Uang = Sukses
Sejak pertama kali digelar pada 1960 di Italia, Amerika Serikat sukses mendominasi. AS delapan kali menjadi juara umum. Namun kejayaan itu hanya bertahan hingga Paralimpiade 1996 di Atalanta. Empat tahun kemudian di Sydney, tuan rumah Australia keluar sebagai pemenang. Selanjutnya pendulum juara bergerak ke Tiongkok.
Empat edisi terakhir, sejak di Athena tahun 2004, Tiongkok menjadi raja . Penurunan prestasi AS disinyalir karena sokongan finansial yang kurang. Bukan karena AS kekurangan uang. Hal ini tak lepas dari kebijakan internal yang mengharamkan donasi dana dari pemerintah. Tidak seperti organisasi sejenis hampir di seluruh negara lain, Komite Olimpiade AS (USOC), tidak menerima dana dari pemerintah.
Sebagai gantinya USOC sepenuhnya hidup dari dukungan sponsor. Produk-produk komersial kelas dunia seperti Coca-cola, McDonalds dan Visa, dan masih banyak lagi, menjadi tempat bergantung. Hasil dari penawaran sponsorship dengan merek-merek ternama itu, kontingen Paralimpiade Rio mendapat sekitar 3 juta poundsterling atau setara 4 juta USD.
Hal berbeda terjadi di Tiongkok. Pemerintah sepenuhnya mendukung dan berada di garda terdepan untuk membangun olahraganya. Dana tak kurang dari 647 miliar poundsterling sudah diinvestasikan pemerintah untuk membangun industri olahraga hingga 2025.
Dan dalam beberapa tahun terakhir, investasi dalam bidang olahraga termasuk sepak bola, Olimpiade dan Paralimpiade dilakukan besar-besar. Dengan dana sebesar itu, Tiongkok dengan mudah membangun olahraganya.
Tahun 2016, Tiongkok telah melatih lebih dari 42.100 instruktur kebugaran untuk penyandang disabilitas dan membangun 225 pusat pelatihan di tingkat nasional dan 34 pusat pelatihan tingkat nasional. Bahkan Tiongkok telah membangun pusat pelatihan olahraga bagi penyandang disabilitas di Beijing sejak 2007.
"We have scouts at county level to discover the talents, run city-level selections, targeted training at provincial level, and the final preparation at national level," ungkap Kepala delegasi Paralimpiade Tiongkok di Rio, Zhang Haidi dikutip dari BBC.co.uk.
Pemerintah Tiongkok memfasilitasi para penyandang disabilitas dengan fasilitas dan program berjenjang yang bagus. Tak pelak kebijakan yang cukup mengagetkan diterapkan, yakni tidak mendanai para atlet sampai mereka memenangkan medali.
Para atlet dipacu untuk memanfaatkan segala kemudahan yang ada dan baru setelah berprestasi kemewahan berupa jaminan hidup akan membanjiri hidup mereka.
Kesadaran diri