Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Gelar Juara Fajar/Rian di Tengah Anomali Malaysia Masters 2018

21 Januari 2018   18:15 Diperbarui: 21 Januari 2018   19:10 3614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fajar dan Rian berjaya di Malaysia Masters 2018/@zahraquinsha

Ada yang berbeda, bila tidak ingin disebut aneh, pada Malaysia Masters 2018. Event yang tahun ini naik level menjadi BWF World Tour Super 500 (SS) itu baru saja berakhir di Axiata Arena di Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Minggu (21/01/2018) sore WIB.

Indonesia yang dalam dua tahun terakhir tidak pernah pulang dengan tangan hampa terus menjaga tren positit tersebut. Tahun lalu, Berry Angriawan dan Hardianto menyelamatkan wajah Indonesia setelah merebut gelar ganda putra. Di partai final, Berry dan Hardi menumbangkan Goh Sze Fei/Nur Izzudin 21-19, 21-12. Indonesia, Thailand, India dan Hong Kong berbagi gelar dengan tuan rumah.

Tahun ini giliran wakil semata wayang Indonesia, Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto. Pasangan muda itu mampu mengimbangi pasangan senior tuan rumah Goh V Shem dan Tan Wee Kiong. Kematangan pasangan peraih perak Olimpiade Rio 2016 itu mampu dijinakkan dengan aresivitas pasangan muda Indonesia.

Fajar dan Rian tampil cukup baik di laga pamungkas ini. Sempat tertinggal di game pertama, pasangan berperingkat 16 dunia itu mampu membalikkan keadaan di game kedua. Itu pun melalui pertarungan sengit setelah sempat tertinggal enam poin di awal pertandingan. Skor 24-22 di game kedua menunjukkan kualitas Fajar dan Rian yang mampu bersaing dengan pasangan kaya pengalaman itu. Setelah memaksa rubber game, Fajar dan Rian pun mengunci laga berdurasi 58 menit itu dengan kemenangan 14-21 24-22 21-13.

Walau tidak diunggulkan mereka sanggup melangkah perlahan tetapi pasti sejak babak pertama. Pasangan kuat Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dilibas di ronde kedua. Sebelum menjungkalkan pasangan Jangkung Denmark, Mads Conrad Petersen/Mads Pieler Kolding di semi final, mereka lebih dulu memulangkan wakil Thailand Kittinupong Kedren/Dechapol Puavaranukroh.

Di balik gelar juara "super series" pertama (meminjam istilah sebelumnya), masih ada pekerjaan rumah yang harus dibereskan bila ingin bersaing di level lebih tinggi. Secara umum performa keduanya sudah mengalami peningkatan. Mereka terlihat semakin matang. Namun masih harus memperkuat ketahanan dalam bertahan. Selain "defense", penting untuk meminimalisir kesalahan yang tidak penting.

Seperti judul tulisan ini, Fajar dan Rian meraih podium tertinggi di antara sejumlah keanehan. Denmark mengulangi pencapaian tiga tahun lalu dengan memborong dua gelar, sekaligus menjadi juara umum. Situasi ini berbanding terbalik dengan tuan rumah yang tanpa gelar, tidak seperti tahun lalu yang diselamatkan pasangan ganda campuran, Tan Kian Meng dan Lai Pei Jing.

Gelar pertama Denmark disumbangkan Viktor Axelsen. Pemain 24 tahun itu menunjukkan kelasnya sebagai pebulutangkis nomor satu dunia. Pemain yang berulang tahun saban 4 Januari itu sekaligus menjadi satu-satunya unggulan yang bertahan setidaknya sejak babak semi final. Ia menyudahi perlawanan wakil Jepang, Kenta Nishimoto dalam pertarungan sengit tiga game, 21-13 21-23 dan 21-18.

Kenta yang setahun lebih muda dari Axelsen menjadi pemain non unggulan yang mampu bertahan hingga partai pamungkas. Pemain berperingkat 29 dunia itu sukses memanfaatkan kekalahan yang dialami Lin Dan, Chen Long dan Chou Tien Chen. Ketiga unggulan itu lebih dulu angkat koper di babak pertama dilibas tiga jagoan Indonesia, Anthony Ginting, Jonatan Christie dan Ihsan Maulana Mustofa. 

Sayang Ginting dan Jonatan akhirnya kalah dalam persaingan dengan duo Denmark, Hans Kritian Vittinghus dan Axelsen. Gebrakan para pemain Indonesia itu hanya mencapai babak perempat final.

Gelar kedua disumbangkan ganda putri senior Christinna Pedersen/Kamilla Juhl. Pasangan kawakan ini menumbangkan unggulan pertama dari China, Chen Qingchen/Jia Yifan 22-20, 21-18. Unggulan keempat ini sukses menghentikan dominasi pasangan muda China yang selalu menang dalam empat prtemuan terakhir.

Christina dan Kamila meraih gelar ganda putri/@beeldotcom
Christina dan Kamila meraih gelar ganda putri/@beeldotcom
Kegagalan Chen dan Jia melengkapi keterpurukan wakil Negeri Tirai Bambu di final kali ini. Sebelumnya pasangan ganda campuran Zheng Siwei dan Chen Qingchen kandas di tangan pasangan Hong Kong, Tang Chun Man/Tse Ying Suet.

Tang dan Tse yang menempati unggulan kedua menjinakkan laju Siwei dan Yaqiong yang tak pernah apes di partai final sejak Macao Grand Prix Gold, China Super Series Premier dan Hong Kong Super Series 2017. Kemenangan 19-21 22-20 21-18 sekaligus mengulangi pencapaian Chen/Jia di final Denmark Super Series Finals tahun lalu.

China harus pulang dengan tangan kosong. Setelah mundurnya trio Wang Yihan, Li Xuerui dan Wang Shixian, negara Asia Timur itu tak lagi memiliki penerus. Kini peta persaingan tunggal putri berpindah ke Taiwan, Jepang, Thailand, Spanyol dan Korea Selatan. Tidak ada pemain China di enam besar rangking BWF saat ini.

Malaysia Masters kali ini kembali menunjukkan bahwa China bukan lagi jagoan di tunggal putri. Nama-nama seperti Ratchanok Intanon, Tai Tzu Ying, Carolina Marin dan Akane Yamaguchi adalah segelintir pemain yang menguasai tunggal putri saat ini. Tai Tzu Ying boleh berada di puncak rangking dunia. Namun di partai final Malaysia Masters kali ini ia harus mengakui keunggulan Intanon yang memenangkan pertandingan dengan skor 21-16 14-21 dan 24-22.

Seperti biasa pertemuan antara para pemain putri itu selalu menghadirkan duel sengit. Pertandingan berkelas dengan atraksi skill dan daya juang yang patut diacungi jempol. Tai yang sempat tertinggal 15-19 atas Marin di babak semi final berhasil membalikkan keadaan sekaligus mengunci tiket final dengan skor 12-21 21-15 dan 23-21. Begitu juga partai final.

Kemenangan Intanon menunjukkan sengitnya persaingan di sektor ini. Meski Tai berkali-kali ke partai puncak, lawan yang dihadapi selalu berubah. Gelar juara pun lintas negara karena satu sama lain saling mengalahkan. Tidak ada yang bisa memastikan siapa pemain paling dominan saat ini. Kekuatan sektor ini merata, meski harus diakui babak semi final hampir selalu diisi Tai, Intanon, Marin, Shindu, Nozomi dan Akane.

Persaingan antara Intanon dan Tai sudah berlangsung jauh sebelum mereka menginjak level senior. Di arena BWF mereka sudah bertemu 19 kali dengan 10 kemenangan disegel Intanon. Keduanya, begitu juga Sindhu, Marin, Nozomi Okuhara dan Akane telah saling sikut sejak level junior. Mereka adalah jebolan Kejuaraan Dunia Junior yang mampu menjaga performa hingga berada di lingkaran 10 besar dunia dengan bekal gelar super series.

Ratchanok Intanon juara tunggal putri Malaysia Masters 2018/@BadmintonTalk
Ratchanok Intanon juara tunggal putri Malaysia Masters 2018/@BadmintonTalk
Bila melihat ke belakang, para pemain itu berada satu generasi dengan para pemain Indonesia seperti Millicent Wiranto, Yulia Yosephine, Rusydina Antardayu, Elyzabeth dan Hanna Ramadini. Mereka sudah saling bertemu di level junior. Namun nasib mereka kemudian berbeda saat menginjak level senior. Prestasi para pemain Indonesia seperti berjalan di tempat tak seirama usia yang terus bertumbuh. Bertolak belakang dengan Intanon dan Tai yang kini masuk jajaran elite dunia.

Itulah salah satu keanehan yang paling menonjol di jagad bulu tangkis dunia saat ini. Di samping itu dominasi China yang perlahan tetapi pasti mulai berkurang. China menurunkan kekuatan terbaik di Malaysia Masters kali ini namun hanya sanggup meloloskan dua wakil ke partai final dan kemudian pulang tanpa gelar. Sektor tunggal putra, tunggal putrid an ganda putra, China sama sekali tak memiliki wakil di empat besar.

Lebih aneh lagi Korea Selatan. Tampil "full team", Negeri Ginseng hanya mampu berbicara hingga babak semi final. Itu pun dengan wakil semata wayang dari ganda putra, Le So Hee dan Shin Seung Chan yang hanya menjadi semi finalis. Son Wan Ho, Sung Ji Hyun, Jung/Chang, Seo/Kim dan Choi/Chae seperti tak bertaji.

Melihat peta persaingan saat ini, keanehan demi keanehan tersebut perlahan mulai dianggap wajar. Persaingan semakin merata karena negara-negara yang semua inferior mulai unjuk gigi. Namun sulit diterima dengan mudah bila Indonesia tak juga ambil bagian dalam persaingan terutama di nomor tunggal putri. Para pemain Indonesia sama-sama melangkah dari level junior namun mengapa nasib mereka kemudian berbeda kini. Ada pekerjaan rumah yang belum tuntas dikerjakan.

Akhirnya selamat kepada para pemenang. Sampai bertemu pekan depan di Istora Senayan Jakarta, tempat berlangsungnya Indonesia Masters Super 500.

N.B

Daftar juara Malaysia Masters 2018:

Www.torunamentsoftware.com
Www.torunamentsoftware.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun