Tak hanya itu, sbagai masyarakat maju, kesadaran penduduk Jerman terhadap zat-zat berbahaya sudah sangat tinggi.
“Adanya dugaan terhadap penggunaan zat berbahaya di sebuah sekolah saja..hebohnya minta ampun dan menjadi bahan pembicaraan luas di seluruh negeri,”tutur dosen Kimia Universitas Indonesia itu.
Selain tingkat kesadaran masyarakat yang sangat tinggi, pengelolaan dan pemanfaatan zat berbahaya di kalangan masyarakat maju pun sangat disiplin dan sistematis yang berbasis 'safety and security 'serta terinventarisir dengan baik.
Berbeda dengan negara-negara maju lainnya, hemat Dr.Budiawan di Indonesia pengaturan peredaran dan pemanfaatan zat-zat berbahaya tidak terintegrasi sebagai satu kesatuan dalam proses distribusi, penyaluran hingga penyimpanan dalam sebuah 'life cycle' yang benar.
“Simbol racun di perusahaan-perusahaan di Indonesia berbeda-beda. Digunakan sesuai negara asal pabrik tersebut dan dengan bahasa berbeda-beda…,”ungkap Budiawan memberi contoh, sekaligus mengatakan kita tak mau menuruti anjuran PBB untuk menggunakan satu simbol saja, tengkorak misalnya.
[caption caption="Dr.Budiawan bersemangat memberikan penjelasan (sumber gambar @Kompas TV) "]
What Next?
Sebagai sebuah program acara yang memberikan ruang interaksi kepada para hadirin, pada bagian akhir para peserta diberi kesempatan untuk memberikan pandangan dan pertanyaan kepada para narasumber.
Salah satu pertanyaan yang menggelitik, dan hemat saya menjadi implementasi dari acara tersebut, ialah tindak lanjutnya.
Dari pihak Kompas TV, Veronica Hervy mengaku investigasi yang telah dilakukan adalah potret nyata peredaran zat-zat berbahaya di Indonesia. Liputan tentang ‘Melacak Jejak Sianida’ di kopi Wayan Mirna membuka jejak tentang marak dan bebasnya peredaran zat-zat mematikan itu.
“Acara ini bukan mau menunjukkan bahwa mudah mendapat Sianida, tetapi mau menunjukkan bahwa masih ada celah yang harus dibenahi,”simpul Glory Oyong.