Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesawat "Delay", Apa yang Pantas Penumpang Lakukan?

5 April 2018   07:25 Diperbarui: 20 Januari 2022   19:37 2920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengamat penerbangan, Alvin Lie/dokpri

Saat bepergian menggunakan transportasi udara, pernahkan Anda mengalami keterlambatan penerbangan atau delay? Apa yang Anda lakukan bila berhadapan dengan situasi tersebut?

Bepergian dengan pesawat udara hampir selalu menjadi pilihan utama. Selain cepat, menggunakan pesawat udara dapat mempermudah kita mengatur waktu. Namun tidak setiap penerbangan selalu berjalan sesuai rencana. Kadang kita berhadapan dengan keterlambatan penerbangan atau delay.

Secara umum ada tiga jenis delay yang dikenal di Indonesia. Pertama, keterlambatan penerbangan atau flight delayed. Kedua, denied boarding passenger atau tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara. Ketiga, pembatalan penerbangan atau disebut dengan cancellation of flight.

Tidak semua orang bisa memahami dengan baik keterlambatan tersebut. Tak pelak saat menghadapi situasi tersebut sungut dan gerutu, bahkan amarah langsung mengemuka. Apalagi bila keterlambatan tersebut terjadi berjam-jam dan dibarengi dengan ketidakpastian.

Pantaskah kita bereaksi ketika menghadapi situasi tersebut? Tentu saja. Seperti sudah disinggung sebelumnya, moda transportasi yang satu ini banyak dipilih karena tingkat efektivitas dan presisi waktu lebih baik dibanding moda transportasi lainnya. 

Untuk perjalanan antarpulau, tentu lebih efektif menggunakan pesawat terbang ketimbang menggunakan mobil yang bisa memakan waktu berjam-jam bahkan dalam hitungan hari.

Begitu juga antarwilayah dalam pulau yang sama dengan jarak yang tidak pendek akan lebih cepat dan hemat energi menggunakan pesawat udara. Kita tidak perlu menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk sebuah perjalanan.

Namun penerbangan udara bukan tanpa hambatan. Ia bukan moda transportasi bebas kendala. Mengacu pada jenis-jenis delaydi atas peluang masalah itu tetap ada.

Salah satu yang disebut di atas adalah kapasitas pesawat udara. Saat musim Lebaran atau libur panjang misalnya, tingkat permintaan akan moda transportasi yang satu ini sangat tinggi. Penumpang berjubel di bandara, tak jauh berbeda pemandangannya di terminal bus atau stasiun kereta api. Bila tingkat permintaan tinggi sementara kapasitas pesawat terbatas maka fenomena ini tak terhindarkan.

Tidak hanya itu, masih ada alasan lain di balik delay.Terjadinya masalah pada pesawat seperti pesawat tiba-tiba rusak atau ada salah satu bagian dalam pesawat bermasalah, tentu butuh waktu perbaikan, yang bahkan bisa berujung pada cancellation of flight.

Pernah terjadi dalam sejarah penerbangan di Indonesia, sebuah pesawat dari sebuah maskapai mengalami kerusakan AC yang membuat penumpang harus menunggu selama 4 jam lamanya.

Seperti dikatakan Alvin Lie, pengamat penerbangan dalam acara Akademi Sobat Aviasi yang diselenggarakan oleh Kompasiana bersama Direktorat Jenderal Penerbangan Udara (DJPU) Kementerian Perhubungan pada akhir Maret 2018 lalu, dunia penerbangan mengusung standar zero mistakeatau tanpa kesalahan apapun. Pesawat terbang harus dipastikan kelaikannya sehingga menutup peluang terjadinya masalah sedikitpun (zero accident) sehingga penerbangan bisa terlaksana dengan aman dan selamat.

"Pesawat udara itu menjadi salah satu moda transportasi yang paling riskan. Bila sudah di udara dan tiba-tiba terjadi masalah, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan diri. Berbeda dengan di darat dan laut," tegas Alvin yang juga menjabat sebagai Anggota Ombusman Republik Indonesia itu.

Tidak hanya masalah teknis pesawat, delayjuga bisa terjadi karena hal-hal yang tidak diprediksi sebelumnya. Misalnya saja cuaca buruk. Alasan ini kerap terjadi terutama saat musim penghujan tiba khusus di wilayah yang hanya memiliki dua musim, atau musim dingin yang berujung badai salju pada negara yang memiliki empat musim.

Peraturan Menteri Perhubungan No.89 Tahun 2015 telah mendefinisikan gangguan terkait cuaca yang bisa menghambat penerbangan yakni banjir, hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, serta kecepatan angina yang melampaui standar maksimal.

Selain hal-hal tersebut, kadang kita berhadapan dengan masalah tak terduga lainnya seperti landasan pacu bermasalah karena terjadi keretakan, banjir atau kebakaran. Meski terkadang sulit dipahami, hal-hal ini pernah terjadi di bandara berlevel internasional sekalipun.

Nah, bila delayterjadi, lantas sikap terbaik apa yang perlu kita lakukan? Apakah kita lantas meluapkan amarah begitu saja? Bila demikian yang terjadi, kepada siapa kita harus mengadu, dan melampiaskan amarah tersebut?

Alvin Lie mengatakan, dan memang seperti itu yang terlihat saat kita bepergian dengan pesawat terbang, untuk sebuah penerbangan pesawat terbang melibatkan banyak pihak. Tidak hanya pihak maskapai, ada kontribusi otoritas bandara hingga pekerja bandara yang berhubungan baik langsung dan tidak langsung sejak saat kita tiba di bandara keberangkatan hingga keluar dari bandara tujuan. Ada kontribusi pengurus bagasi, petugas check indan masih banyak lagi.

Bila delay terjadi tidak seharusnya kita bereaksi begitu saja. Dari pihak penumpang atau pengguna jasa penerbangan, ada prosedur yang telah disediakan. Semuanya tertera dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.

Bila diringkas maka langkah-langkah yang patut dilakukan antara lain. 

Pertama, menanyakan kepada petugas maskapai terlebih dahulu. Sebagaimana tertera dalam PM tersebut, maskapai memiliki kewajiban menginformasikan kepada penumpang alasan delay.

Maskapai pun harus memberikan informasi kepada penumpang kapan penerbangan selanjutnya dilaksanakan. Penumpang sebaiknya menanyakan informasi-informasi tersebut ketimbang langsung memberikan reaksi sepihak.

Namun terkadang, penumpang terpaksa menunjukkan ekspresi tak diinginkan karena informasi yang diharapkan tidak diberikan pada waktunya, atau tidak diberikan sama sekali. Hal seperti ini pernah bahkan sudah jamak terjadi.

Banyak pihat terlibat dalam dunia penerbangan salah satunya petugas keamanan/dokpri
Banyak pihat terlibat dalam dunia penerbangan salah satunya petugas keamanan/dokpri
Tidak sampai di situ, calon penumpang pun perlu tahu kompensasi seperti apa yang diperoleh saat delay. PM 89 itu telah menerangkan dengan cukup rinci kompensasi yang diperoleh penumpang tergantung pada kategori delay. Hak-hak yang diperoleh penumpang itu mulai dari kompensasi hingga ganti rugi dengan besaran sesuai kategori keterlambatan.

Di sini terdapat enam kategori delay mulai dari keterlambatan 30 menit sampai 60 menit dengan kompensasi berupa minuman ringan, keterlambatan 61 menit sampai 180 menit dengan kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box), keterlambatan 121 menit sampai 180 menit dengan kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meals), keterlambatan 181 menit sampai 240 meniit dengan kompensasi minuman, makanan ringan dan makanan berat. 

Selanjutnya, keterlambatan lebih dari 240 menit dengan kompensasi ganti rugi sebesar Rp 300.000 hingga membatalkan penerbangan dengan kompensasi maskapai wajib mengalihkan ke penerbangan selanjutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket atau refund.

Kedua, bila terjadi delay penumpang perlu melaporkan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui sosial media atau pusat informasi 151. Tujuannya agar pihak dimaksud bisa menurunkan inspektur untuk memeriksa apa penyebab terjadinya delay.

Selain alasan cuaca dan hal tak terduga, delay seharusnya tidak terjadi karena kelalaian maskapai. Persiapan yang matang mulai dari pesawat hingga sumber daya manusia (seperti petugas bandara dan pilot) harus dilakukan secara baik. 

Perusahaan pengelola moda transportasi harus menyediakan armada yang cukup dan layak saat mengangkut penumpang. Setiap subsistem dalam penyelenggaraan angkutan itu harus berjalan sinergis karena bila mengalami masalah pada salah satu bagian akan berdampak pada bagian lainnya. Ia tak ubahnya efek bola salju.

Tidak hanya dari pihak pengelola moda transportasi, untuk menunjang kelancaran penerbangan campur tangan penumpang pun sangat dituntut. Untuk sebuah penerbangan yang selamat, aman, dan nyaman ("Selamanya") dibutuhkan kerja sama yang baik dari para penumpang yakni menjalankan semua ketentuan dan prosedur penerbangan yang berlaku.

Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi penumpang/dokpri
Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi penumpang/dokpri
Akhirnya ada satu hal penting yang patut dibanggakan dari dunia penerbangan Indonesia selama 2017. Seperti dikatakan Dirjen Perhubungan Udara,  DR. Ir. Agus Santoso, M.Sc saat membuka acara Sobat Aviasi, sepanjang tahun lalu dunia penerbangan komersial tidak mengalami kecelakaan fatal pada pesawat penumpang. Boleh dikata tahun 2017 adalah tahun teraman dalam dunia penerbangan Indonesia.

Data mencatat, sepanjang 2017, penerbangan komersial menerbangkan lebih dari 4 miliar penumpang, sekitar sepertiganya dilayani oleh maskapai-maskapai di wilayahh Asia-Pasifik dalam 38 juta penerbangan terjadwal tanpa terjadi satu pun kecelakaan fatal mematikan.

Data ini hendak mengatakan, dunia penerbangan atau angkutan udara di Indonesia khususnya, menjadi sarana transportasi teraman. Ini hal yang patut dibanggakan sekaligus dipertahankan, ketimbang larut dalam sesal karena delay yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun