Ketidakhadiran sejumlah pemain senior seperti Branislav Ivanovic, John Terry, Cesc Fabregas, Oscar dan Willian tak mengurangi kekompakkan orkestra yang dibangun mantan pelatih timnas Italia itu.Bahkan sebelum gol pertama tercipta, Moses dan Hazard sudah mampu mengancam gawang Schmeichel.
Satu-satunya peluang terbaik tim tamu saat David Luiz gagal mengantisipasi pergerakan Albrighton di babak kedua. Selebihnya hampir tak ada ancaman serius. Statistik di atas jelas menunjukkan itu.
Di sisi lapangan, melihat anak asuhnya bermain baik, Conte tetap tak tenang. Dalam gayanya yang khas, kadang sulit ditebak antara senang dan kesal, Conte terus memandu anak asuhnya. Termasuk memaksa Costa untuk tetap bertahan walau pemain tersebut benar-benar memelas hingga merasa kesal agar segera ditarik keluar. Costa sudah merasa ada yang tak beres dengan hamstringnya dan takut kehilangan pertandingan penting berikutnya menghadapi Manchester United, namun Conte seperti batu karang, bergeming.
"Kami bermain sangat baik. Intensitas tinggi, passing yang baik antara garis. Kami juga sangat agresif ketika kami kehilangan bola, "puji Conte.
Sang pelatih mengaku tak sia-sia kerja keras mereka selama sepekan, mencari sistem terbaik agar tak kebobolan banyak gol. Akhirnya ia merasa, ”Sistem ini sesuai dengan bakat semua pemain. Pemain bertahan, gelandang, striker dan winger.”
Alih-alih memuji Conte, Ranieri mengaku bertanggung jawab sepenuhnya atas kekalahan itu. Ia tak ambil pusing dengan apa kata orang-orang termasuk pandangan para bandar judi bahwa Conte seorang jenius. Namun melihat permainan Chelsea saat itu, tampaknya Ranieri patut mengamininya. Tawa ceria dan tepuk tangan tanpa henti Roman Abramovic, bos besar Chelsea di tribun istimewa, lebih dari cukup menepis kriris di tubuh tim yang telah diinvestasikannya dengan dana besar. Bukankah begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H