“Kami harus terus diingatkan, dipressure, ditekan, agar tidak ego sektoral,”pesan Tom kepada para blogger yang mayoritas hadir saat itu.
Tak kalah penting, dalam rangka tersebut, Tom berharap agar masyarakat semakin tercerahkan untuk menggalakkan konsumsi daging beku, sebagai ganti daging segar. Menurutnya perubahan pola pikir tersebut penting, mengingat sifat daging beku yang bisa disimpan dengan tanpa mengurangi kualitasnya sehingga bisa tahan terhadap fluktuasi harga.
Akhirnya, “jungkir balik” ala Tom tersebut bermuara pada satu itikad yakni ketercukupan gizi bagi seluruh rakyat, keterjangkauan harga dengan kualitas terbaik, kesejahteraan para pekerja dan peternak, serta mampu meningkatkan pasokan atau ketersediaan sehingga pola konsumsi dari impor berubah menjadi ekspor. Inilah cita-cita yang digantungkan Tom dalam senyum simpul optimismenya itu, dalam istilah yang sangat disukainya, yakni kedaulatan pangan.
Semoga antara cita-cita luhur sang menteri dan realisasi bisa berpelukan, seperti persenyawaan antara wangi kopi dan aroma daging rendang yang disantap malam itu (seturut penuturan sang pemilik kafe, Irvan Helmi berasal dari jenis yang seharga Rp.80.000,00/kg). Aduhai, nikmatnya.
![Salah satu menu buka bersama di sela Nangkring. Menurut sang pemilik kafe yang saya temui seusai acara, Mas Irvan Helmi, berasal dari pasar yang seharga Rp.80.000/kg/@CoretanMasDede](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/30/buka-puasa-daging-sapi-80-ribu-atcoretanmasdede-577530bcaf7e61ee21955d30.jpg?t=o&v=555)