Â
Turnamen bulu tangkis level satu, Kejuaraan Dunia akan menjadi turnamen terakhir bagi para pebulutangkis terbaik Asia sebelum tampil di Asian Games 2018. Setelah turnamen yang bernama lengkap BWF World Championships di Nanjing, China, 30 Juli hingga 5 Agustus masih ada satu turnamen lagi sebelum bulu tangkis dipertandingkan di Asian Games.
Waktu penyelenggaraan turnamen Vietnam Open terlalu berdekatan dengan pertandingan Asian Games yang dimulai pada 19 Agustus hingga 2 September. Selain itu, turnamen level enam ini bukan kelasnya para pemain top Asia. Para jagoan tentu lebih memilih fokus ke Asian Games ketimbang bertarung di turnamen Super100 yang dimulai pada 7 hingga 12 Agustus mendatang.
Dengan demikian Kejuaraan Dunia ini adalah kesempatan terakhir bagi para pemain Asia untuk mengukur sejauh mana persiapan menuju Asian Games. Kecuali Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang absen di Kejuaraan Dunia, juga Lee Chong Wei yang mundur dari dua turnamen mayor itu, hampir semua jagoan Asia ambil bagian di turnamen selevel Piala Sudirman, Piala Thomas dan Uber serta Olimpiade itu. Keterlibatan para pemain terbaik menjadi momentum pemetaan menuju perebutan medali tingkat Asia di Istora, Senayan, Jakarta.
Minus Tontowi dan Liliyana, PBSI hanya menargetkan satu gelar juara di China. Tentu harapan terbesar diberikan kepada Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya. Selain ganda putra nomor satu dunia, PBSI mengharapkan pasangan ganda putri, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu bisa berbicara banyak. Begitu juga Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara Haris, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, Anthony Ginting dan Jonatan Christie mampu membuat kejutan.
Di atas kertas, dari sekitar 29 pemain yang tampil di China, target satu gelar juara cukup realistis. Mengharapkan The Minions untuk menjaga nama Indonesia juga tak berlebihan. Di satu sisi, The Minions adalah pasangan yang paling siap dari segala sisi ketika dihadapkan dengan sesama wakil Indonesia.
Patut diakui undian Kejuaraan Dunia sama kurang menguntungkan bagi Indonesia seperti Indonesia Open Super1000 sebelumnya. Sebagian besar pasangan Indonesia berada di pul atas sehingga berpotensi saling "bunuh" di babak-babak awal. Berry Angriawan/Hardianto dan Wahyu Nayaka/Ade Yusuf misalnya, bakal saling jegal di babak kedua.
Begitu juga satu dari dua pasangan yang diharapkan bisa sama-sama berbicara banyak yakni Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan The Minions harus pulang bila mampu melangkah hingga perempat final.
Di sisi lain, The Minions pun masih lebih menonjol bila dihadapkan dengan para jagoan dari negara lain. Dominasi yang ditunjukkan selama satu-dua tahun terakhir bakal ditegaskan di Nanjing. Ditambah lagi pasangan ini gagal menjadi juara dunia tahun lalu. Modal empat gelar dari lima turnamen tahun ini membakar semangat mereka untuk menjadi lebih baik dari Mohammad Ahsan dan Rian Agung Saputro yang hanya menjadi finalis edisi sebelumnya di Glasgow, Skotlandia.
Jalan The Minions menuju tangga prestasi bakal sulit. Mereka akan menghadapi sederet pasangan kuat seperti Han Chengkai/Zhou Haodong  asal China di babak kedua; pasangan Rusia, Vladimir Ivanov / Ivan Sozonov, hingga Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dari Jepang atau Fajar Alfian/Rian Ardianto di delapan besar.
Bila mampu melewati hadangan ini, The Minions akan dihadapkan dengan unggulan lain dari pul bawah. Ada Liu Chen dan Zhang Nan, pasangan China yang berstatus juara bertahan. Performa mereka memang kurang konsiten tahun ini. Namun Zhang memiliki catatan bagus ketika tampil di turnamen utama seperti Kejuaraan Dunia dan Olimpiade sejak 2011.
Tak kalah menakutkan adalah Mathias Boe/Carsten Mogensen dari Denmark, Chen Hung Ling/Wang Chi-Lin dari Taiwan serta Takuto Inoue/Yuki Kaneko asal Jepang. Boe dan Mogensen mengawali tahun ini dengan baik namun nasib buruk dituai di Malaysia dan Indonesia Open yang mana mereka tersingkir di babak pertama. Tentu pengalaman buruk tersebut memacu mereka untuk menjadi lebih baik.
Nama-nama seperti Lee Jhe-Huei / Lee Yang dari Taiwan, Goh V Shem / Tan Wee Kiong dari Malaysia serta Li Junhui / Liu Yuchen asal China serta pasangan-pasangan yang bisa menjadi kuda hitam seperti Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty dari India; Chris Langridge/Marcus Ellis asal Inggris, dan Ong Yew Sin/Teo Ee Yi dari Malaysia akan semakin meramaikan persaingan menuju tangga juara dunia.
Secara keseluruhan, selain Jepang, China masih menjadi lawan terberat Indonesia. Li/Liu misalnya memiliki musim yang baik setelah menjadi juara Asia dan membantu China ke final Piala Thomas. Meski pasangan jangkung ini memiliki rekor yang buruk menghadapi The Minions, Negeri Tirai Bambu masih memiliki sejumlah peluru dalam diri Zhang/Liu, Han Chengkai/Zhou Haodong dan He Jiting/Tan Qiang. Yang memenangkan pertarungan ini, dialah yang berpeluang kembali merebut kejayaan di Istoran.
Kepungan Jepang
Jepang adalah negara yang perlahan tetapi pasti menggerus dominasi China di sektor ganda putri saat ini. Negara Samurai Biru memang gagal bersaing dengan China di Kejuaraan Dunia tahun lalu. Dan secara keseluruhan China adalah penguasa nomor ini dengan total 20 gelar dari 21 edisi sejak 1983.
Namun cerita berbeda di turnamen-turnamen lain. Kemunculan ganda putri seperti jamur di musim hujan membuat Jepang mampu mendominasi sebagian besar HSBC BWF World Tour tahun ini. Lebih dari separuh gelar juara menjadi milik Jepang. Tepatnya, delapan dari total 14 turnamen sejauh ini diboyong para pemain Jepang.
Selain Misaki Matsutomo dan Ayaka Takahashi, Jepang memiliki Yuki Fukushima dan Sayaka Hirota, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, dan Shiho Tanaka dan Koharu Yonemoto. Meski tak lagi menjadi pasangan nomor satu, jawara Olimpiade ini masih menakutkan. Pasangan senior ini tampil cukup konsisten tahun ini dengan meraih podium utama Indonesia Masters dan Malaysia Open, serta dua kali menjadi runner-up yakni Kejuaraan Asia dan Thailand Open.
Bila mampu melewati hadangan di babak awal, mantan pasangan nomor satu dunia ini berpotensi terlibat perang saudara dengan penerusnya, Matsumoto/Nagahara di babak ketiga. Kedua pasangan ini sudah dua kali bertemu, dengan hasil yang mengejutkan.
Sementara Yuki/Sayaka melejit bak meteor sejak awal 2017. Keduanya telah merebut tiga gelar di tahun ini yakni German Open, Kejuaraan Asia dan Indonesia Open Super1000. Shiho Tanaka dan Koharu Yonemoto adalah juara World Superseries Finals tahun lalu. Paceklik gelar tahun ini, termasuk dua kekalahan di babak pertama akan membakar semangat mereka untuk bersaing dengan rekan-rekan lainnya.
Mereka akan membentuk satu kesatuan untuk memutus dominasi China di Kejuaraan Dunia sejak 1995. Sekaligus menjadi yang kedua setelah pertama kali dan satu-satunya kesempatan pemain Jepan menjadi juara yakni di tahun 1977, tahun pertama Kejuaraan Dunia.
Lawan-lawan terberat Jepang masih dari sesama wilayah Asia Timur dengan China berada di urutan terdepan. Juara bertahan Chen Qingchen dan Jia Yifan, Huang Dongping/Li Wenmei serta Yu Xiaohan/Huang Yaqiong. Chen dan Jia tampil mengecewakan sepanjang tahun ini. Namun status unggulan pertama memotivasi mereka untuk tampil baik di hadapan publik sendiri.
Lee So Hee / Shin Seung Chan dari Korea, Jongkolphan Kititharakul dan Rawinda Prajongjai asal Thailand, Christinna Pedersen / Kamilla Rytter Juhl, dan Greysia/Apriani akan membuat langkah para pemain Jepang dan China tak mudah.
Pasangan yang disebutkan terakhir sedang dalam tren positif setelah tampil luar biasa di Thailand. Kemenangan sensasional atas Matsutomo dan Takahashi tidak hanya mengejutkan tetapi juga menebarkan alarm sebagai salah satu pesaing menuju podium tertinggi. Langkah pasangan terbaik Indonesia ini tidak akan mudah. Bila tak ada aral, mereka berpeluang bertemu juara bertahan di perempat final.
Sementara pasangan Indonesia lainnya, Della Destiara dan Rizki Amelia bila mampu mengamankan dua pertandingan pertama berpeluang menantang pasangan tuan rumah lainnya, Yu Xiaohan dan Huang Yaqiong. Hasil duel antara para pemain Asia ini sedikit banyak menggambarkan peluang mereka di Asian Games nanti.
Itulah pertanyaan yang ditujukkan kepada Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, Ronald Alexander/Annisa Saufika, Yantoni Edi Saputra/Marsheilla Gischa Islami menyusul absennya juara bertahan sekaligus senior mereka, Owi/Butet.
Mereka akan berjuang menghadapi sederet jagoan tuan rumah dan pasangan yang tengah bersinar di kubu Denmark, Jepang, dan Hong Kong. China akan tampil dengan unggulan teratas Zheng Siwei dan Huang Yaqiong.
Pasangan yang baru dipasangkan sejak akhir tahun lalu langsung mencuri perhatian dengan tiga gelar secara beruntun. Namun performa pasangan ini tidak kurang mencemaskan. Sepanjang tahun ini mereka baru memenangkan dua gelar dan dua kali menjadi runner-up dalam enam turnamen yang diikuti.
Mereka akan diuji oleh Hafiz Faizal dan Gloria Emanuelle Widjaja. Di atas kertas jelas unggulan teratas ini berpeluang lolos ke babak kedua. Namun mereka tidak bisa mengabaikan performa baik pasangan Indonesia itu di Thailand Open yang mampu mengalahkan pasangan kawaka nasal Inggris, Chris Adcock/Gabrielle Adcock di partai puncak.
Mathias Christiansen /Christinna Pedersen adalah jagoan Denmark di turnamen ini. Pasangan berbeda generasi ini merupakan kombinasi yang pas antara kematangan dan mental yang teruji serta semangat dan jiwa muda yang bergelora. Gelar India Open Super500 dan runner-up Kejuaraan Eropa menjadi modal penting untuk menempatkan pasangan ini sebagai lawan yang patut diwaspadai.
Keduanya berpeluang menghadapi Praveen Jordan dan Melati Daeva di babak ketiga. Pertandingan ini akan menarik. Praveen dan Melati yang merupakan finalis India Open akan berusaha menghentikan pasangan kidal ini untuk menghadapi pasangan senior Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di perempat final.
Pertarungan sengit bakal terjadi di pul bawah. Di sana bergabung para juara. Mulai dari Yuta Watanabe/Arisa Higashino yang merupakan juara All England, Wang Yilyu/Huang Dongping yang adalah juara Asia, serta juara Eropa, pasangan suami istri asal Inggris, Chris dan Gabrielle Adcock. Persaingan para juara ini semakin ketat dengan kehadiran pasangan muda tuan rumah, Dia Jiting/Du Yue.
Absennya Owi/Butet membuat Zheng Siwei dan Huang Yaqiong serta Wang Yilyu dan Huang Dongping sedikit bernapas lega. Wang dan Huang memenangkan gelar Asia mengalahkan Owi dan Buet. Meski bermain di hadapan pendukung sendiri, para pemain China tidak bisa menepikan Watanabe dan Higashino. Bila pasangan ini mampu mengulangi performa menakjubkan di Birmingham Arena tahun lalu maka bukan tidak mungkin mereka akan menorehkan sejarah di Nanjing.
Bagaimana sektor tunggal?
Tai Tzu Ying masih menjadi unggulan untuk meraih gelar tunggal putri. Pemain asal Taiwan ini telah mengoleksi lima dari enam turnamen yang diikuti. Meski Tai nyaris menjadi penguasai tunggal, Ratchanok Intanon dari Thailand, Nozomi Okuhara yang merupakan juara bertahan dari Jepang, Carolina Marin dari Spanyol serta andalan India, Pusarla V Sindhu, tetap menjadi ancaman. Namun Tai yang sudah meraih hampir semua gelar utama tur dunia, termotivasi untuk menambah koleksi gelar Kejuaraan Dunia dan Olimpiade yang belum mengisi lemari prestasinya.
Ia juga sukses membantu Jepang ke final Piala Thomas dengan mengalahkan Chen Long. Tak heran Momota menjadi salah satu pesaing untuk menjadi juara dunia. Absennya Chong Wei membuat Momota kini mengincar Axelsen, Chen Long, Lin Dan, Chou Tien Chen, Son Wan Ho (Korea) menuju tangga juara.
Bagaimana dengan para pemain Indonesia? Bersama pemain seperti Kenta Nishimoto (Jepang) dan Anders Antonsen (Denmark), Jonatan dan Anthony Ginting berpotensi menjadi kuda hitam. Namun performa yang kurang meyakinkan membuat keduanya harus bekerja eksta keras untuk bersaing dengan para jagoan. Apalagi ketika menghadapi Momota yang selalu berakhir dengan hasil minus.
Semoga semangat yang sama pun membakar para pemain muda Indonesia. Harus diakui Momota berada di jalur terdepan, tidak hanya untuk mengukir sejarah baru bagi Jepang di Kejuaraan Dunia tetapi juga dalam perebutan medali emas Asian Games. Mampukah pemain Indonesia membelokkan prediksi ini?
Oh ya, sejauh ini belum ada informasi terkait siaran langsung televisi swasta nasional. Semoga untuk menyaksikan event akbar ini kita tidak sampai harus mengandalkan streaming!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H