Korea Utara, secara resmi merupakan republik sosialis atau negara komunis, berdiri pada tahun 1948.
Sejak Perang Korea (1950-1953), pemerintah Korea Utara telah menggunakan seluruh media yang ada sebagai alat propaganda.
Awal Mula Pers Korea Utara
Meskipun telah ditetapkan undang-undang pers dalam paragraf ke-67 Konstitusi Republik Demokratik Rakyat Korea Utara (RDRKU), yang berbunyi "menjamin kebebasan berekspresi, berdiskusi, membentuk asosiasi bagi pers serta seluruh warga Korea Utara".
Tetapi pada paragraf ke-63 dalam Konstitusi yang sama berbunyi "hak dan kewajiban setiap warga negara Korea Utara bergantung pada prinsip kolektivis: Semua untuk satu, satu untuk semua".
Sehingga pada kenyataannya, pers dimanfaatkan sebagai media propaganda yang membentuk dan mengarahkan opini publik serta memberi keuntungan pribadi bagi kaum borjuis Korea Utara.
Koran sebagai Media Andalan
Erdem Gven menjelaskan mengenai koran pertama sekaligus terpenting dalam sejarah jurnalisme Korea Utara adalah koran Rodong Sinmun.
Rodong Sinmun berdiri pada 1 November 1945, koran ini beroperasi layaknya "Pravda"-nya Uni Soviet.
Tujuan utama koran ini adalah untuk menyebarkan ideologi-ideologi komunis Korea Utara yang dikenal juga sebagai Ideologi Juche.
Pada tahun 1946, Korea Utara merilis koran Minju Choson yang menargetkan pejabat dan golongan pekerja.
Selain itu terdapat beberapa koran tematik lain seperti Chongryon Jonwi atau Rodong Chongyon bagi anak-anak muda dan Joson Inmingun, sebuah koran khusus tentara dan militer yang bahkan masih terbit hingga sekarang.
Koran-koran lokal juga terus bermunculan untuk terus mendukung dan melindungi ideologi-ideologi pemerintah Korea Utara.
Koran lokal seperti Pyongnam, Hamnam, Hambuk, Kangwon, Hwangnam dan Hwangbuk berdiri pada tahun 1945, Jakang berdiri tahun 1949, Kaesong berdiri tahun 1952, dan Langkang berdiri tahun 1955.
Radio dan Siaran Propaganda
Radio adalah media krusial yang digunakan selama Perang Korea untuk menyebar pesan-pesan propaganda oleh berbagai negara termasuk Amerika Serikat dan negara sekutu lainnya.Â
"Perang Radio" ini bermaksud untuk melemahkan perlawanan dari tentara Korea Utara, menginformasikan opini masyarakat Korea Utara mengenai jalannya perang, dan mengembalikan moral tentara Korea Selatan.
Siaran radio sebagai media propaganda juga masih digunakan secara efektif oleh pemerintah Korea Utara bahkan hingga sekarang.
Dewasa ini, baik Korea Utara maupun Korea Selatan masih menggunakan radio sebagai alat propaganda.
Won Sook Song menyebutkan bahwa Korea Utara memiliki setidaknya 15 stasiun radio yang dikontrol pemerintah, yakni Radio Pyongyang, Yuson (Stasiun Pusat); Guguk ui Sori and Pyongyang FM (Radio propaganda khusus menargetkan Korea Selatan); Kaesong, Sariwon, Haeju, Wonsan, Kangkae, Hyesan, Nampo, Sinyuiju, Hamhung, Chongjin and Pyongsung (Radio-radio lokal)
Di satu sisi, Korea Utara berusaha memblokir siaran radio dari Amerika Serikat seperti Radio Free Asia dan Voice of America (VOA), Jepang, serta Korea Selatan.
Sedangkan di sisi lain, warga Korea Utara masih dapat mendengarkan siaran luar negeri secara diam-diam dengan menggunakan radio murah yang diselundupkan dari Tiongkok.
Pers Korea Utara Setelah Internet
Terdapat empat situs berita online terbesar di Korea Utara, yaitu Rodong Sinmun, The Pyongyang Times, Korean Central News Agency (KCNA), dan Naenara.
KCNA merupakan sumber utama setiap berita yang disiarkan melalui berbagai media. Sedangkan tiga situs lainnya ditargetkan untuk audiens mancanegara dengan menggunakan bahasa selain Bahasa Korea.
The Pyongyang Times, misalnya, memiliki delapan navigasi berita yang beragam, mulai dari Politik, Ekonomi, Budaya, Wanita, Olahraga, Reunifikasi, Korea Selatan, dan Mancanegara.
Meskipun begitu, berbeda dengan Korea Selatan, Korea Utara masih terbelakang dalam perkembangan internet dan teknologi informasi.
Jin Woong Kang menuturkan bahwa akibat peraturan yang ketat, Korea Utara terlambat menggunakan teknologi internet dan masih memakai media konvensional hingga tahun 1997.
Pada tahun 2000, Korea Utara meresmikan jaringan internetnya sendiri yang disebut Kwangmyong.
Pemerintah Korea Utara sadar akan pentingnya internet dan teknologi informasi, tetapi menolak untuk terbuka secara digital karena berarti sama dengan menerima paparan ideologi Barat.
Meskipun begitu, terkadang ada golongan muda Korea Utara yang mencari tahu dunia luar, seperti mendengar musik K-pop dari Korea Selatan dan menonton film-film Amerika Serikat.
Perkembangan seperti ini yang mungkin secara perlahan akan merubah pandangan dan membuka pikiran masyarakat Korea Utara.
Versi audio dapat didengarkan di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H