Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola

Piala Presiden: Menyelesaikan Masalah Tanpa Solusi?

31 Agustus 2015   04:34 Diperbarui: 31 Agustus 2015   04:34 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironi kompetisi

Turnamen ini menjanjikan hadiah yang terbilang fantastis. Kompetisi resmi Indonesia Super League (ISL) sekalipun tak menyodorkan apresiasi ‘wah’ seperti itu. Bandingkan Sriwijaya FC, juara ISL hanya menerima Rp2 miliar atau lebih kurang sedikit dari yang diterima Persipura Jayapura di musim sebelumnya yakni Rp. 2,5 miliar.

Sang juara Piala Presiden bakal mendapat uang tunai Rp3 miliar, sementara tiga besar lainnya masing-masing Rp2 miliar, Rp1 miliar dan Rp500 juta. Tak hanya itu pihak sponsor bahkan memberikan subsidi kepada para peserta berdasarkan pencapaian masing-masing. Sementara prestasi individu juga mendapat ganjaran setimpal. Hadiah Rp200 juta akan dibawa pulang oleh pemain terbaik dan Rp100 juta bagi pemain tersubur.

Tak tanggung-tanggung  pada babak penyisihan grup, masing-masing klub mendapatkan dana segar Rp500 juta dan biaya transportasi Rp100 juta. Pada babak delapan besar, klub yang lolos diberikan tambahan uang sebesar Rp250 juta dan biaya transportasi Rp100 juta.

Hadiah sebesar itu tentu menjadi motivasi bagi para peserta untuk unjuk gigi maksimal. Bahkan ada yang terus terang mengaku bahwa uang menjadi stimulus untuk mengambil bagian dalam turnamen ini apalagi di tengah situasi ‘paceklik’ yang amat dirasakan setiap klub, para pemain dan pihak-pihak lainnya. Bahkan tak sedikit klub yang rela meminjam pemain-pemain dari klub-klub lain yang tak ambil bagian.

Tentu situasi ini amat menyesakkan bagi klub-klub lain yang tak berpartisipasi. Meski tak sedikit klub yang dengan sengaja dan terencana tak mau ambil bagian, namun gelontoran dana besar di tengah rintihan banyak pemain yang terpaksa dipangkas gajinya atau dirumahkan serta teriakan banyak klub yang kian hari kian merugi menjadi sebuah ironi.

Memang dana sebesar itu bukan milik negara. Masyarakat luas tak berhak atas uang tersebut. Namun bukankah lebih elok, dana segar itu ‘disimpan’ untuk didonasikan pada waktunya saat bergulirnya kompetisi resmi sepakbola tanah air demi kemaslahatan banyak klub. Atau disuntikan untuk duta-duta bangsa yang saat ini sedang berkompetisi membela nama negara.

Selain terkait dana, regulasi pertandingan pun patut dicermati. Saat kompetisi ini sedang berlangsung masih muncul perdebatan terkait format pertandingan yang digunakan. Perhitungan poin tentu tak perlu terlalu diambil pusing, yang pasti pemenang pantas mendapat ganjaran lebih.

Namun adanya permintaan untuk meniadakan adu penalti di babak penyisihan menjadi sebuah lelucon yang tak lucu. "Dari pihak televisi ada permintaan agar adu penalti di babak penyisihan ditiadakan karena memakan banyak waktu," terang CEO Mahaka Sports and Entertainment Hasani Abdul Gani.

Come on...sejak kapan adu penalti ditiadakan dalam sebuah kompetisi sepak bola? Orang-orang kampung saja tahu dan di setiap turnamen antar kampung pun tetap menggunakan sistem baku ini, mengapa even sekelas Piala Presiden mengambil format tak lazim dan menggelikan? Jika demikian, apa maksud sebenarnya dari turnamen ini?

Tanpa solusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun