Sebelumnya tidak ada yang menyangka Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir akan seperti ini. Sempat diterpa isu pensiun, dan tergerus euforia medali emas Olimpiade Rio 2016, pasangan yang karib disapa Owi/Butet itu malah melesat di dua turnamen terakhir. Keduanya seperti terlahir kembali dengan membawa pulang dua gelar juara dalam dua pekan.
Pekan lalu naik podium utama di China Open Super Series Premier, giliran mahkota ganda campuran Hong Kong Open mereka rengkuh, Minggu (27/11) kemarin. Menariknya gelar tersebut diperoleh setelah terlibat perang saudara dengan juniornya Praveen Jordan/Debby Susanto.
Alih-alih menyajikan pertarungan yang dramatis, melelahkan dan menguras banyak tenaga, Owi/Butet tampil apik baik secara individu maupun pasangan sehingga membuat Praveen/Debby yang lebih diunggulkan tak bisa berbuat banyak.
Sebelum laga ini Praveen/Debby diprediksi bakal menyulitkan senior mereka. Pertama, secara peringkat dan unggulan, juara All England 2016 itu berada di atas Owi/Butet. Kedua, Praveen/Debby yang diunggulkan di tempat kedua, mendapatkan “berkah” non teknis karena Butet sedang tidak dalam kondisi fit. Wanita 31 tahun itu sedang bermasalah dengan lutut kanannya.
“Tadinya kami sempat ingin memutuskan untuk mundur setelah Ci Butet (Liliyana Natsir) agak cedera. Kami juga sempat ragu-ragu untuk main di sini. Tapi saya meyakinkan Ci Butet bahwa kami bisa main di sini. Apalagi saya lihat arah angin di lapangan cocok buat kami. Jadi coba aja, kami paksa buat main di sini. Ternyata benar, hasilnya bisa maksimal,” ujar Tontowi usai final kepada badmintonindonesia.org.
Ketiga, dari segi persiapan Praveen/Debby jauh lebih siap. Selain usia yang lebih muda, darah muda mereka pun terbakar dengan rekor negatif pertemuan kedua pasangan di tiga pertemuan sebelumnya. Sejak Korea Open dan Indonesian Masters tahun lalu hingga Olimpiade Rio tahun ini, Owi/Butet yang kini diunggulkan ditempat ketujuh berhasil membuktikan kedigdayaannya. Selain itu, bagi Praveen/Debby inilah momen terbaik untuk mengakhiri paceklik gelar setelah All England.
Namun Praveen/Debby gagal memanfaatkan sejumlah keuntungan itu. Hong Kong Coliseum masih menjadi saksi ketangguhan Owi/Butet. Seperti di tiga pertemuan sebelumnya, Owi/Butet kembali menang straight set 21-19 dan 21-17 dalam tempo 47 menit.
Hong Kong Open dan kemenangan Owi/Butet ini menjadi pelajaran penting, baik untuk bulu tangkis Indonesia maupun secara khusus bagi para pemain muda. Distribusi gelar juara menunjukkan bahwa peta persaingan bulu tangkis dunia semakin berimbang.
Tahun lalu, Tiongkok meraja dengan dua gelar masing-masing dari ganda campuran (Zhang Nan/Zhao Yunlei) dan ganda putri (Tian Qing/Zhao Yunlei). Tiga negara lainnya pulang dengan satu gelar yakni Malaysia (Lee Chong Wei/tunggal putra), Spanyol (Carolina Marin/tunggal putri) dan Kore Selatan (Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong/ganda putra). Tahun ini tidak ada nama tiga negara itu di podium utama.
Kali ini, dari lima gelar, tidak ada satu negara pun yang mendapat dua gelar. Indonesia dan Denmark yang sama-sama mengirim dua wakil, masing-masing merajai sektor ganda campuran dan ganda putri. Pasangan senior Denmark, Kamilla Rytter Juhl dan Christina Pedersen masih terlalu tangguh bagi pasangan muda Tiongkok Huang Dongping/Li Yinhui. Unggulan tiga itu menang telak 21-19 dan 21-10.
Seperti Tiongkok, India pun pulang tanpa gelar. Tunggal putri menjadi milik Taiwan setelah unggulan empat Tai Tzu Ying membekuk Pusarla V.Sindhu dari India dua game langsung 21-15 dan 21-17.
Takeshi Kamura/Keiga Sonoda berjaya di ganda putra. Pasangan Jepang non unggulan ini tampil klimaks saat menghadapi favorit, pasangan veteran Mathias Boe/Carsten Mogensen. Kemenangan Kamuda/Sonoda 21-19 dan 21-19 atas “pembunuh” Mohammad Ahsan/Rian Agung Saputro itu sekaligus memupuskan harapan Denmark untuk menjadi juara umum dengan dua gelar.
Tahun lalu, tuan rumah hanya menjadi penonton. Tahun ini tunggal putra NG Ka Long Angus menjadi penyelamat setelah menang dramatis atas Sameer Verma dari India dalam pertarungan sengit rubber setselama 50 menit dengan skor akhir 21-14 10-21 dan 21-11.
Di saat Owi/Butet seperti kembali lagi ke masa-masa puncak, para pemain muda Indonesia justru tenggelam. Di ajang ini, tahun lalu Indonesia berhasil mengirim Anthony Sinisuka Ginting hingga ke babak semifinal, walau pada akhirnya ia bernasib sama seperti dua pasangan senior Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari sama-sama finis sebagai semifinalis.
Kali ini tidak ada pemain muda Indonesia yang tampil cukup baik dan mencuri perhatian selain Praveen/Debby dan Rian Agung. Pertanyaan ke mana para pemain muda lainnya yang sebelumnya disebut-sebut sebagai penerus kejayaan bulu tangkis Indonesia?
Di tunggal putra khususnya. Di dua turnamen terakhir, bahkan sejak beberapa turnamen sebelum itu, nama-nama seperti Anthony, Ihsan Maulana Mustafa dan Jonatan Christie yang digadang-gadang bakal melanjutkan estafet kejayaan Taufik Hidayat seperti hilang ditelan bumi. Pencinta bulu tangkis tanah air hanya bisa bertanya lirih: di mana mereka berada saat ini?
Akhirnya prestasi Owi/Butet semoga tidak melarutkan kita dalam sukacita kemenangan. Sekalipun seperti terlahir kembali, masa jaya keduanya tinggal menghitung waktu. Alaram ini semestinya semakin keras terdengar di telinga para pengurus PBSI agar semakin keras melecut para pemain muda.
Dan kepada para pemain muda, Owi/Butet patut menjadi suri teladan. Tidak cepat berpuas diri dan tergesa-gesa berkata cukup, ditambah lagi berjuang maksimal dengan melampaui rasa sakit cedera sekalipun, adalah dua hikmah penting yang dihembuskan Owi/Butet dari Hong Kong Open kali ini untuk segera membangunkan para penerus dari tidurnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H