Saat ini perhatian pencinta bulu tangkis dunia sedang tertuju ke Nanjing Olympic Sports Centre. Ya, di tempat yang dulu dieja Nanking itu sedang berlangsung Kejuaraan Dunia 2018. Selama sepekan ini sejak 30 Juli, Jiangsu, ibu kota salah satu provinsi di China menghelat turnamen bulu tangkis level satu.
Para pemain terbaik dunia di setiap nomor bertarung meraih predikat juara dunia di daerah yang terleat di selatan Sungai Yangtze itu. Tak terkecuali Indonesia. Dari sekitar 17 pemain yang dikirim, Indonesia menargetkan sedikitnya satu gelar juara.
Target tersebut tentu tidak ditujukkan kepada sektor tunggal, baik butra maupun putri. Di tunggal putra misalnya, selain sumberdaya yang tak bisa diandalkan, fakta terbaru, para pemain yang dikirim dari pelatnas Cipayung sudah angkat koper. Dua pemain tunggal putra andalan Indonesia, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting rontok di babak awal.
Dimulai dari Jojo, sapaan Jonatan Christie pada Selasa, 31 Juli kemarin. Unggulan 13 ini menyerah dari pemain Malaysia, Daren Liew di babak pertama. Jojo kalah dua game langsung, 12-21 dan 16-21 dalam tempo 34 menit dari pemain non unggulan itu. Kekalahan ini cukup disayangkan. Jojo gagal melanjutkan tren positif di pertemuan pertama di Malaysia Open 2018. Saat itu pemain berperingkat 15 dunia menang 21-18 dan 21-17.
Pertemuan terakhir Ginting dan Tsuneyama terjadi di Youth Olympic 2014. Saat itu Anthony menang rubber game, 21-8, 14-21, 21-12. Menariknya, kemenangan di pertemuan terakhir itu terjadi di Nanjing. Ternyata kemenangan di level junior tak menggaransi di tingkat senior.
Tommy yang merupakan pemain nonpelatnas takluk dari Hans Kristian Vittinghus. Kemenangan mudah atas Kalle Koljoben dari Finlandia di babak pertama, 21-16 dan 21-14, gagal berlanjut di babak kedua. Tommy yang menjadi unggulan ke-15 kalah 14-21 dan 15-21 dari pemain asal Denmark itu. Ini menjadi kemenagnan pertama pemain 32 tahun itu setelah dalam tiga pertemuan selalu kalah dari putra mantan pebulutangkis nasional, Icuk Sugiarto itu.
Tersingkirnya para pemain Indonesia itu jelas mengecewakan. Di satu sisi ketiganya menyandang status unggulan. Harapan kita mereka bisa berbicara banyak setidaknya bisa sampai babak 16 besar. Di sisi lain, dari hasil undian langkah mereka menuju babak lanjutan terbuka lebar. Sayangnya hasil di lapangan berkata lain.
Nasib mereka tak seperti Ygor Coelho. Pemain dari negara yang tak memiliki tradisi bulu tangkis, Brasil, sukses memberi kejutan. Di babak pertama, pemain berperingkat 39 dunia memulangkan Wong Wi Ki yang memutuskan mundur dalam kedudukan 22-20, 19-21 dan 11-4. Selanjutnya ia membuat unggulan wakil India, Prannoy HS tak berkutik. Unggulan 11 itu takluk 8-21, 21-16 dan 21-15 dari Coelho.
Kurang dari satu bulan, Jojo dan Ginting akan tampil di Asian Games 2018. Keduanya memperkuat armada tuan rumah yang beranggotakan 20 pemain. Ginting dan Jojo akan turun di dua nomor yakni nomor beregu dan tunggal.
Pertanyaan besar, apakah kedua pemain ini mampu bangkit dan mengukir prestasi di Istora, tempat cabang olahraga tersebut dipertandingkan pada 19-28 Agustus mendatang?
Kembali dari China, kedua pemain itu hanya memiliki waktu persiapan yang singkat. Latihan dan perbaikan menyusul evaluasi mendasar jelas membutuhkan waktu lebih untuk kembali ke level permainan terbaik.
Hemat saya, kedua pemain ini hanya perlu suntikan mental. Secara teknik, kedua pemain ini cukup istimewa. Begitu juga dengan rekan sepelatnas lainnya seperti Ihsan Maulana Mustofa. Sempat dielu-elukan menyusul kejutan demi kejutan yang pernah dilakukan di lapangan pertandingan, ternyata tak berlangsung lama. Teknik mereka yang sempat mencuri perhatian ternyata berlangsung sesaat.
Grafik penampilan mereka seperti "roller coaster." Konsistensi masih menjadi hambatan terbesar. Saat tertentu mereka mampu mencuri perhatian karena bermain ciamik, namun perubahan bisa terjadi begitu cepat tidak hanya dalam rentang turnamen tetapi pertandingan.
Persoalan konsistensi itu juga termanifestasi di setiap pertandingan. Kekalahan yang hampir selalu membayang mereka cukup disesali, apalagi melihat jalannya pertandingan. Mereka mampu mengimbangi bahkan mengungguli lawan dengan jarak skor yang jauh. Namun tidak sedikit terjadi momen menyesakkan ketika keunggulan itu tidak berakhir klimaks. Lawan mampu mengejar dan balik menikung untuk mengunci kemenangan. Penonton mana tidak menepuk dada bila kemenangan di depan mata tiba-tiba melayang begitu saja?
Sementara itu ketika tertinggal, mereka cukup kesulitan untuk bangkit. Bukannya terbakar semangat untuk mengejar ketertinggalan, tidak sedikit mereka terlihat bingung dan mati kutu. Kekalahan seperti tinggal menunggu waktu saja.
Lantas, apa yang harus mereka lakukan? Perubahan pertama dan utama harus dari pemain bersangkutan. Namun mengharapkan, apalagi menyalahkan mereka jelas bukan sikap bijak. Fasilitas yang tersedia termasuk ketersediaan tim pelatih adalah bagian dari upaya membantu para pemain.
Para pelatih harus memberikan suntikan semangat dan kepercayaan diri. Harus dicarikan cara untuk menjaga konsistensi dan konsentrasi mereka. Harapannya agar mereka tidak lagi cepat lepas kendali dan lekas kehilangan fokus.
Bagaimana bila PR demi PR yang ada tak juga terselesaikan? PBSI dan para pelatih patut bertanggung jawab. Tidak hanya pemain yang dievaluasi. Bila merasa tak sanggup tidak ada salahnya berkata cukup, memberi tempat kepada pelatih lain yang sekiranya memiliki formula dan sentuhan tersendiri untuk menyelesaikan persoalan. Dibutuhkan cara dan strategi berbeda untuk menyuntikkan motivasi dan instruksi kepada mereka.
Hal ini patut diangkat mengingat penampilan Jojo dan Ginting sama sekali tak menggembirakan di Kejuaraan Dunia. Padahal keduanya sengaja melewatkan Thailand Open dan Singapore Open agar lebih fokus dan siap menghadapi Kejuaraan Dunia. Tetapi hasilnya tak sesuai harapan.
Semua itu diraih dengan kerja keras, di samping kualitas dan skill yang memang mumpuni. Kurang dari setahun Momota telah kembali ke jalur positif. Bahkan kini ia menjadi kandidat terkuat untuk berada di puncak rangking dunia. Termasuk memenangkan gelar Kejuaraan Dunia yang akan membuatnya makin percaya diri untuk meraih medali emas Asian Games.
Sulit bagi para Jojo dan Ginting untuk mengimbangi Momota saat ini. Selain membutuhkan keuletan tingkat tinggi dan fisik prima, mereka juga harus memiliki senjata mematikan untuk menyerang titik lemah Momota. Bila tidak, Momota hanya akan mendapat saingan dari para pemain China, setelah Lee Chong Wei sudah lebih dulu lempar handuk, termasuk di Kejuaraan Dunia.
Selain peluang medali Asian Games benar-benar lepas dari sektor ini, masa depan mereka juga semakin mengkhawatirkan. Bila tidak ada evaluasi mendasar dari segala sisi, perjalanan karier mereka bisa seperti rekan seangkatan yang kini namanya mulai tak terdengar lagi, Ihsan Maulana Mustafa. Bisa lebih parah lagi seperti Firman Abdul Kholik yang masih menjadi langganan turnamen level bawah.
Oh ya, di tengah kabar buruk ini, penggemar bulu tangkis di tanah air sedikit bernapas lega. Setelah menanti televisi swasta nasional yang tak kunjung memberikan harapan, akhirnya Televisi Republik Indonesia (TVRI) tampil sebagai penyelamat.
Sebagaimana terpublikasi di akun twitter resminya, TVRI akan menghadirkan sepak terjang wakil Indonesia tersisa sejak Kamis, 2 Agustus hingga partai final pada Minggu, 5 Agustus nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H