Kabar duka menyelimuti sepakbola nasional. Salah satu anggota Tim Transisi Tata Kelola Sepakbola Indonesia, Djoko Susilo tutup usia. Pria kelahiran Boyolali 54 tahun silam meninggal akibat serangan jantung. Demikian informasi yang disampaikan Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan. Â
"PAN kehilangan salah satu deklarator partai, PAN sangat berbelasungkawa atas wafatnya saudara kita Pak Djoko Susilo, beliau mantan anggota DPR dan Dubes di Swiss, dia juga wartawan senior di media nasional," ungkap Taufik seperti dikutip dari Detik.com, Selasa (26/01/2016).
Hal ini dibenarkan pula oleh Deputi V Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto.
"Innalillahi wa Wa Innailahi Rojiun telah meninggal dunia teman kita Bapak Djoko Susilo..HI'79 mantan Dubes Swiss...mohon doa semoga khusnul khotimah,"ungkap Gatot seperti dilansir Bola.net.
Kritis
Semasa hidupnya almarhum dikenal sebagai sosok yang vokal dan kritis. Setidaknya demikian kesan dari para sahabat dan kolega terutama yang pernah merasakan secara langsung.
Di kalangan PAN, sang founding fathers partai ini, merupakan sosok yang banyak berjasa dan popular. Â Wakil Sekretaris Jenderal PAN Soni Sumarsono mengaku almarmuh yang pernah menjadi anggota DPR selama dua periode tak segan-segan bersikap kritis sehingga namanya dikenal luas.
"Djoko Susilo saat menjadi DPR adalah salah satu DPR yang sangat kritis dan dekat dengan kalangan media sehingga tidak mengherankan kalau namanya sangat populer. Djoko selama DPR banyak dihabiskan di Komisi I DPR," ungkapr Soni dikutp dari Sindonews.com.
Demikianpun ditunjukkan saat menjadi Duta Besar RI untuk Swiss sejak 2010 hingga 2014. Ia kerap melancarkan kritik kepada para wakil rakyat yang gemar menghambur-hamburkan uang dengan topik studi banding. Tak hanya mengkritisi pemborosan uang dan waktu ia juga menyebut studi banding anggota DPR hanya membuat repot KBRI.
Sikap kritis itu tak hanya ditunjukkan terkait bidang tugasnya. Sosok yang merupakan pecinta sepakbola ini getol menyoroti buruknya tata kelola FIFA.Â
Pada 2012 lalu, almarhum menjadi fasilitator dan penyambung lidah Indonesia kepada FIFA untuk melaporkan dan memberitahu perkembangan situasi sepakbola nasional. Komunikasinya dengan badan sepakbola dunia itu makin intens saat Indonesia terancam sanksi FIFa akibat dualism PSSI dan KPSI.