Hasil seri ketujuh Formula One (F1) musim ini di Sirkuit Gilles Villeneuve, Montreal, Kanada, Minggu (12/6) siang waktu setempat, menunjukkan sejauh mana kiprah Rio Haryanto. Pebalap pertama dalam sejarah Indonesia dan satu-satunya wakil Asia di ajang jet darat kali ini belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Di enam seri sebelumnya pebalap 23 tahun itu pernah dua kali gagal finish masing-masing di seri pembuka di Ausralia dan seri ketiga di Rusia. Selebihnya, pebalap berbendera Manor Racing ini hampir tak pernah beranjak dari urutan bawah dengan konsekuensi tak jua mendulang poin.
Terkini, di seri Kanada beberapa jam lalu, Rio mengakhiri balapan di urutan buncit. Pemuda kelahiran Surakarta finis di posisi ke-19 dari 19 pebalap yang menyentuh garis akhir setelah tiga lainnya gagal mengakhiri lomba yakni Felipe Massa (Williams, Jolyon Palmer (Renault) dan Jenson Button (McLaren).
Menariknya, pencapaian Rio selalu di belakang rekan setim Pascal Wehrlein. Di seri mutakhir, pebalap asal Jerman yang baru berusia 21 tahun finis dua strip di depan Rio.
Dengan pencapaian seperti ini, tentu jauh dari ekpektasi tinggi sebagian orang yang ingin melihat Rio bisa lebih dari mendulang poin. Namun, berbagai kendala, terutama sumber daya mesin dan faktor pendukung lainnya, tak bisa dimungkiri. Saat ini, sulit bagi tim sekelas Manor Racing untuk bersaing dengan tim-tim jagoan yang unggul hampir dalam segala segi.
Selain pengalaman dan kecakapan individual, para pebalap sekelas Lewis Hamilton, mampu merajai lintasan karena berbagai dukungan teknis. Pebalap Mercedes yang baru saja naik podium utama untuk kali kedua di musim ini, setelah di seri sebelumnya di GP Monaco, menjadi contoh kasat mata.
Keterpurukan di awal musim mampu dibangun kembali hanya dalam tempo beberapa bulan saja. Hal ini jelas menunjukkan bahwa faktor teknis dan lingkungan yang mendukung memainkan peran penting. Semuanya itu ada di tim-tim sekelas Mercedes, Ferrari, dan sebagainya. Bukan Manor Racing.
Pengakuan Rio Haryanto seperti dikutip dari pitpass.com usai GP Kanada jelas menunjukkan hal itu. "Pada bagian awal balapan berjalan baik. Saya mampu menjaga jarak dengan rekan setim dan juga dengan (Jolyon) Palmer dan (Kevin) Magnussen di depan. Pada pit stop pertama, saya berharap bisa kembali bergabung lagi dan beradu dengan Ericsson, tetapi mobil mengalami kendala dan melambat sehingga saya berada di belakang (Felipe) Nasr.”
Puasa dan uji kesabaran
Di balik perjuangannya untuk terus memperbaiki prestasi, Rio sama sekali tak pernah tergoda untuk melalaikan kewajiban agama. Sebagai seorang muslim yang teguh, iklim kompetisi yang menuntut energi dan tenaga tak sedikit, sama sekali tak menghalanginya untuk berpuasa. Bulan puasa yang jatuh di tengah jadwal kompetisi tak mengurangi niatnya untuk menunaikan ibadah.
Dikutip dari Mirror.co.uk,Rio berpuasa sejak sebelum balapan GP Kanada. Ia tak makan dan minum di siang hari, sama seperti umat muslim umumnya. Kondisi ini sempat mengkhawatirkan sang manajer, Piers Hunnisett, jelang balapan.