Sosok yang menjabat sebagai External Communication Manager Pertamina itu menceritakan bagaimana perjuangan Pertamina untuk mencapai lokasi dan menghidupkan energi di sana. Perjuangan itu dimulai pada 30 September, atau dua hari setelah kejadian dengan diawali pembentukan crisis center untuk komunikasi dan koordinasi.
Tidak mudah memasuki wilayah dengan akses yang berantakan. Tim Pertamina MOR VII baru bisa merapat di Pelabuhan Pantoloan, Palu pada 2 Oktober setelah berlayar lebih dari 30 jam dari Makassar. Di bawah pimpinan Region Manager Marine VII, Adytia Setyawan bersama 15 petugas mereka fokus memperbaiki Terminal BBM Donggala.
"Tiga direktur kami bahkan langsung berkantor di sana," tandas Arya.
Perlahan-lahan perbaikan demi perbaikan dilakukan. Â Tidak hanya memperbaiki terminal BBM, Pertamina pun mengirim BBM dan LPG menggunakan berbagai moda transportasi baik darat, laut maupun udara. Salah satunya melalui kapal tanker melalui jalur laut dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sebanyak 11 juta liter BBM terkirim sejak 3 hingga 5 Oktober 2018. Hingga 12 Oktober total 89 juta liter BBM industri tersalurkan untuk Sulawesi Tengah. Solar sebanyak 4.000 liter disalurkan melalui air tractor.
Sejak 1 Oktober pesawat itu memainkan peran untuk menyalurkan solar dengan prioritas kebutuhan PLN dan operasional evakuasi korban. Pesawat yang diterbangkan dari Tarakan, Kalimantan Utara menjembatani putusnya rantai distribusi akibat putusnya akses.
Sebanyak 16 mobil tangki BBM dan satu mobil tangki avtur berikut 34 awak mobil tangki diberangkatkan dari Jakarta dan Balikpapan. Tidak cukup sampai di situ. Untuk mempercepat distribusi energi, Pertamina pun menyediakan SPBU portable dengan mesin engkol berjumlah 41 buah dan mobile dispenser.
"Jangankan hatimu, SPBU-pun kita (baca Pertamina) terbangkan," ungkap Arya untuk menggambarkan totalitas Pertamina dalam mendistribusikan semua kebutuhan penyaluran BBM. Semua kebutuhan hingga yang terkecil diterbangkan dari luar daerah.