Lantas bagaimana pasangan lainnya?Tiga pasangan lainnya juga bernasib seperti Praveen/Debby. Mereka adalah Hafiz Faisal/Shela Devi Aulia, Alfian Eko Prasetya/Annisa Saufika dan Ronald Alexander/Melati Daeva Oktavianti.
Hafiz/Shela keok dari pasangan China, Zhang Nan/Li Yinhui dua game langsung 21-16 dan 21-13. Begitu juga pasangan China lainnya, unggulan lima, Lu Kai/Huang Yaqiong “membunuh” harapan Alfian/Anisa, 21-921-17. Sementara Ronald/Melati sama sekali tak berkutik di hadapan pasangan senior Denmark sekaligus finalis tahun lalu, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen.
Joachim/Christina yang menang mudah, 21-14 dan 21-15, kemudian hanya menjadi perempatfinalis, kalah dari Lu/Huang yang akhirnya menjadi juara.
Bagi Richard, meski Hafiz/Shela terhenti di langkah pertama, performa keduanya membaik. Begitu juga Alfian/Anissa yang seharusnya bisa berbuat banyak bila salah satu dari antara keduanya tidak bermasalah dengan otot perut.
Hanya penampilan Ronald/Melati yang jauh dari harapan. Richard pantas kecewa dan merasa tak puas. Dibanding dua pasangan lainnya peringkat Ronald/Melati lebih baik. Semestinya keduanya bisa bermain lebih baik. Saat ini mereka berada di peringkat 17, berada empat strip di atas Alfin/Anisa, dan delapan tangga lebih tinggi dari Hafiz/Shela.
Tentu hasil ini memberi cukup gambaran bagaimana tingkat persaingan ganda campuran Indonesia di kancah bulu tangkis dunia. Kehadiran semua pemain terbaik dari berbagai negara di ajang tersebut menjadi parameter untuk melihat kekuatan para pemain Indonesia sekaligus memproyeksikan peta kekuatan. Dari sana lahir penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembinaan para pemain di pelatnas.
Kita tentu berharap di turnamen lainnya Praveen/Debby bisa segera “move on”, begitu juga Ronald/Melati. Sementara Hafiz/Shela dan Alfin/Anisa terus meningkatkan kekompakan dan mengasah bobot pukulan.
China masih menjadi lawan terberat para pemain Indonesia, di samping Denmark, Korea Selatan dan Malaysia yang mulai unjuk gigi. Negara yang disebutkan terakhir itu memiliki Peng Soon Chan/Liu Ying Goh dan Kian Meng Tan/Pei Jing Lai yang kini berada di sembilan besar dunia. Peng/Liu bahkan nyaris mencetak sejarah di All England andai saja mampu memenangkan pertarungan sengit tiga game berdurasi 1 jam dan 26 menit menghadapi Lu/Huang di final. Selain itu Negeri Jiran juga memiliki Chen Peng Soon/Goh Liu Ying yang menjadi finalis Olimpiade Rio 2016 setelah kalah dalam perebutan medali emas menghadapi Owi/Butet.
China mulai menguasai nomor tersebut sejak Zhang Jun/Gao Ling menjadi juara pada 2006. Hingga tahun 2017, total China sudah merebut tujuh gelar dan empat kesempatan lainnya menjadi milik Indonesia.
Bila merunut lebih ke belakang, boleh dikata pencapaian Indonesia dalam satu dekade terakhir lebih baik dibanding sebelumnya. Sebelum Owi/Butet mencetak “hattrick” pada 2012-2014 plus satu gelar dari Praveen/Debby, Indonesia hanya mendapat satu gelar sejak 1979.