Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Siapa Pahlawan dan Pecundang di Laga Spanyol Kontra Rusia?

2 Juli 2018   11:37 Diperbarui: 2 Juli 2018   12:05 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

If the world cup winner is decided by the number of passes instead of goal, Spain will be the champions since the first game. 

Petikan di atas saya sadur dari komentar seorang teman penggemar berat timnas Jerman. Tak lama setelah Der Panzer angkat kaki dari Piala Dunia 2018, ia menulis komentar tersebut di laman resmi facebook DFB, Federasi Sepak Bola Jerman.

Entah berapa banyak umpan yang dilepaskan Jerman kala itu. Sepertinya aksi serupa dilakukan jauh lebih banyak oleh Spanyol Minggu, 01/07/2018) malam WIB kemarin. Menghadapi tuan rumah Rusia di Stadion Luzhniki, La Furia Roja menyelesaikan lebih dari 1000 umpan. Namun umpan-umpan bejibun itu hanya berbuah satu gol, sama seperti yang dilakukan tuan rumah sepanjang waktu normal.

Spanyol akhirnya menyusul Jerman. Tersingkirnya dua unggulan ini melahirkan konklusi. Kemenangan tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah umpan. Begitu juga penguasaan bola seberapa mutlakpun bila tak diselesaikan dengan sempurna tak banyak berarti. Piala Dunia, begitu juga pertandingan sepak bola umumnya, bukan kontes adu umpan!

Spanyol lebih dulu memimpin setelah bek Rusia, Sergei Ignashevich melakukan gol bunuh diri di menit ke-12. Sebelum kedua tim ke ruang ganti, Artem Dzyuba menyamakan kedudukan melalui titik putih tersebab handball Gerard Pique.

Sebelum pertandingan ini, kecuali orang Rusia, akan mengunggulkan Spanyol. Selain sedikit terganggu dengan transisi pelatih dari Julen Lopetegui kepada Fernando Hierro, tim tersebut memiliki sumber daya memadai dan nyaris memenuhi segala syarat untuk menjadi juara. Namun apa yang terjadi di lapangan pertandingan benar-benar tak terduga.

Rusia mulai mendapat keuntungan dari pelanggaran Pique. Strategi yang diterapkan, bertahan sejauh dapat dan menyerang bila memungkinkan, berjalan baik untuk mengantar mereka ke pertarungan pamungkas dalam drama adu penalti. Igor Akinfeev pun menjadi pahlawan. Kiper senior sekaligus kapten tim ini menyelamatkan tendangan dua algojo Spanyol, Koke dan Iago Aspas.

Statistik passing timnas Spanyol sepanjang pertandingan kontra Rusia/https://twitter.com/othmannerisms
Statistik passing timnas Spanyol sepanjang pertandingan kontra Rusia/https://twitter.com/othmannerisms
Beberapa alasan

Selain telah disinggung sebelumnya, tersingkirnya Spanyol kali ini juga disebabkan beberapa hal. Pertama, selama 120 menit pertandingan, Spanyol hanya memiliki satu kesempatan untuk melewati pertahanan Rusia. Tidak ada hal menggetarkan lainnya yang terjadi selain itu. Apakah pertahanan Rusia benar-benar istimewa?

Saya kira tidak. Amunisi Spanyol mencukupi untuk menggempur para palang pintu raksasa kepunyaan Stanislav Cherchesov yang diturunkan di laga itu. Yang tidak dipunyai Spanyol saat itu adalah kreativitas bermain. Saat kebuntuan menerjang, tak kuasa melewati hadangan 10 pemain lawan, tidak ada "rencana B."

Kita membayangkan dalam situasi seperti itu akan muncul variasi serangan. Misalnya, rotasi posisi pemain di lapangan untuk menciptakan variasi dan fleksibilitas, mencoba memotong bola melewati pertahanan lawan, ataupun mencoba melepaskan sepakan dari luar kotak penalti. Tentang hal terakhir ini apakah Spanyol ketiadaan pemain seperti Philippe Coutinho yang dipunyai Brasil?

Kedua, Spanyol memiliki Diego Costa, pemain bengal yang sebenarnya bisa diandalkan. Namun mantan pemain Chelsea ini tidak dimanfaatkan semestinya. Jordi Alba dan Nacho Fernandez alpa mengirim umpan untuk memaksimalkan kemampuan duel yang dimiliki Costa. Begitu juga ketika Dani Carvajal masuk. Tak ada satu umpan silang pun yang menyasar pemain depan Atletico Madrid itu.

Diego Costa ditarik keluar di menit ke-80 digantikan Iago Aspas/FBL-WC-2018-MATCH51-ESP-RUS
Diego Costa ditarik keluar di menit ke-80 digantikan Iago Aspas/FBL-WC-2018-MATCH51-ESP-RUS
Karena melihat Costa tak memilikia andil, Hierro pun menariknya keluar. Tempatnya digantikan Iago Aspas. Setali tiga uang, mantan pemain Liverpool ini pun tak punya pengaruh apa-apa. Justru pemain tersebut menjadi salah satu "pecundang" dalam drama adu tos-tosan.

Ketiga, sekalipun Hierro menganggap Costa tak berdampak signifikan, setidaknya ia bisa memilih pengganti yang lebih baik. Melihat performa Aspas setelah itu kita akhirnya menyesali keputusan sang juru taktik. Penyesalan pun bertambah setelah Rodrigo masuk saat perpanjangan waktu. Pemain berdarah Brasil ini membawa sesuatu yang sebenarnya diharapkan sejak awal.

Bermain 15 menit, striker Valencia ini mampu melakukan lebih banyak dari yang dilakukan Aspas sejak menit ke-80. Ia bahkan nyaris menjadi pahlawan bila Igor Akinfeev tak melakukan penyelamatan gemilang. Seandainya Hierro memasukkannya lebih awal, akhir cerita bisa saja berbeda.

Statistik pertandingan Spanyol vs Rusia/BBC.com
Statistik pertandingan Spanyol vs Rusia/BBC.com
Pahlawan dan pecundang lain

Salah satu keunggulan Rusia di pertandingan ini adalah kemampuan menyerap energi positif sebagai tuan rumah untuk mempertebal semangat dan kepercayaan diri. Mereka sedikit berjudi dengan mempertahankan pemain yang ada hingga menit akhir. Namun sumber daya pemain tersebut cukup efektif meredam dominasi dan membuat para pemain bintang dan berpengalaman Spanyol seakan tak berarti. Justru mereka terlihat lebih tenang ketika menghadapi salah satu tim terbaik di dunia ini.

Rusia beruntung memiliki Ilya Kutepov. Pemain tengah ini mampu bermain baik, mengimbangi sosok sekelas Iniesta. Boleh dikata ia menjadi salah satu pemain terbaik selama 120 menit. Pemain ini mampu merusak kreativitas Spanyol dengan permainannya yang enerjik dan "keras."

Ia adalah orang pertama yang menjegal bola masuk ke kotak penalti Rusia, sekaligus pemain yang mampu membuat total 10 "clearance." Data lain yang disodorkan Squawka memperlihatkan kemampuannya dalam membendung aliran bola sebanyak enam kali. Ia mampu memblokir tiga tembakan.

Ia juga memanfaatkan keunggulan fisik untuk melakukan duel dan mencegah para pemain Spanyol melakukan akselerasi di area pertahanan. Ketenangan dan kejeliannya membuatnya mampu mengambil keputusan yang tepat dalam situasi sulit. Semangat spartan ini membuatnya mampu mengambil bagian mengamankan gawang Rusia dan menjadi salah satu pemain yang sulit dijinakkan oleh skill para pemain Spanyol.

Seperti Kutepov di lini tengah, Rusia memiliki Artem Dzyuba di lini depan. Ia memanfaatkan fisik tinggi kokoh sebagai titik fokus dari semua serangan Rusia. Menariknya, ujung tombak Zenit Saint Petersburg ini tidak menempatkan dirinya secara mutlak sebagai "target-man."

Coba ingat gerak gerik pemain 29 tahun ini sepanjang pertandingan! Ia tidak hanya berperan sebagai pemain depan tetapi juga ikut andil membantu pertahanan. Ia rajin mundur untuk memberi tekanan ketika para pemain Spanyol memegang bola. Dengan keuletan dan fisik yang mumpuni ia berusaha merebut bola. Ketika bola berada di kakinya, ia dengan tenang membagikan bola ke depan atau mengalirkannya ke sayap. Lantas ia bergerak cepat ke kotak penalti Spanyol.

Artem Dzyuba menyelesaikan hadiah penalti untuk membuat skor imbang 1-1/Dailymail.co.uk
Artem Dzyuba menyelesaikan hadiah penalti untuk membuat skor imbang 1-1/Dailymail.co.uk
Di kotak penalti Spanyol ia mempertaruhkan fisiknya untuk berduel dengan Sergio Ramos atau Gerard Pique. Dengan tinggi badan 1,94 meter, ia berusaha memenangkan persaingan duel udara. Hasilnya? Sebanyak 13 duel udara berhasil dimenanginya. Dzyuba menjadi pemain yang paling tanggung di udara. Catatan 13 duel udara itu hanya kurang satu dari yang dilakukannya di pertandingan kontra Uruguay.

Bisa jadi, situasi ini kemudian membuat Rusia cenderung memainkan bola-bola panjang dan melambungkannya untuk memanfaatkan postur dan fisik pemainnya.

Apakah tak ada satu pun pemain Spanyol yang bersinar di laga ini? Isco adalah satu dari sedikit pemain yang tampil sesuai harapan. Ia tak ubahnya cahaya di tengah kegelapan. Dengan kemampuan dribbling dan passing yang baik, Isco mampu mengirimkan beberapa umpan matang. Dengan sekitar 197 sentuhan berhasil, pemain muda Real Madrid ini berhasil melepaskan dua umpan kunci.

Dengan kecepatan dan kelihaian mengolah bola, pemain bernama lengkap Francisco Roman Alarcon Surez mencoba untuk menguasai lini tengah dan mengekploitasi secara maksimal ruan kecil yang dimiliki para pemain Rusia. Sesekali ia melakukan penetrasi, dan pada saat berbeda bergerak cepat mengamankan wilayah tengah.

Isco bisa dinilai sebagai pemain terbaik Spanyol di pertandingan ini. Penampilan Isco bertolak belakang dengan Marco Asensio. Rekan setim Isco di level klub ini mendapat kepercayaan penting untuk bermain sejak menit awal.  Namun tanggung jawab itu sepertinya terlalu berat bagi pemuda 22 tahun ini. Marco Asensio Willemsen, begitu nama lengkapnya, tidak memberikan pengaruh apapun.

Ia diharapkan mampu menjadi pembeda dengan kecepatan dan skill olah bola untuk menaklukkan bek-bek lawan. Ia diharapkan mampu menjadi "pelayan" terbaik bagi Costa dengan umpan-umpan terukur dan sesekali melepaskan tembakan-tembakan terarah dari luar kotak penalti. Namun harapan tersebut menguap di balik sikapnya yang hanya mau menunggu bola dan semangat yang lesu.

David De Gea dalam drama adu penalti kontra Rusia/https://twitter.com/Squawka
David De Gea dalam drama adu penalti kontra Rusia/https://twitter.com/Squawka
Harapan yang tak menjadi kenyataan pun dilakukan David de Gea. Kiper Manchester United ini tak mampu menyelamatkan negaranya, mewujudkan segala keagungan sebagai salah satu penjaga gawang terbaik di dunia. "Golden Glove" yang diperoleh musim lalu di Liga Primer Inggris tak berarti di Rusia kali ini. Bahkan penampilannya telah mendatangkan kecemasan sejak pertandingan pertama.

Tak ada satu pun penyelamatan yang bisa dilakukan sepanjang pertandingan penentu ini, dan gawangnya selalu kebobolan dalam empat kali eksekusi penalti (plus satu di waktu normal) membuat segala nama besar dan masa lalunya itu tak berguna. Sebagai pecundang di laga ini, De Gea kalah meyakinkan dari Igor Akinfeev. 

Tak ada satu pun penyelamatan yang bisa dilakukan sepanjang pertandingan penentu ini, dan gawangnya selalu kebobolan dalam empat kali eksekusi penalti (plus satu di waktu normal) membuat segala nama besar dan masa lalunya itu tak berguna. Sebagai pecundang di laga ini, De Gea kalah meyakinkan dari Igor Akinfeev.

Akinfeev melakukan dua penyelamatan penting dalam drama adu penalti, dan beberapa penyelamatan sepanjang waktu normal. Sepakan Jordi Alba, tendangan “first-time” Iniesta, percobaan Rodrigo yang dipungkasi dengan dua blok dalam drama adu penalti.

Di luar lapangan rakyat Rusia bersuka cita. Sebuah sejarah baru yang telah dinanti sejak Piala Dunia 1970 di Meksiko melihat tim nasional kembali berlaga di perempat final. Saat itu Rusia yang masih bersekutu dalam Uni Soviet memiliki salah satu pemain hebat di bawah mistar gawang, Lev Yasin.

Jelmaan Lev Yasin sedikit banyak hadir dalam Akinfeev yang ikut berkontribusi pada perjalanan Rusia menuju delapan besar. Salah satu kemenangan terbesar dalam 111 penampilan bersama tim nasional. Namun Akinfeev hanyalah satu di antara segenpa tim Rusia yang pantas menyandang status pahlawan.

Akhirnya, Anda bebas menilai pertandingan ini, termasuk siapa yang lebih cocok menjadi pahlawan dan pecundang. Namun yang pasti jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun