Mohon tunggu...
Kharisma Wardhatul Khusniah
Kharisma Wardhatul Khusniah Mohon Tunggu... Pengacara - Pencari pengalaman

Mahasiswi Magister Hukum, tertarik mempelajari isu-isu hak asasi manusia. Bekerja di salah satu lembaga non-pemerintah sekaligus sedang merintis karir di bidang sulih suara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Melihat dan Mendengar dari Seorang Tuli dan Buta

19 April 2020   15:35 Diperbarui: 19 April 2020   15:37 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia juga tidak mengerti dengan sistem ujian yang menakutkan, dimana dalam waktu singkat ia harus menjejali pikirannya dengan materi-materi yang tentu tidak akan tercerna dengan baik. Sungguh, kegelisahan Helen akan sekolah formal semakin meyakinkanku bahwa Sekolah Itu Candu! bagi mereka yang hanya menginginkan belajar dari sekolah, tapi enggan berpikir dan berkembang.

Samudera Perasaan dan Pikiran 

Satu hal lagi yang sangat menarik dari seorang Helen Keller adalah kepribadiannya. Bagaimana cara ia memandang dirinya sendiri sebagai seorang buta dan tuli sungguh sangat tangguh. Ia tak pernah menganggap dirinya berbeda dengan orang lain. Keterbatasan yang ia alami bukanlah akhir dari segalanya. Ia masih memiliki ketiga indera lainnya yang dapat ia maksimalkan, penciuman dan perabanya lah yang membantunya untuk "melihat" dan "mendengar" melalui getaran-getaran serta bau-bauan khas untuk setiap obyek.

Seperti umumnya perilaku sosial yang diterima oleh penyandang disabilitas, disepelekan, dianggap tidak mampu bahkan tidak dianggap ada. Helen tidak pernah mempedulikan orang-orang itu, karena baginya, "Aku berfikir maka aku ada!", mengambil teladan dari Descartes, seorang filsuf Prancis ternama. Dengan demikian, ia menghadirkan dirinya sendiri secara metafisik. Sebesar apapun keraguan orang lain padanya tidak akan ada yang bisa mengalahkan pikiran dan kepercayaan seseorang pada dirinya sendiri. Bagi Helen, ketulian dan kebutaan tidaklah eksis dalam pikiran non-materi. Seacara filosofis, pikiran non-materi inilah yang merupakan dunia nyata, bukan sebaliknya (hlm. 323).

Manusia ternyata memiliki sifat materiil, segala sesuatu yang dimilikinya dinilai sebagai materi, bahkan indera sekalipun. Pemahaman itu tentu sangat menyesatkan, perasaan bangga akan "kesempurnaan" yang dimiliki justru membutakan manusia dari realitas sosial di sekitarnya. Apa gunanya indera yang "sempurna" tetapi tidak bisa melihat kesulitan orang lain, mendengar keluh kesah alam, mencium dosa diri sendiri, merasakan sentuhan kasih sayang Tuhan serta mencicipi kepahitan-kepahitan hidup dengan bijaksana.

 

Judul Buku     : The Story of My Life

Penulis            : Helen Keller

Penerjemah   : M. Rudi Atmoko, Shalahuddin Gh

Penerbit          : Javanica

Tahun Terbit : Desember 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun