Dalam kisah buruk  seperti itu sulit kita mengharapkan prestasi maksimal dari para atlet. Tak perlu kita menaruh harapan tinggi pada terciptanya rekor-rekor mencengangkan. Sehingga perhelatan seperti itu tak lebih dari rutinitas belaka.
Program olahraga yang tak berkesinambungan membuat arena olahraga pun mubazir setelah event  digelar seperti yang kini terjadi di arena cabang menembak dan stadion utama bekas PON Riau. Proyek yang dikorupsi diperparah dengan pemeliharaan serta penggunaan yang tak berkesinambungan sehingga anggaran Rp40 miliar untuk arena menembak dan Rp1,18 triliun untuk stadion utama, menguap sia-sia.
Selain regulasi yang jelas dan aparatus yang kredibel, road mappembangunan olahraga Indonesia perlu disusun secara jelas. Target yang dicapai perlu didukung dengan langkah-langkah strategis yang terukur sehingga mudah dievaluasi. Dalam kaitan dengan PON perlu dipikirkan matang-matang jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan.
Hal tersebut penting untuk menjamin kesinambungan prestasi dan penggunaan sarana yang telah dibangun. Jangan sampai cabang olahraga dengan mudah diperbanyak atau diubah-ubah di setiap penyelenggaraan pekan olahraga empat tahunan itu dengan tanpa memperhitungkan jenjang prestasi, animo pembinaan dan keberlanjutan fungsi  fasilitas.
Alangkah baik cabang olahraga yang dipertandingkan mengikuti atau tak berlebihan dari yang dipertandingkan di Olimpiade yang merupakan kiblat prestasi setiap atlet dunia. Acuan tersebut mempermudah setiap daerah membuat persiapan, baik untuk jenjang regenerasi, kelengkapan sarana-prasarana serta kebijakan dan regulasi yang jelas.
Bila tidak dilakukan secara terencana dan terukur maka perkembangan olahraga di tanah air akan tetap jalan di tempat. Penyelenggaraan setiap PON tak lebih dari ritus tanpa makna karena tak lebih dari hura-hura mengejar bonus sesaat dan nama besar semu, dan laku olahraga yang menjemukkan karena selalu memperdengarkan lagu lama: jual beli pemain, korupsi, dan mubazir .
Akankah lagu lama itu kan terdengar lagi di Bumi Parahyangan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H