Kemenangan straight setPraveen/Debby bagai amunisi yang membakar semangat Anthony Sinisuka Ginting. Menghadapi pemain nomor tiga dunia rasanya sulit dimenangkan oleh pemain yang baru merangkak dari urutan 23 dunia. Betapa lebarnya jurang prestasi.
Namun dalam situasi seperti ini kejutan bisa saja terjadi. Tidak ada yang menjamin bahwa rangking dan hasil akan sejalan. Ternyata hakim yang adil bekerja mengambil keputusan berdasarkan kinerja di lapangan. Viktor tampil baik di game pertama sehingga menang 13-21.
Situasi serupa terjadi lagi hingga interval di game kedua dalam kedudukan 8-11. Ginting perlahan mulai bangkit dan menahan laju Axelsen di angka 15 untuk menyamakan kedudukan, sebelum bersaing untuk memenangkan game kedua dengan skor 21-17.
Kondisi mental berbanding terbalik di game penentuan. Viktor mulai goyah rasa percaya dirinya. Banyak kesalahan dilakukan. Ritme permainan mulai tak beraturan. Momentum ini berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh Ginting. Sempat unggul di interval, 11-10, Ginting terus melaju hingga merebut game penentu dengan skor 21-14.
"Di akhir game kedua dan ketiga juga kayaknya dia kaget dengan tempo permainan yang saya mainkan. Di akhir game ketiga juga saya selalu cepat mengambil bola setelah dapat angka, biar tidak bisa memberi celah untuk dia berpikir harus bermain seperti apa," ungkap Ginting kepada badmintonindonesia.org.
Kemenangan Ginting membuat mahari semangat Indonesia yang sebelumnya meredup kembali bercahaya. Partai ketiga yang menampilkan nomor andalan Indonesia diyakini bakal memperpanjang keunggulan. Keyakinan itu menyata saat Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dengan mudah merebut game pertama dari Mathias Boe/Carsten Mogensen, 21-16.
Begitu juga di game kedua. Jarak enam poin, 16-10, hampir pasti mendekatkan pasangan nomor satu dunia itu dari garis kemenangan. Namun hal yang tidak diinginkan terjadi. Pasangan Denmark itu menunjukkan kelebihannya dalam mengontor keadaan. Perlahan-lahan mulai mengejar ketertinggalan meski Marcus-Kevin hanya butuh satu poin untuk menang dalam kedudukan 20-18.
Kesalahan yang tidak perlu terjadi. Termakan oleh bayang-bayang kemenangan di depan mata. Permainan menjadi tidak terkendali. Penuh nafsu segera mengakhiri pertandingan. Justru hal ini menjadi bumerang. Boe/Mogensen dalam segala ketenangannya berhasil merebut game kedua, 22-24.
Indonesia masih butuh beberapa game lagi untuk menyisihkan Denmark dari Piala Sudirman kali ini. Setidaknya bila Marcus/Kevin memenangkan pertandingan ini maka peluang lolos masih terbuka. Namun apa daya keunggulan cukup jauh, 11-5 dan 15-10 gagal dipertahankan. Boe/Mogensen berhasil mengejar ketertinggalan. Sejak imbang 15-15 laga semakin alot. Kejar mengejar angka terjadi. Sayang Marcus/Kevin antiklimaks. Pemegang hattrickgelar All England, India Open dan Malaysia Open itu menyerah, 21-23.
Seandainya Marcus/Kevin tidak melakukan kesalahan yang tidak patut, garis nasib Indonesia tidak semalang ini. Di partai keempat, Fitriani berhasil menunjukkan keunggulannya saat berhadapan dengan salah satu titik lemah Denmark. Mia Blichfeldt harus mengakui keunggulan Fitriani setelah keduanya berjuang selama 76 menit dengan skor akhir 12-21, 21-19 dan 22-20. Fitriani mengulangi hasil positif seperti di perempat final Swiss Open 2017 lalu.
Seandainya tidak terjadi “kesalahan” pada Marcus/Kevin, Indonesia sudah memastikan tiket delapan besar. Partai kelima pun menjadi penentu. Sebagai gantinya, ganda putri Indonesia harus menang dua game langsung.