Bila kain jaring dan pewangi tak mempan, lalu apa? Itulah pertanyaan besar yang kini mengemuka menyusul sejumlah tindakan yang dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi bau tak sedap dari Kali Item. Namun hasilnya belum sesuai harapan. Aroma tak sedap masih tercium dari aliran kali yang juga bernama Kali Sentiong itu.
Hari H penyelenggaraan Asian Games yang sudah di depan mata membuat pemerintah kalang kabut. Tak ingin pamor tuan rumah ikut tercemar seperti bau busuk yang bakal mengganggu indra penciuman para atlet, ofisial dan tamu dari 44 negara. Pemerintah ibu kota tak ingin disorot bukan karena fasilitas dan sarana olahraga yang mentereng, melainkan tentang aliran air yang berada di dekat wisma atlet, tempat tinggal seluruh peserta di Kemayoran itu.
Sebelumnya pemerintah berinisiatif memasang kain jaring hitam sepanjang 689 meter untuk menutupi sejumlah ruas Kali Item agar tak terlihat langsung oleh para penghuni wisma atlet. Material yang disebut juga kain waring itu dibentang mulai dari jembatan Mato hingga jembatan Jubilee School. Bentangan selebar 20 hingga 30 meter itu ditopang sling baja untuk menahan beban sehingga kain tidak jatuh ke permukaan air.
Harapannya, pemandangan tak elok dari Kali Item tertutup. Warna hitam dan keruh tak terlihat pandangan mata para tamu. Sebagai gantinya, sebagaimana dimaksud pejabat pemerintah, bisa muncul kesan elok (?)
Namun kerja keras sekitar 16 pekerja yang selama beberapa hari berkutat dengan jaring-jaring itu seakan sia-sia. Usaha mereka tak mengurangi masalah. Itikad awal mengurangi proses penguapan dengan ditutup kain jaring malah brpotensi menimbulkan masalah baru.
Menurut pakar tata air dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, penutupan itu bisa memicu terjadinya ledakan yang disebabkan gas metana dari dalam Kali Item. Penjelasan ilmiahnya demikian. Badan air yang ditutup bisa membuat ruang di Kali Item tidak teraliri oksigen. Hal ini bisa menimbulkan dekomposisi material organik yang menghasilkan gas metana. Meski kain tersebut berlubang-lubang, gas metana tetap bisa timbul karena oksigen yang masuk masih terhambat.Â
Setelah misi kain waring gagal, pemerintah beralih ke cara lain. Kali ini dengan mencoba menyemprot cairan untuk mengurangi bau. Â Jenis dan kuantitas cairan tersebut masih dirahasiakan. Pastinya, lokasi penyemprotan adalah di sepanjang Jembatan Marto, Kemayoran, area sepanjang 700 meter yang sebelumnya telah dipasangi kain waring.
Tindakan ini kemudian mengundang beragam reaksi. Tidak sedikit dijadikan dagelan terutama pada penggunaan istilah pewangi. Sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan angkat bicara. Orang nomor satu di ibu kota itu mengatakan bahan yang digunaka itu adalah penghilang bau, bukan pewangi. Penghilang bau dimaksudkan untuk menetralisir aroma tak sedap itu.
Seperti ditegaskan Anies, penghilang bau dan pewangi itu beda! Sementara Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI, Teguh Hendrawan tak menampik bahan cairan tersebut disebut pewangi. Â
Polemik diksi yang berkembang ini semakin membuat Kali Item disorot. Tentu saja pemerintah DKI semakin berpacu dengan waktu agar maksud baik terselesaikan. Hitungan hari menuju kedatangan sekitar 15 ribu atlet dari berbagai penjuru Asia membuat persoalan Kali Item tidak bisa hanya bertumpu pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat pun telah mengulurkan bantuan. Melalui instansi terkait, telah diupayakan menggelontorkan air ke Kali Item dengan cara membuka pintu air Gang Kelor. Air yang berasal dari Bendungan Katulampa di Bogor mengalir melalui Kali Baru Timur hingga Kali Sentiong. Pada waktu bersamaan mengalihkan aliran air Kali Item ke Kali Sunter dengan cara dipompa. Dengan demikian debit air kotor yang masuk ke Kali Item berkurang.
Lalu apa?
Sebelumnya telah dilakukan upaya yang lebih mendasar dan masuk akal di antaranya dengan menggunakan teknologi "nano-bubble" dan aerator atau pompa udara. Namun usaha ini tak berjalan signifikan karena keterbatasan alat. Dibutuhkan lebih dari satu alat yang masing-masing berharga miliaran.
Bila waring seharga setengah miliar gagal dan pewangi yang masih misterius itu tak berhasil, apa lagi yang bisa diharapkan untuk menyelesaikan persoalan Kali Item. Sementara akar masalah tidak disentuh. Sebab dari mana aroma itu berasal tidak pernah ditelusuri dan ditindaklanjuti. Bukankah bau tak sedap itu disebabkan karena pencemaran? Dan pencemaran itu bisa datang dari berbagai sumber.
Pemerintah pernah menyalahkan produsen tempe yang beroperasi di sekitar Kali Item. Mereka disinyalir membuang limbah produksi ke Kali Item. Namun tudingan tersebut membuat para pengusaha berang. Mereka membantah dan malah merasa dijadikan kambing hitam. Menurut mereka sudah sejak zaman dahulu Kali Item seperti itu dan pemerintah sebelumnya tidak pernah menyasar mereka sebagai biang keladi. Malah sejumlah pengusaha mengatakan mereka tidak pernah membuang limbah tempe ke Kali Item. Sebaliknya, limbah tempe itu diendap untuk dijadikan pakan sapi.Â
Selain dari limbah industri (rumahan), pencemaran juga bisa datang dari limbah rumah tangga. Juga air yang berasal dari cucian dan aktivitas mandi-cuci-kakus, hingga limbah makanan, katering dan warung. Belum lagi dari keteledoran mengamankan berbagai sampah yang selesai dipakai dari bungkusan makanan, minuman, dan sebagainya. Semuanya adalah manifestasi dari perilaku tak tertib sampah. Apakah berbagai potensi pencemaran ini sudah diidentivikasi dan diambil tindakan?
Memang tidak mudah menyelesaikan persoalan Kali Item. Bau dan pemandangan tak sedap itu adalah puncak dari gunung es persoalan. Untuk menyelesaikannya dibutuhkan upaya terpadu yang membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Pemerintah boleh saja mendapatkan solusi terbaik untuk menghindari pemandangan tak sedap dan mengurangi bau busuk Kali Item selama Asian Games. Namun bila bangunan es persoalan tidak dirubuhkan maka masalah tersebut akan terus berlanjut.
Kebetulan persoalan ini mengemuka bertepatan dengan Asian Games. Dan Kali Item mengalir di sekitar Wisma Atlet. Kebetulan pula terjadi pada masa pemerintahan yang sekarang. Sehingga tak adil bila ujung masalah itu diarahkan ke wajah segelintir orang. Dan tak pantas pula bila persoalan Kali Item kemudian dikaitkan secara tak berdasar dengan anasir dan konteks lain.
Jangan sampai masalah Kali Item semakin hitam karena tindakan saling serang, polemik dangkal dan melempar tanggung jawab yang pada akhirnya semakin memperkeruh keadaan, alih-alih berkaca dan bertanya diri: apakah tertib sampah sudah menjadi bagian dari gaya hidup saya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H