Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersama Bumiputera Wujudkan Mimpi Jutaan Anak Negeri

11 September 2016   00:33 Diperbarui: 11 September 2016   02:00 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari www.bumiputera.com

A dream you dream alone is only a dream. A dream you dream together is a reality (John Lennon)

***

Nabila (8) berkali-kali melompat girang ketika Ajun Inspektur Satu Ririn Nurfiah (41) dan suaminya, Aiptu Darmawan menuntunnya masuk ke halaman SD Sobo, Banyuwangi. Dengan masih mengenakan piyama dan sandal jepit, pagi itu dengan penuh sukacita Nabila mendaftar di SD tersebut.

Di ruang guru, Ririn mendampinginya untuk bertemu dengan guru dan kepala sekolah. Mewakili orang tua Nabila, Ririn menyerahkan akta lahir dan rapor terakhir sang anak.

“Saya berharap Nabila bisa sekolah di sini, Pak. Ibunya hanya buruh tani dan tidak bisa membayar sekolah, “kata Ririn menyampaikan kondisi Nabila...(Kompas,Rabu 7 September 2016, hal 1 dan 15).

Ilustrasi di atas adalah satu dari banyak contoh miris tentang kehidupan dunia pendidikan di tanah air. Nabila merupakan satu dari sekian banyak anak Indonesia yang mengalami keterbatasan untuk bersekolah. Di tempat-tempat lain masih banyak anak yang bernasib seperti Nabila, atau bahkan lebih dari itu. Bila Nabila terbantu oleh uluran kasih Ririn dan Darmawan, masih ada yang sama sekali tak tertolong atau luput dari perhatian sehingga tak mampu mendapat pendidikan formal sedikitpun.

Potret buram Nabila yang masih jamak terjadi di tanah air bukan isapan jempol. Data statistik menunjukkan secara jelas seperti apa kondisi pendidikan kita saat ini. Menurut Ikhtisar Data Pendidikan Kemendikbud Tahun 2015/2016 seperti dilansir Kompas,Kamis 8/9/2016 hal.11, ada 68.066 anak yang tak mengenyam pendidikan dasar atau tak melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar (SD).

Sementara itu ada 946.013 anak yang terhenti di bangku Sekolah Dasar (SD). Tak kurang dari 51.541 anak tak mampu menyelesaikan  Sekolah Menengah Pertama (SMP). Secara keseluruhan, ada 997.554 anak yang berstatus tamatan SD.

Jumlah anak yang bernasib sedikit lebih baik dengan tingkat pendidikan sedikit lebih tinggi pun tak kalah banyaknya-untuk mengatakan sama mirisnya. Sebanyak 99.406 anak terpaksa berhenti sekolah dengan mengantongi ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jumlah tersebut bila ditambah 118.353 siswa yang tak mampu menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), maka ada 217.759 siswa yang hanya berijazah SMP.

Dari survey Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, sekitar 73 persen kasus putus sekolah itu terjadi karena alasan ekonomi. Anak-anak tersebut sesungguhnya masih berniat untuk terus mengenyam pendidikan, namun kendala finansial akhirya memaksa mereka berhenti sekolah.

Sejauh ini pemerintah sudah menelurkan sejumlah kebijakan seperti  bantuan operasional sekolah(BOS) atau bantuan siswa miskin dan Kartu Indonesia Pintar, namun masih jauh dari kata cukup untuk mengatasi sengkarut persoalan pendidikan dalam negeri. Alhasil target Nawacita (sembilan program prioritas pemerintah) yang digaungkan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla yakni APS sekolah dasar sebesar 100 persen dan APS SLTP 95 persen masih jauh panggang dari api. Demikianpun komitmen  Indonesia bersama negara-negara di dunia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 20130 Bidang Pendidikan yakni seluruh warga mengenyam pendidikan hingga SMA/SMK, sepertinya masih sulit terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun