begitu mengena di sanubari dan menyentuh perasaan. Kata-katanya menyayat hati, serentak membangkitkan memori akan indahnya perayaan Natal di dusun kecil.

Bagi sebagian atau banyak orang yang pernah merasakan Natal di kampung halaman, lagu di atas bisa membangkitkan kembali kenangan masa lalu. Kampung terpencil bisa berubah semarak saat Natal tiba. Sebuah dusun sepi bisa bergairah saat Natal datang.

Orang berbondong-bondong ke Gereja dengan penuh ceria. Mereka berlomba-lomba untuk mendapat tempat strategis di tempat ibadah. Dengan dandanan dan kostum terbaik, senyum semringah begitu mengembang.

Gereja penuh sesak. Umat sampai meluber ke mana-mana. Mereka tidak kebagian tempat di dalam gedung gereja. Berada di pelataran, pun mengokupasi jalan umum tak jadi masalah.

Kampung dan dusun sontak begitu ramai. Tak semata-mata karena gerak laku orang-orang setempat. Kehadiran para perantau yang kembali pulang turut mengubah suasana. Menjadi lebih hidup.

Perayaan berlanjut setelah ritus di gereja. Salam-salaman, hingga saling kunjung mengunjungi. Hidangan terbaik disajikan. Derai tawa membuncah. Tidak sedikit yang menambah suasana dengan memainkan meriam bambu. Meski hanya diterangi nyala lilin atau lentera sekalipun.

Pengalaman demikian tentu akan terus membekas. Mengisi salah satu bagian dari lembaran-lembaran kenangan yang akan kembali dibuka saat Natal tiba. Apalagi bagi para perantau, yang telah lama meninggalkan kampung.

Yang telah lama meninggalkan kampung halaman, perasaan rindu begitu mengharu-biru. Persis seperti pembuka lagu Charles Hutagalung itu.

Lama sudah kutinggalkan
aku rindu...
Tahun-tahun tlah berlalu
menambah rinduku..

Menahan rindu

Entah mengapa Natal di kampung selalu berkesan. Rasa rindu untuk kembali pulang selalu memanggil. Ya, kampung bukan sekadar kampung halaman. Itulah tempat kita mengawali kehidupan, merajut tenunan pengalaman masa kecil. Itulah locus yang mendekatkan kita dengan orang-orang terdekat.

Bagaimaan dengan Natal kali ini? Aku tak bisa pulang. Sudah bertahun-tahun tak merasakan lagi suasana itu. Persis yang diguratkan Charles Hutagalung. Kondisi dunia yang sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19 menjadi alasan kuat lainnya untuk tetap bertahan di kota.

Bagaimana natalku di kota tahun ini? Seperti tahun-tahun sebelumnya, jauh dari sanak keluarga adalah kesedihan tersendiri. Tantangan yang harus ditaklukkan dengan susah payah. Coba ditawar dengan berbagi kabar, pesan, hingga video penghiburan. Tetap saja tak afdol. Entah mengapa.

 Seperti tempat-tempat lain di kota-kota besar, perayaan Natal tahun ini tetap dalam suasana kehati-hatian. Ibadah dan perayaan di Gereja tetap digelar, tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

 Angka penderita tiap hari masih mengkhawatirkan. Potensi penularan Covid-19 masih sangat tinggi. Gereja, begitu juga tempat-tempat ibadah lainnya masih berpotensi menjadi klaster baru. Untuk itu perayaan Natal tahun ini berlangsung dalam suasana yang tak biasa. Bila tahun-tahun sebelumnya jemaat akan berbondong-bondong ke Gereja, tidak demikian tahun ini.

Perayaan ibadat digelar dalam dua cara. Tatap muka (offline) dan secara online atau via Live Streaming. Situasi saat ini membuat lebih banyak orang harus mengambil cara kedua. Tidak terkecuali aku.

Ilustrasi mengikuti perayaan Natal melalui Live Streaming di rumah/ TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Ilustrasi mengikuti perayaan Natal melalui Live Streaming di rumah/ TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO

Umat yang datang ke Gereja wajib mematuhi standar kesehatan tanpa kompromi. Prosedur 3M ditegakan tanpa pandang bulu. Wajib menjaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, situasi ini membuat kapasitas umat di gereja menurun drastis. Kapasitas bangku hanya terisi 20 persen. Bisa dimaklumi dan memang demikian seharusnya. Ada jarak antara satu sama lain.

Satu bangku panjang di gereja yang bisa ditempati enam sampai tujuh orang, kini hanya dipersilahkan untuk diisi maksimal tiga orang. Di antara ketiga orang itu dipisah oleh tanda silang untuk mempertegas awasan: jaga jarak.

Tidak sampai di situ. Yang diperkenankan ke Gereja hanya dalam keadaan sehat. Dianjurkan hanya yang berusia 18-59 tahun. Itupun harus mendaftar terlebih dahulu via website. Dengan kapasitas terbatas, tidak semua pendaftar itu akan mendapat nomor kursi.

Penerapan protokol kesehatan di Gereja/ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj 
Penerapan protokol kesehatan di Gereja/ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj 

Tidak hanya jemaat, petugas dan pelayan kebaktian pun harus dalam keadaan sehat. Durasi perayaan sedikit dipercepat. Dekorasi dan hiasan di gedung gereja diatur sedemikian rupa agar mudah dipasang dan dibongkar. Usai perayaan, penyemprotan disinfektan akan dilakukan di seluruh ruangan gereja. Semua itu dilakukan untuk memastikan para pihat terlibat dan lingkungan steril.

Patut diakui merayakan momen besar keagamaan dengan cara yang tidak biasa akan mendatangkan kesan tersendiri. Natal bukanlah Natal bila dirayakan dalam kewaspadaan tingkat tinggi dan kesepian yang direkayasa demi dan atas nama kesehatan.

Bisa merayakan Natal di Gereja tentu sebuah kesenangan batin tersendiri. Ada kepuasan tersendiri usai meninggalkan gedung Gereja. Bisa dibayangkan suasana batin bila harus menahan diri. Dalam situasi penuh kecemasan akan pandemi Covid-19 yang masih merajalela,  kekurangan tersebut bisa dipahami.

Hanya saja tetap ada yang mengganjal. Rasa rindu semakin berlipat ganda. Tidak hanya pada gereja, tapi juga pada kampung halaman. Saat mendengar lagi "Kenangan Natal di Dusun Kecil" kian terdengar lirih dan menyayat hati. Aku hanya bisa menerima sambil menahan hasrat pada sepotong lagu Natal:

Ku ingin mengulang lagi
Kenangan masa kecilku
Kenangan hari natal yang bahagia
Kunyalakan lilin-lilin
Kunyalakan lenteraku
Kenangan natal di dusun yang kecil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun