Kita membayangkan dalam situasi seperti itu akan muncul variasi serangan. Misalnya, rotasi posisi pemain di lapangan untuk menciptakan variasi dan fleksibilitas, mencoba memotong bola melewati pertahanan lawan, ataupun mencoba melepaskan sepakan dari luar kotak penalti. Tentang hal terakhir ini apakah Spanyol ketiadaan pemain seperti Philippe Coutinho yang dipunyai Brasil?
Kedua, Spanyol memiliki Diego Costa, pemain bengal yang sebenarnya bisa diandalkan. Namun mantan pemain Chelsea ini tidak dimanfaatkan semestinya. Jordi Alba dan Nacho Fernandez alpa mengirim umpan untuk memaksimalkan kemampuan duel yang dimiliki Costa. Begitu juga ketika Dani Carvajal masuk. Tak ada satu umpan silang pun yang menyasar pemain depan Atletico Madrid itu.
Ketiga, sekalipun Hierro menganggap Costa tak berdampak signifikan, setidaknya ia bisa memilih pengganti yang lebih baik. Melihat performa Aspas setelah itu kita akhirnya menyesali keputusan sang juru taktik. Penyesalan pun bertambah setelah Rodrigo masuk saat perpanjangan waktu. Pemain berdarah Brasil ini membawa sesuatu yang sebenarnya diharapkan sejak awal.
Bermain 15 menit, striker Valencia ini mampu melakukan lebih banyak dari yang dilakukan Aspas sejak menit ke-80. Ia bahkan nyaris menjadi pahlawan bila Igor Akinfeev tak melakukan penyelamatan gemilang. Seandainya Hierro memasukkannya lebih awal, akhir cerita bisa saja berbeda.
Salah satu keunggulan Rusia di pertandingan ini adalah kemampuan menyerap energi positif sebagai tuan rumah untuk mempertebal semangat dan kepercayaan diri. Mereka sedikit berjudi dengan mempertahankan pemain yang ada hingga menit akhir. Namun sumber daya pemain tersebut cukup efektif meredam dominasi dan membuat para pemain bintang dan berpengalaman Spanyol seakan tak berarti. Justru mereka terlihat lebih tenang ketika menghadapi salah satu tim terbaik di dunia ini.
Rusia beruntung memiliki Ilya Kutepov. Pemain tengah ini mampu bermain baik, mengimbangi sosok sekelas Iniesta. Boleh dikata ia menjadi salah satu pemain terbaik selama 120 menit. Pemain ini mampu merusak kreativitas Spanyol dengan permainannya yang enerjik dan "keras."
Ia adalah orang pertama yang menjegal bola masuk ke kotak penalti Rusia, sekaligus pemain yang mampu membuat total 10 "clearance." Data lain yang disodorkan Squawka memperlihatkan kemampuannya dalam membendung aliran bola sebanyak enam kali. Ia mampu memblokir tiga tembakan.
Ia juga memanfaatkan keunggulan fisik untuk melakukan duel dan mencegah para pemain Spanyol melakukan akselerasi di area pertahanan. Ketenangan dan kejeliannya membuatnya mampu mengambil keputusan yang tepat dalam situasi sulit. Semangat spartan ini membuatnya mampu mengambil bagian mengamankan gawang Rusia dan menjadi salah satu pemain yang sulit dijinakkan oleh skill para pemain Spanyol.
Seperti Kutepov di lini tengah, Rusia memiliki Artem Dzyuba di lini depan. Ia memanfaatkan fisik tinggi kokoh sebagai titik fokus dari semua serangan Rusia. Menariknya, ujung tombak Zenit Saint Petersburg ini tidak menempatkan dirinya secara mutlak sebagai "target-man."