Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS? Ayo Kita Berpindah

29 Agustus 2015   22:02 Diperbarui: 29 Agustus 2015   22:02 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara tidak bisa hanya menuntut masyarakat untuk menjadi peserta, tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk mendapat layanan yang memadai. Disadari atau tidak dengan dasar iuridis yang ada BPJS sebenarnya berkekuatan menekan masyarakat untuk menjadi peserta dan membayar premi seperti yang ditentukan.

Semestinya kekuatan yang sama pula digunakan untuk menjalin mitra dengan semakin banyak fasilitas kesehatan (faskes) dan ‘memaksa’ faskes untuk memberikan layan yang prima kepada masyarakat. Sehingga rupa-rupa keluhan terkait minimnya fasilitas dan kurang primanya pelayanan bisa diminimalisir.

Dalam sebuah survey oleh harian Kompas, tercatat sekitar 42,9 persen responden yang masih belum puas dengan sistem pelayanan yang ada. Ada beragam alasan, di antaranya terkait prosedur untuk mendapat layanan sejak pendaftaran hingga pemeriksaan.

Banyak peserta yang mengeluhkan kebebasan memilih faskes karena program JKN menggunakan pola berjenjang. Masyarakat tak bisa serta merata mendapat layanan lebih lanjut jika tanpa melewati faskes tingkat pertama seperti klinik, puskesmas atau dokter keluarga. Anda tak bisa langsung ke dokter spesialis jika tak lebih dulu dirujuk ke puskesmas lalu rumah sakit.

Persoalan muncul. Bagaimana jika peserta mendapat serangan penyakit yang membuatnya harus segera ditangani oleh faskes tingkat lanjut? Apakah masih harus ke faskes tingkat pertama dan selanjutnya? Belum lagi jika faskes tingkat bawah memiliki sumber daya dan fasilitas yang terbatas. Antrian dan penumpukan pasti terjadi.

Perpindahan keempat…

Sebagian situasi ini mencerminkan bagaimana sebuah kebijakan digagas, dirancang dan dilaksanakan. Kekurangan di sana sini hanya bisa diselesaikan dengan evaluasi yang mendasar dan menyeluruh baik pada tataran pelaksanaan maupun kebijakan. Anggap saja tahun pertama ini menjadi tahun pembelajaran ibarat kaca pengilon untuk berkaca diri melihat sejauh mana tingkat persiapan dan pelaksaan.

Pihak pengelola harus segera melakukan perpindahan fundamental: menanggalkan atribut sebagai instrumen pemerintah yang berdaya memaksa, menjadi bagian dari negara yang tak menafikan kehadiran pihak-pihak lain sebagai partner dan mitra baik dalam merancang bangun maupun melaksanakan kebijakan.

Saya membayangkan jika pemerintah, organisasi profesi kesehatan, tokoh masyarakat dan agama duduk bersama, maka berbagai persoalan yang ada saat ini bisa segera diatasi.  Selain keluhan dari masyarakat luas, perbedaan pandangan dari organisasi keagamaan tertentu (MUI misalnya) tentang BPJS Kesehatan mustahil terselesaikan jika tak ada kerja sama dan dialog secara terbuka.

Pertemuan pihak BPJS Kesehatan, pemerintah, MUI, DJSN dan OJK (bandingkan laman resmi BPJS) pada awal Agustus ini adalah langkah maju. Namun pertemuan bersama itu seyogyanya tidak terbatas untuk isu-isu tertentu saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek lain yang juga tak kalah mendasar. Intinya, kerja sama dan dialog selalu menjadi instrumen utama menuju saling pemahaman. Dan pemahaman menjadi kunci bagi jalannya roda kebijakan apalagi menyangkut kemaslahatan dan hajat hidup orang banyak.

Program ini merupakan kerja kebudayaan yang multidimensional yang melibatkan manusia sebagai ‘pasien’ sekaligus ‘agen’ kebudayaan itu. Masyarakat sebagai sasaran sekaligus pelaku tidak bisa dipisahkan dari aspek sosial, kultural dan ekonomi yang melingkupinya. Artinya, keberhasilan program ini tak lepas dari sejauh mana tingkat kesejahteraan, pendidikan, dan pemahaman masyarakat bersangkutan. Karena itu  pelaksaan program dan sistem jaminan ini harus bersentuhan dengan lembaga pendidikan sebagai pintu masuk menuju dimensi-dimensi kebudayaan itu. Pendidikan membantu menanamkan kesadaran untuk membangun pola hidup sehat, dan mengupayakan kesejahteraan agar program indah dan luhur ini bukan menjadi pelarian dan tumpuan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun