Nando berharap langkah yang ditempuh menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi dari setiap komoditi pertanian dan perkebunan. Sejauh ini hasil alam Flores dijual dalam bentuk mentah, bukan berupa produk turunan atau olahan dengan nilai yang lebih tinggi.
Lebih dari itu apa yang dilakukan RMC diharapkan bisa menginspirasi kaum muda di desa-desa lain di NTT umumnya dan di Flores khususnya. Saatnya kaum muda bergerak mulai dari desa dan kampung halaman sendiri.
"Petani adalah masa depan dan Flores ini tanah yang menghasilkan. Karena itu harus banyak orang muda mencintai pertanian dan kembali ke kampung."
Apa yang dilakukan RMC sudah mendapat perhatian luas. RMC pernah diundang ke sejumlah event baik lokal maupun internasional.
 RMC menjadi utusan Indonesia dalam workshop yang diselenggarakan oleh YSEALI (Young South East Asean Leadership Inisiative) di Hanoi, Vietnam. Ajang yang diikuti 80 peserta dari 10 negara ASEAN ini, perwakilan RMC didaulat sebagai "The Best Participants on Active and Networking."Â
RMC diikutsertakan dalam Asian Youth Academy (AYA)/Asian Theology Forum(ATF) 2018 di Manila, Filipana pada Agustus 2018. Tiga bulan sebelum itu, RMC terlibat pada event Seoul Internasional Handmade Fair di Korea Selatan.
 Sejak awal Oktober hingga November, utusan RMC mengikuti programYSEALI Academic Fellowship di Brown University, Amerika Serikat.
Terkini berkolaborasi dengan alumni YSEALI dan Kedutaan Amerika serta pemerintah dan berbagai organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat, RMC akan menyelenggarakan workshop bertema "Keterlibatan Kaula Muda dalam Kewirausahaan Sosial Pedesaan."
Dialog interaktif, talkshow, sharing sessioan hingga kunjungan lapangan akan mengisi kegiatan sejak 14 hingga 16 Desember di sejumlah tempat di Kabupaten Ende. Kuota hingga 100 orang terbuka untuk seluruh kaum muda di NTT yang nantinya akan diseleksi menjadi 40 peserta untuk mengikuti Traning of Tranier, Mentorship Program dan Festival/Exibitions.