Kita masih ingat betapa besarnya belanja pemain Liga Primer Inggris musim panas ini. Salah satu kompetisi elit di benua biru itu total membelanjakan 870 juta poundsterling, jumlah terbanyak di semua liga Eropa dan rekor baru dalam sejarah sepakbola dunia.
Tak banyak yang tahu bahwa sepanjang bursa transfer itu, klub-klub tak hanya membeli pemain secara permanen. Ada pula yang mendapat amunisi baru secara gratis, dan ada juga yang merogoh kocek tak begitu besar hanya untuk membayar biaya peminjaman.
Chelsea mengeluarkan 38 juta poundsterling untuk berbelanja dan menjadi yang tertinggi keempat di Liga Primer Inggris. Namun siapa sangka juara bertahan di kompetisi negeri ratu Elisabeth itu paling banyak mengirim pemainnya ke klub lain. Nathaniel Chalobah yang dipinjamkan ke klub Serie A, Napoli menjadi pemain ke-33 yang ‘disekolahkan’ ke sejumlah klub Eropa.
London Biru tentu punya alasan dan pertimbangan tersendiri. Alasan teknis yang mengemuka, tak  semua pemain bisa didaftarkan di pentas Liga Primer Inggris. Dengan skuad yang begitu gemuk, apalagi setelah kedatangan sejumlah pemain baru, otomatis Chelsea lebih memilih untuk memberi mereka jam terbang di klub-klub lain ketimbang mengirim mereka ke tim di bawahnya.
Berada di klub lain dan di kompetisi berbeda membuat seoran pemain gampang dilihat. Siapa tahu ada dari antara mereka bisa tampil baik dan menjadi bintang di masa depan. Hitung-hitung nilai ekonomisnya juga akan bertambah.
Perhitungan investasi teknis dan bisnis pun saling berkelindan. Kita masih ingat riwayat kiper utama Chelsea saat ini, Thibaut Courtois. Penjaga gawang timnas Belgia ini sempat ‘disekolahkan’ ke klub La Liga, Atletico Madrid setelah dibeli dari Genk pada tahun 2011 dengan harga 5 juta poundsterling. Setelah tiga musim bermain di kompetisi utama Spanyol, bakat dan kemampuan kiper jangkung ini meningkat pesat dan menarik minat sejumlah klub elit Eropa.
 Atletico sendiri tak bisa berkutik untuk mempertahankannya meski rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mengikatnya di Vicente Calderon. Los Colchoneros pun membiarkannya pergi dan pada gilirannya harus sadar diri mereka tak punya hak atas Courtois. Alhasil ia pun diboyong kembali ke Stamford Bridge di puncak performa terbaiknya.
Naluri bisnis The Blues tampak  jitu, membeli Romelu Lukaku di usai belia dan mendapat keuntungan ganda di saat pemain tersebut dewasa dan matang setelah dipinjamnkan ke West Bromwich Albion dan Everton. Chelsea mendapat keuntungan bersih 10 juta poundsterling setelah melego pemain internasional Belgia itu kepada The Toffees pada 2014.
Adilkah?
Chelsea dengan neraca keuangan yang begitu sehat untuk mengatakan ‘gemuk’ tentu akan semakin diuntungkan dengan sistem seperti ini. Klub London Barat itu membeli banyak pemain dengan harga ‘murah’ di usia muda, mengirim mereka ke klub-klub lain untuk diasah lantas dipetik saat ‘matang’.
Satu-satunya aturan yang membatasi ruang gerak peminjaman pemain hanyalah kuota para pemain lokal. Sepakbola Inggris hanya mengizinkan empat pemain lokal dipinjam dalam satu musim. Asumsi aturan ini tentu ingin melindungi para pemain Inggris sendiri agar bisa menjadi tuan di negeri sendiri.
Namun masih ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis. Dan dampaknya tak terlalu signifikan baik di tingkat klub maupun timnas Inggris. Tengok saja berapa banyak pemain Inggris yang berjaya di tanah airnya.
Para pemain sendiri tak bisa berbuat apa-apa dengan sistem seperti ini. Mereka dengan gampang dipindahkan ke klub mana saja, bahkan harus rela turun kasta. Belum lagi jika saat ‘disekolahkan’ seorang pemain kurang berprestasi tentu nasibnya tak akan berubah dan siap dijual murah. Patrick Bamford diboyong dari akademi Nottingham Forest pada 2012. Namun pemain 21 tahun ini kembali menjalani masa ‘sekolah’ di divisi Championship hingga kini.
Hak seorang pemain pinjaman pun dibatasi. Ketika dipinjamkan ke klub rival, mereka tak bisa dimainkan saat menghadapi klub induk. Sebagai contoh, pemain sayap Chelsea Victor Moses yang dipinjamkan ke West Ham United bisa menunjukkan tajinya untuk mencetak gol ke gawang klub-klub Liga Inggris manapun. Namun ia tak bisa menggetarkan gawang Jose Mourinho saat kedua tim bertemu.
Klub-klub yang memiliki anggaran terbatas pun hanya bisa gigit jari melihat para raksasa memiliki begitu banyak stok pemain yang bisa dimanfaatkan kapan saja. Ada yang menganggap situasi ini bisa memperburuk kompetisi bahkan menghilangkan kompetisi itu sendiri. Dominasi dan monopoli pemain, terutama para bintang berada di tangan segelintir klub.
Blunder
Tak semua perhitungan bisnis selalu tepat. Keputusan yang diambil tak selamanya terjadi pada saat yang pas. Setidaknya pernyataan-pernyataan ini cocok dipasangkan di antaranya pada duo Belgia Kevin de Bruyne dan Romelu Lukaku saat ini.
Chelsea sendiri hanya bisa menepuk dada dan menyesali keputusan membiarkan keduanya pergi terlalu dini. Pihak klub tampaknya kurang sabar untuk membiarkan mereka berkembang di Stamford Brigde. Jose Mourinho terlalu cepat merelakan mereka hijrah.
Tengok saja apa yang terjadi kini. De Bruyne baru saja membuat Manchester City terbungkuk-bungkuk di hadapan Wolfsburg. Manchester Biru tak ambil pusing dengan berapa mahar yang diminta klub Bundesliga itu.
De Bruyne pun menjadi ‘raja’ baru dan tamu agung di Etihad Stadium. Sebuah jet pribadi disiapkan untuk menjemputnya dan pihak sang pemain tak perlu repot-repot mengurus akomodasi dan tetek bengek di Inggris. The Citizen sudah memastikan segala sesuatu tersedia.
Keputusan terlalu cepat pun terjadi pada Lukaku. London Biru memang mendapat 10 juta poundsterling dari penjualannya ke Everton. Namun tengok saja berapa nilai penjualannya saat ini? Menurut transfer market, naik dua kali lipat sekitar 20 juta poundsterling. Namun The Toffees tampaknya pantas mendapat harga dan jasa lebih mengingat di klub tersebut Lukaku pernah menjalani masa ‘sekolah’ sebagai pemain pinjaman.
Itulah nasib seorang pesepakbola dan ironi dalam dunia olah bola masa kini. Anda gemilang akan jadi raja, bila melempem Anda seperti tak berharga. Chelsea memainkannya dengan lihai meski kini harus bertepuk dada dengan sedikit rasa sesal melihat prestasi tim yang sedang tak menentu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI