Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tentang Parkir, Tengoklah Ibu Kota Kita

10 Agustus 2016   19:29 Diperbarui: 10 Agustus 2016   20:57 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kereta tiba dan menumpahkan penumpang yang berjubel di Stasiun Sudimara maka situasi di sekitar tempat parkir itu mendadak ramai. Lalu lintas kendaraan pun menjadi kacau. Para pengendara motor berebut tempat dengan angkot yang ngetempersis di depan pintu keluar. Aduhai semrawut! Rupanya tak hanya Jakarta yang mengalami kemacetan dan keterbatasan ruang, kenyataan serupa pun terjadi di daerah-daerah penyangga seperti Sudimara.

Pemandangan di tempat parkir favorit di dekat Stasiun Sudimara, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pemandangan serupa hamppir selalu terjadi saban hari kerja/foto dokumen pribadi.
Pemandangan di tempat parkir favorit di dekat Stasiun Sudimara, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pemandangan serupa hamppir selalu terjadi saban hari kerja/foto dokumen pribadi.
Solusi

Dalam kondisi Jakarta yang sudah berada di titik memprihatinkan membenahi sistem perparkiran menjadi pekerjaan penting. Walau demikian, usaha tersebut tak bakal mudah. Bahkan seperti memakan buah simalakama. Antara parkir dan transportasi umum, mana yang mesti didahulukan?

Ada yang menilai bahwa pembenahan transportasi umum akan menyelesaikan kemacetan. Bila akses transportasi publik memadai, maka para pengguna kendaraan pribadi akan memarkir kendaraannya di rumah. Dengan sendirinya akan berpengaruh pada tingkat kebutuhan tempat parkir.

Namun, di sisi berbeda, ikhtiar memasyarakatkan transportasi umum butuh proses dan waktu yang panjang. Publik tak bisa dipaksa meninggalkan kendaraan pribadi di saat akses transportasi umum sangat terbatas. Belum lagi, tingkat permintaan terhadap kendaraan baik roda dua maupun roda empat di ibu kota dan daerah sekitar terus meningkat saban tahun.

Tak mengherankan bila sederet kebijakan pemerintah DKI Jakarta mulai dari pembatasan kendaraan roda dua, jalan berbayar, parking meter hingga sistem ganjil-genap belum menampakkan hasil. Dalam keterjepitan itu Undang-Undang Nomor 22/2019 tentang Lalu Lintas dan Peraturan Pemerintah Nomor 79/2013 yang melarang penggunaan jalan nasional/provinsi sebagai tempat parkir terasa tak bertaji.

Sambil menanti pembenahan sistem transportasi umum di ibu kota, situasi saat ini menuntut langkah strategis baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Pertama, maksimalisasi ruang dengan memanfaatkan kolong jembatan layang atau flyove sebagai lahan parkir tambahan. Dengan penataan yang baik diharapkan ruang yang selama ini dipakai sebagai hunian kaum tunawisma yang berpotensi membuat kondisi menjadi kumuh atau pedagang kaki lima yang berjualan secara serampangan dimanfaatkan sebagai tempat parkir.

Wacana pemerintah DKI untuk memulai rencana tersebut di flyover Tebet, Jakarta Selatan adalah langkah positif. Tempat itu sangat pas dijadikan lokasi park and ride bagi para penumpang KRL, dan menjadi proyek percontohan untuk lokasi-lokasi lain.

Kedua, mewajibkan setiap pengembang untuk pemilik usaha untuk menyertakan lahan parkir dalam setiap rencana pembangunan dan pengembangan usaha. Menurut pakar tata ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, saat ini belum ada regulasi yang mewajibkan setiap pemilik usaha untuk menyediakan lahan parkir sesuai jumlah pengunjung tempat usaha tersebut.

“Ada beberapa yang menyediakan tempat parkir, namun kapasitasnya tidak sebanding dengan orang yang datang," tandasnya seperti dilansir viva.co.id, 8 September 2014.

Ketiga,senada dengan pernyataan Yayat, dalam setiap pembangunan sarana transportasi umum pemerintah pun perlu serius memperhatikan ketersediaan tempat parkir sebagai bagian dari rencana prioritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun