Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola

Pesepakbola Indonesia Minim Apresiasi, Beri Saja Kartu Hijau!

9 September 2015   17:37 Diperbarui: 9 September 2015   18:40 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepak bola kerap diidentikan dengan larangan dan hukuman. Kehadiran kartu merah dan kartu kuning dalam sebuah pertandingan menjadi tanda bahwa siapa yang melanggar akan diganjar meski terkadang kartu yang dilayangkan kerap menuai kontroversi.

Namun apakah kita pernah membayangkan, bahwa pada titik tertentu sepak bola dan sejumlah olahraga lainnya bersikap kurang adil kepada para pemain? Seperti pemberian kartu, tak ada apresiasi langsung kepada seorang pemain yang bertindak terpuji. Paling-paling penghargaan yang diperoleh berupa sanjungan seusai laga, tepukan tangan suporter, atau ganjaran penghargaan di akhir musim.

Wasit yang mempimpin laga benar-benar bertindak sebagai hakim dan kadang sebagai hakim yang kejam oleh sebagian pihak. Tugas sang pengadil lapangan semata-mata memastikan laga berjalan tertib, setiap pemain mematuhi  aturan dan sigap mengeluarkan kartu dari saku saat pelanggaran terjadi. Tak pernah ada apresiasi simbolik sebanding kartu kuning atau kartu merah yang dikeluarkan. Wasit bahkan tampil sebagai sosok angker yang jarang tersenyum dan pribadi tak tersentuh jika Anda tak ingin tertimpa petaka.

Kartu hijau

Langkah sepak bola Italia memperkenalkan kartu hijau dalam arti tertentu menjadi langkah maju dalam dunia yang dekat dengan semangat sportivitas. Kartu yang bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada pemain yang bertindak sportif amat pas untuk mengimbangi kartu kuning dan kartu merah sebagai simbol ganjaran dan hukuman. Bukankah para pemain juga patut mendapat sanjungan simbolik atas tindakan terpuji yang dilakukan?

"Ini semua mengenai menghargai para pemain yang menonjol di antara yang lainnya melalui tindakan-tindakan positif sepanjang permainan, dan dalam olahraga secara umum," ungkap presiden Serie B Andrea Abodi terkait penggunaan kartu tersebut.

Meski disadari bahwa penggunaan kartu baru ini-meski bukan varian pertama dalam dunia sepakbola karena Presiden UEFA, Michel Platini pernah mencetuskan ide kartu putih (mengeluarkan pemain secara temporer untuk meminimalisir kartu merah)- akan menuai pro kontra, namun uji coba yang dilakukan di kompetisi junior Italia cukup meyakinkan. Pihak Serie B pun mantap menggunakan kartu tersebut di kompetisi resmi musim ini.

Lantas kapan kartu hijau dilayangkan? Pastinya para pemain yang bertindak sportif, namun sportivitas kadang bersifat relatif. Persisnya? “Pemain yang menghentikan permainan untuk membuat para ofisial dapat merawat pemain lawan yang cedera atau mengakui melakukan pelanggaran ketika tidak seorang pun melihatnya…”pihak penggagas memberikan contoh.

Aksi pemain Aaron Hunt menjadi contoh nyata. Pada laga penting Liga Jerman di markas FC Nuremberg pada 2014, wasit menghadiahi penalti kepada Werder Bremen setelah Hunt terjatuh di kotak terlarang.

[caption caption="Aaron Hunt (Google.com)"]

[/caption]

Hunt yang kini berseragam Hamburger SV segera berdiri, memprotes bahwa dirinya tidak dilanggar. Penalti itu akhirnya dibatalkan. Pada akhir pertandingan, meski Bremen menang 2-0, para pemain Nuremberg mengerubungi Hunt untuk memberikan salam atas tindakan terpuji tersebut.

Tak sampai dengan memberikan kartu hijau di lapangan. Selanjutnya pada akhir musim kartu-kartu hijau yang dikoleksi akan dihitung dan pemain yang paling banyak mengemas kartu hijau akan diberi penghargaan.

Bentuk penghargaan musiman yang bersifat kuantitatif seperti ini bukan hal baru dalam dunia sepak bola. Kita tahu ada gelar pencetak gol terbanyak yang mengacu pada pemain yang paling banyak memasukan bola ke gawang lawan dalam satu musim. Setidaknya pemberian kartu hijau ini menambah daftar apreasisi kuantitatif kepada seorang pemain meski lagi-lagi masih bersifat problematis.

Konteks Indonesia

Tentu butuh waktu kartu hijau itu diterima secara luas termasuk digunakan di kompetisi tanah air. Alih-alih memikirkan kartu hijau, situasi persepakbolaan saja masih carut marut. Kompetisi resmi vakum, dengan dalih masih dibenahi. Butuh proses, bersakit-sakit dahulu, nikmati dulu pil pahit. Demikian kata para bijak.

Namun sebelum FIFA menjatuhkan sanksi dan kompetisi domestik membeku, situasi persepakbolaan dalam negeri juga sama buruknya. Dengan tanpa mengabaikan keterpurukan lainnya, apresiasi yang diterima seorang pemain berupa gaji, jaminan masa depan dan sebagainya sama mirisnya. Maka dalam arti tertentu, saya berpikir perilaku tak terpuji yang kerap mewarnai sepakbola tanah air seperti pemukulan wasit, anarkisme pemain dan sebagainya bisa menjadi gunung es dari minimnya apresiasi yang diterima.

Jadi tidak salah, jika kompetisi dalam negeri belum bisa memberikan apresiasi yang memadai kepada para pemain, mengapa tidak menggunakan kartu hijau agar para pemain merasakan bahwa mereka diapresiasi meski cuma oleh selembar kartu hijau!

Bravo sepak bola dalam negeri!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun