Wajah asli
Situasi ini membuat optimisme kebangkitan sepakbola dalam negeri kembali layu. Bunga-bunga sukacita yang sudah mulai tumbuh dengan bergulirnya kompetisi Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan untuk mengatasi kevakuman kompetisi domestik seperti tersiram air di siang bolong.
Kedua turnamen itu sejatinya oase di tengah padang gurun sepakbola dalam negeri. Kebekuan organisasi dan matinya kompetisi terhibur dengan turnamen tersebut. Namun apa lacur, yang terjadi kini wajah asli sepakbola kita kembali muncul.
Terkait Piala Presiden, guratan wajah asli kondisi sepakbola dalam negeri sepertinya mulai tersingkap sejak awal. Kita lihat bagaimana reaksi tak patut suporter PSMS saat pertandingan kandang menghadapi Mitra Kukar sebelumnya. Kembang api menyala di Stadion Andi Mattalatta, Makassar. Usai laga para pemain Mitra Kukar dilempari botol minuman dan pihak keamanan harus turun tangan mengawal mereka keluar lapangan.
Bahkah jika mau diperpanjang, gonjang ganjing nama Persebaya United yang berujung pergantian nama menjadi Bonek FC sudah mencerminkan buruknya pengorganisasian dan manajemen sebuah kompetisi.
Dan terkini keputusan kontroversial wasit dan reaksi walk out Bonek FC semakin memperjelas rupa asli sepakbola dalam negeri. Lantas, sampai kapan kita harus menanti kebangkitan sepakbola dalam negeri?
Sambil berharap perempatfinal lainnya antara Bali United Pusam dan Arema Cronus tak bernasib serupa, publik menanti sikap tegas panitia dan pihak terkait terkait situasi ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H