Hampir setengah hari kami bersama sejak “bertemu” pemain Manchester United di Stasiun Manggarai hingga berbagi pengalaman terkait produk Danamon dan layanan Jaringa Prima, yang menjadi bagian pertama tulisan ini (selengakpnya di sini).
Melengkapi kebersamaan, kami menikmati suguhan makan siang dari Keuken Koffie. Saya memilih ayam kecombrang, alih-alih nasi goreng istimewa, rawon, spaghetti bolognese dan spaghetti aglio. Bumbu rempah dan rasa pedas menyatu dengan daging ayam yang lembut benar-benar menggoyang lidah.
Rombongan #KPKTripBogor pun diterjunkan ke Jl. Surya Kencana. Letaknya hanya beberapa km dari Keuken Koffie namun kondisi jalanan Bogor yang terkenal macet maka perlu lebih dari 10 menit menjangkaunya. Keseruan di atas angkot membuat roda waktu seperti berputar cepat.
Bila di Keuken atau “dapur” dalam bahasa Belanda, pilihan menu terbatas , tidak demikian di kawasan Surya Kencana. Para peserta bebas mengekplorasi kekayaan kuliner Bogor yang dijaja oleh para pedagang kaki lima. Sepanjang ruas jalan tersebut berjejer warung makan dengan aneka menu yang menggoda. Bahkan beberapa dari antaranya memiliki kekhasan yang tidak ditemukan padanannya di tempat lain. Tempat itu tak ubahnya surga bagi para penggila kuliner.
Para peserta tidak datang dengan membawa rasa penasaran dan hasrat memuaskan lidah semata. Ayudiah Respatih, food blogger dan stylish food photographer lebih dulu membekali peserta dengan sejumlah pengetahuan penting dan mendasar tentang bagaimana mengambil gambar, berbagi hasilnya hingga mengelolanya di jejaring sosial instagram. Wanita berhijab itu mengisi sesi terakhir di Keuken Koffie.
Waktu sungguh terbatas, tidak cukup bagi wanita yang juga berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini untuk menuntaskan materi menarik dan penting bertajuk “Pegang Kendali Instagram-mu”. Apalagi memuaskan rasa penasaran para peserta yang sudah berkarib dengan telepon genggam dan jejaring sosial. Meski demikian setidaknya ada beberapa poin penting yang bisa didapat.
Pertama,Ada beberapa langkah penting untuk menghasilkan gambar yang “instagramable.” Dimulai dengan memanfaatkan pencahayaan alami (natural lighting), mengambil sudut pandang (angle) yang tepat (entah eye bird view,eye level, dan sudut 45’), memasukan elemen pendukung selain objek makanan seperti tangan atau laku sedang menikmati makanan, hingga tahap pengolahan digital. Pada tahap terakhir itu bisa memanfaatkan berbagai perangkat editing seperti photoshop,Vsco, snaspseed, dan phonto.
Setelah itu mengunggah foto yang menarik, bernilai dan relevan. Menjaga komunikasi dengan follower itu perlu meski hanya sekadar membalas pertanyaan atau komentar yang tidak penting bahkan kelihatan “pahit” atau tak mengenakkan. Hal terakhir yang tak kalah penting adalah menambah hashtag (#), bila perlu memiliki sesuatu yang bisa menjadi trendsettersendiri.
“Posting tidak harus banyak tetapi cukup di jam-jam utama (prime time) antara jam 4 hingga 6 sore,”tambah Ayudiah dalam logat Sunda yang kental.
Berbekal pengetahuan itu, saatnya berburu kuliner. Memanjakan lidah sekaligus berpraktik. Sempat melempar pandangan ke beberapa warung yang berderet di sisi jalan, saya akhirnya memilih warung makan dengan tulisan “Soto Kuning (Asli Bogor) Pak.M.Yusuf”. Beberapa meter dari situ ada pula soto kuning, namanya mirip tetapi tak sama yakni Pak Yusup (perhatikan huruf terakhir!).