Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Setelah Qingchen Terbitlah Yaqiong, Bagaimana dengan Indonesia?

16 April 2017   23:51 Diperbarui: 17 April 2017   17:00 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Boe/Mogensen (kanan) juara Singapura Open 2017/@antoagustian

Banyak inspirasi yang bisa ditimba Indonesia dari Super Series Singapore Open yang baru saja berakhir, Minggu (16/4) malam. Tiada yang berhasil menembus final, sekaligus menandai kegagalan mempertahankan tradisi minimal satu gelar sejak 2010 silam, menjadi satu isyarat yang perlu kita cerna secara serius.

Di sisi lain, lahirnya wajah-wajah baru menghiasi podium tertinggi di semua nomor menjadi kejutan lain yang mengemuka dari Singapore Indoor Stadium tahun ini. Namun para juara itu tidak muncul serta merta. Tidak ada yang meragukan kedigdayaan Tai Tzu Ying. Tunggal putri asal Taiwan ini menegaskan statusnya sebagai ratu bulu tangkis dunia dengan menyabet gelar super series kelima dalam rentang setahun terakhir.

 Istimewanya, lima gelar super series itu diraih di semua turnamen yang diikuti sejak Hong Kong Open dan Dubai Super Series Finals tahun lalu; selanjutnya All England, Malaysia dan terkini di Singapura. Tai yang baru berusia 22 tahun hanya sekali melepas trofi supe series tahun ini yakni di India Open yang direbut Pusarla V.Sindhu. Namun Tai absen di turnamen tersebut. Bila saja dirinya berpartisipasi mungkin sejarah akan menjadi berbeda lagi.

Kemenangan atas Carolina Marin di babak final Singapura Open kali ini menunjukkan bahwa pendulum kekuasaan ini benar-benar telah bergeser ke Asia Timur. Sebelum Tai meraja, Marin dan Ratchanok Intanon paling banyak disebut. Namun sekarang segala puja puji sudah menjadi milik Tai yang secara keseluruhan sudah menyabet 10 gelar super series sejak 2012 silam.

Sementara Marin kembali gagal merebut gelar super seris pertama setelah peluang terbaik di final India Open juga lepas dari genggamannya. Kemenangan Tai atas Marin untuk keempat kali dalam empat pertemuan beruntun menegaskan bahwa mahkota ratu itu sudah sepantasnya menjadi miliki anak asuh Lai Jian-Chen, sosok penting yang selalu menemani Tai ke manapun ia bertanding.

Tidak hanya Tai yang membuat para pebulu tangkis putri kita pantas angkat topi, dan harus berjuang keras untuk mengikuti jejaknya. Di tunggal putra Sai Praneth membuat cemburu Anthony Sinisuka Ginting, Ihsan Maulana Mustofa dan Jonatan Christie. Betapa tidak, berstatus non unggulan, tunggal putra rangking 30 dunia itu mampu mencapai klimaks untuk merebut trofi super series pertamanya. Di partai final ia menggasak rekan seangkatan dari India, Srikanth Kidambi.

Kedua pemain yang sama-sama berusia 24 tahun itu adalah generasi penerus Ajay Jayaram yang selama ini berjuang sendiri di sektor tunggal putra. Bila Indonesia memiliki sekumpulan pemain muda potensial, India pun siap bersaing melalui Kidambi, Praneth dan rekan seumuran Prannoy Haseena Sunil Kumar, serta adik mereka Sameer Verma. Quartet India itu menghuni peringkat 27 hingga 30, atau tepat di belakang Ginting (26) dan Jonatan (24) serta di depan Ihsan Maulana (39).

Selain pemain muda India yang mengukir sejarah, dua pasang ganda Denmark juga tak mau kalah. Ganda putri Kamila Rytter Juhl/Christina Pedersen serta duo ganda putra, Mathias Boe/Carsten Mogensen menunjukkan bahwa usia bukan halangan. Kamila/Christinna menjungkalkan unggulan pertama Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi. Sementara Boe/Mogensen membuktikan kemenangan atas jagoan Indonesia, Markus Gideon/Kevin Sanjaya sudah sepantasnya berbuah gelar karena apa artinya mengalahkan unggulan pertama bila tak mampu melewati hadangan unggulan empat, Li Junhui/Liu Yuchen dari China. Kemenangan dua pasangan senior ini memastikan Denmark keluar sebagai juara umum, menggantikan status yang pernah disandang Indonesia yang tahun ini pulang dengan tangan hampa.

Boe/Mogensen (kanan) juara Singapura Open 2017/@antoagustian
Boe/Mogensen (kanan) juara Singapura Open 2017/@antoagustian
Muncul Huang Yaqiong

Kejuatan-kejutan yang  lebih tepat dibaca sebagai prestasi di atas layak diangkat. Selain guna diberi apresiasi juga menjadi kaca pengilon tempat para pemain Indonesia berkaca diri. Di samping belajar dari mereka yang telah disebut sebelumnya, patut pula menggarisbawahi sepak terjang pasangan ganda campuran China, Lu Kai/Huang Yaqiong.

Unggulan tiga ini menyelamatkan muka negaranya dengan membawa pulang satu-satunya gelar usai mengandaskan harapan semata wayang Thailand, sekaligus penjagal dua harapan Indonesia, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun