Ada satu hal menarik dari debat kedua Capres 2019 pada Minggu, 17 Februari 2019 malam lalu. Calon Presiden 02, Prabowo Subianto melancarkan kritik terkait proyek infrastruktur yang dibuat pada masa pemerintahan Joko Widodo.
"Tim Pak Jokowi bekerjanya kurang efisien, banyak infrastruktur dikerjakan dengan grusa-grusu tanpa feasibility study yang benar. Akibatnya, banyak proyek infrastruktur yang tidak efisien, rugi," demikian kata Prabowo.
Ketua Umum Partai Gerindra itu memberikan beberapa contoh. Dua di antaranya adalah proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang dan Bandara Internasional Kertajati, Jawa Barat. Prabowo menilai proyek-proyek itu belum memberikan dampak berarti. Yang terjadi saat ini adalah animo masyarakat yang minim. Tidak hanya sepi penumpang, kedua proyek itu pun berpotensi menjadi monumen belaka.
Apa yang dikatakan Prabowo tidak sepenuhnya keliru. Terkait LRT Palembang misalnya. Sejak dibuka secara komersial per Oktober 2018, keberadaannya memang belum cukup dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, menyebut jumlah penumpang LRT Palembang pada hari kerja berkisar di angka 3.000-4.000 penumpang. Jumlah tersebut meningkat hingga 8.000 orang pada akhir pekan. Namun angka tersebut masih jauh dari target yakni 30.000 penumpang per hari. Â
Menjawab kritik Prabowo ini, pria asal Solo itu mengatakan semua proyek infrastruktur yang dikerjakan sudah melewati uji kelayakan. Tidak hanya soal kualitas tetapi juga proyeksi penggunaannya.
Menyitir Jokowi, bila saat ini LRT Palembang masih sepi penumpang, lambat laun jumlahnya bakal bertambah seiring kesadaran masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi menuju transportasi masal. "Pengalaman saya mempelajari dari negara lain butuh 10-20 tahun," tandas Jokowi.
Bahkan negara tetangga terdekat, Singapura, butuh waktu jauh lebih lama dari yang dicontohkan Jokowi. Singapura memerlukan 50 tahun untuk membenahi transportasi umum menjadi secanggih dan sebagus saat ini. Tentu dengan demikian masyarakat atau penggunanya menjadi sangat antusias, begitu akrab dan menjadi sangat bergantung dengan moda transportasi umum.
Apa kabar LRT Jabodebek?
Demikian pertanyaan yang mengemuka usai debat tersebut di tengah proses pembangunan moda transportasi serupa di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Sudah banyak informasi yang terpublikasi terkait proyek pembangunan LRT Jabodebek. Selain itu, warga Jakarta dan sekitarnya pun bisa melihat proses pembangunan yang hingga kini masih berlangsung.
Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk "Pembangunan LRT Jabodebek dan Sumsel untuk Siapa?" pada Rabu, 13 Februari 2019 lalu menambah informasi dan menyingkap banyak hal. Bertempat di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta Barat, acara yang digagas oleh Harian Warta Kota, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan Kompasiana itu, dihadiri sejumlah narasumber terkait.
Mereka adalah Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri; Vice President PMO Operation LRT Jabodebek, Iwan Eka; Direktur Operasi II PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Pundjung Setya Brata; Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno; dan Pengamat Perkotaan dari Universitas Tri Sakti, Nirwono Joga.
Acara sejak sore hingga menjelang malam itu mengupas banyak hal. Sejauh mana progress pembangunan, kapan mulai beroperasi, seberapa besar daya angkut, bagaimana jam operasional, siapa yang mengoperasikan, fasilitas apa yang akan tersedia, hingga besaran tarif. Tidak terkecuali masukan dari para peserta di antaranya fasilitas dan pelayanan yang ramah disabilitas, hingga ketersediaan moda tersebut untuk penduduk yang tinggal atau berdomisili di Tangerang.
Patut diakui pembangunan moda transportasi umum di Indonesia cukup terlambat dibanding negara-negara lain. Hal ini diakui oleh Zulfikri dengan menyebut durasi keterlambatan Indonesia dibanding negara-negara lain mencapai 26 tahun. Siapa saja yang sudah beranjangsana, jangankan ke Eropa dan Amerika Serikat, cukuplah ke Singapura, pun akan mengamini hal tersebut.
Selama hari kerja saya adalah satu dari ribuan warga yang menggunakan layanan KRL Commuter Line. Saya bersyukur bisa menikmati transportasi yang cepat dan tepat waktu. Sayangnya, volume penumpang masih tak sebanding dengan ketersediaan rangkaian kereta. Tak heran saat jam-jam sibuk, entah pergi atau pulang, para penumpang seperti bergulat dengan sesama untuk mendapat ruang di dalam kereta.
Idealnya, kata Zulfikri, sebuah kota dengan tingkat kepadatan penduduk di atas satu juta jiwa, memiliki angkutan transportasi massal seperti LRT dan MRT (Mass Rapid Transit). Itulah mengapa mengandalkan KRL, Transjakarta, Kopaja hingga mikrolet di ibu kota belum cukup memenuhi kebutuhan transportasi.
Pengerjaan tak mudah
Pembangunan LRT Jabodebek fase I membentang dari Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, lantas Cawang-Kuningan-Dukuh Atas dengan panjang keseluruhan mencapai 44,3 kilometer. Proyek ini dikerjakan oleh PT Adhi Karya Tbk.
"Cawang-Cibubur 78,4 persen, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas 46,1 persen, dan Cawang-Bekasi Timur 52,7 persen," beber Pundjung.
Sebenarnya waktu pengoperasian bisa lebih cepat. Hanya saja terkendala pembebasan lahan, terutama untuk pembangunan depo di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Ditambah lagi, demikian Pundjung, "Idealnya pembangunan depo membutuhkan waktu paling cepat 1,5 tahun."
Sebagai informasi, pembangunan prasarana dan sarana LRT Jabodebek meliputi sejumlah lingkup pekerjaan mulai dari pengerjaan jalur, pengerjaan stasiun, fasilitas operasi dan trackwork, hingga depo dan OCC (Operation Control Centre). Tak heran bila membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menikmatinya.
Seperti diutarakan Pundjung perbedaan itu di antaranya pada spesifikasi kereta. LRT Jabodebek menggunakan sistem operasi otomatis, berbeda dengan LRT Palembang yang dioperasikan secara manual dan sepenuhnya dikendalikan masinis. Meski begitu, kata Pundjung, "Seluruh jenis LRT menggunakan sistem kelistrikan bawah, berbeda dengan commuter line yang menggunakan sistem kelistrikan dari atas."
Pengoperasian LRT Jabodebek akan diserahkan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero. Pengoperasian, perawatan, hingga pengusahaan diemban oleh Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api itu.
Kehadiran LRT Jabodebek jelas sangat dinanti para pengguna. Selain menambah alternatif moda transportasi, LRT menjadi primadona karena lebih sedikit mengonsumsi waktu. Selain itu, lebih efisien karena bisa mengangut banyak penumpang dalam sekali perjalanan dengan tanpa ada hambatan berarti, selain waktu pemberhentian di setiap stasiun.
Iwan Eka mengatakan LRT Jabodebek tahap 1 akan melayani 430 perjalanan dengan melintasi 17 stasiun, terdiri dari 16 stasiun tipikal dan satu stasiun transit. Akan disediakan 31 rangkaian kereta masing-masing terdiri dari enam gerbong. Sekali jalan bisa mengangkut hingga 1308 penumpang dengan jarak perjalanan antar rangkaian dari tiga hingga enam menit.
Penggunaan LRT akan sangat memangkas waktu tempuh yang semula bisa sampai berjam-jam. Sebagai contoh, perjalanan dari Cibubur hingga Dukuh Atas hanya dibutuhkan waktu 39 menit. Perjalanan dari Cawang hingga Dukuh Atas hanya menghabiskan 21 menit.
Untuk menikmati layanan LRT pengguna hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 12.000, setelah disubsidi pemerintah dari angka Rp 40-an ribuan.
Terkait jam operasional, LRT akan beroperasi sejak pukul 04.00 WIB hingga menjelang tengah malam, tepatnya pukul 23.00 WIB. Pengoperasian LRT belum bisa dilakukan selama 24 jam. Butuh waktu khusus untuk pemeliharaan agar penggunaan LRT terhindar dari kendala.
Sarana dan prasarana pendukung akan dibuat selengkap mungkin, termasuk mengupayakan agar ramah disabilitas dan kelompok berkebutuhan khusus, mulai dari lift, tangga, hingga fasilitas publik lainnya seperti toilet, ruang laktasi, pun mushola. Stasiun pun didesain ramah lingkungan, laiknya bangunan futuristik.Â
Seperti dikatakan Zulfikri, LRT akan diintegrasikan dengan layanan transportasi massal lainnya seperti bus transjakarta dan tersambung dengan Jembatan Penyebrangan Orang (JPO). Stasiun LRT akan menjadi Kawasan Berorientasi Transit (TOD).
Sebagaimana kata Zulfikri, kehadiran LRT diharapkan akan membawa warna baru dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi, ia bisa mengubah pola bertransportasi masyarakat ibu kota dari penggunaan kendaraan pribadi kepada moda transportasi massal.
Di sisi lain, kehadirannya akan ikut membentuk budaya masyarakat menjadi lebih disiplin dan teratur. Masyarakat akan lebih menghargai budaya antre dan beralih dari pembayaran tunai ke non-tunai. Tidak sampai di situ, masyarakat diharapkan menjadi lebih menghargai fasilitas publik dengan menjaga dan menjauhkannya dari aksi vandalisme.
Kita masih mendapati orang yang suka serobot di loket karcis, berebutan saat hendak masuk dan turun dari kendaraan atau kereta, hingga sesuka hati mengambil tempat yang khusus diperuntukan bagi lansia, ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok berkebutuhan khusus.
Dengan demikian apa yang ditakutkan Prabowo bahwa moda transportasi canggih dan berbiaya mahal itu akan menjadi monumen belaka tidak sampai terwujud. Sebaliknya, kehadirannya bakal menjadi tonggak baru dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju dan beradab.
Mari menanti bulan April. April tahun ini kita Pemilu, April dua tahun mendatang kita nge-LRT!