Mohon tunggu...
Charisma Dina Wulandari
Charisma Dina Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relations Specialist

Experienced in Public Relations with a background in diverse industries such as startups, consulting, government and multinational company. Skilled in Media Monitoring, Media Analysis, Media Relations, Content Writer, Content Planning, Social Media Handling, Communication Campaign, Strategic PR Plan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Keluarga Broken Home

7 April 2024   15:56 Diperbarui: 7 April 2024   16:01 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga, sebuah lembaga yang seharusnya diisi dengan kehangatan, kebersamaan, dan perlindungan bagi setiap anggotanya, terkadang mengalami situasi yang menyedihkan, yang dikenal sebagai broken home. Broken home adalah kondisi di mana terjadi perpecahan atau ketidakutuhan dalam sebuah keluarga, baik karena perceraian, kematian salah satu pasangan, atau ketidakharmonisan yang berlarut-larut. Hal ini tidak hanya mempengaruhi kedua pasangan, tetapi juga anak-anak, menjadi pihak yang paling terpukul dalam situasi tersebut.

Ketika komunikasi dalam sebuah keluarga tidak berjalan lancar, seringkali terjadi ketidakpahaman dan konflik yang berujung pada perpecahan. Contohnya, pasangan yang tidak mampu menyampaikan perasaan atau kebutuhan mereka dengan jelas dapat memicu pertengkaran yang tidak perlu, memperkeruh suasana di rumah.

Sikap egois dari salah satu atau kedua pasangan juga bisa merusak hubungan keluarga. Misalnya, ketika salah satu pasangan lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan keluarga secara keseluruhan, hal ini bisa mengakibatkan ketidakpahaman dan ketidakharmonisan.

Masalah ekonomi juga sering menjadi pemicu perselisihan dalam keluarga. Ketidakstabilan ekonomi dapat menciptakan tekanan tambahan yang menyebabkan pertengkaran antara suami dan istri. Misalnya, ketika keluarga mengalami kesulitan keuangan yang serius, hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang berujung pada ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Kehidupan yang sibuk dan padat aktivitas juga dapat menjadi faktor penyebab broken home. Misalnya, jika kedua pasangan sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas luar lainnya, mereka mungkin kehilangan waktu untuk saling berkumpul dan berkomunikasi, yang pada gilirannya dapat merusak hubungan mereka.

Rendahnya pemahaman dan pendidikan juga dapat menghambat kemampuan suami-istri untuk memahami dan menyelesaikan konflik dengan baik. Misalnya, jika salah satu pasangan kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana menangani konflik atau kurangnya keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif, hal ini dapat menyulitkan mereka untuk menyelesaikan masalah dengan baik.

Campur tangan pihak luar dalam masalah rumah tangga juga bisa memperkeruh situasi. Misalnya, ketika keluarga terlibat dalam konflik, tetapi malah mendapat campur tangan dari pihak luar yang tidak terlibat secara langsung, hal ini dapat memperburuk situasi dan memicu perceraian.

Dampak dari broken home tidak hanya dirasakan oleh kedua pasangan, tetapi juga anak-anak. Anak-anak cenderung mengalami penurunan prestasi akademik karena kurangnya perhatian dari orang tua. Misalnya, ketika orang tua terlalu sibuk menyelesaikan masalah pribadi mereka sendiri, mereka mungkin tidak memberikan perhatian yang cukup kepada pendidikan anak-anak mereka.

Perceraian adalah momen yang sangat sulit bagi setiap keluarga, terutama bagi anak-anak yang terlibat di dalamnya. Dampak psikologis yang ditimbulkan pada anak-anak akibat perceraian orang tua dapat sangat signifikan dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu dampak utamanya adalah terjadinya stres emosional yang berat pada anak-anak. Mereka sering kali merasa kehilangan, bingung, dan cemas tentang masa depan mereka.

Pada banyak kasus, anak-anak mengalami perasaan bersalah atas perceraian orang tua mereka. Mereka mungkin merasa bahwa mereka adalah penyebab terjadinya perceraian, meskipun dalam kenyataannya itu bukanlah tanggung jawab mereka. Perasaan bersalah semacam ini dapat merusak harga diri anak dan mempengaruhi perkembangan emosional mereka secara negatif.

Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua juga rentan mengalami kecemasan dan ketakutan akan kehilangan. Mereka khawatir tentang keamanan dan stabilitas hidup mereka di masa depan, terutama jika perceraian tersebut terjadi dalam situasi yang penuh konflik dan ketidakpastian.

Selain itu, perceraian orang tua juga dapat mengakibatkan anak-anak mengalami perasaan kesepian yang mendalam. Mereka mungkin merasa terasing dari orang tua mereka atau merasa bahwa tidak ada yang bisa mereka andalkan lagi. Kesepian semacam ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan masalah dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan.

Dampak psikologis lainnya adalah perasaan kehilangan identitas dan rasa aman. Anak-anak sering kali merasa tidak lagi memiliki tempat yang mereka panggil rumah atau keluarga yang utuh. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan emosional dan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dalam kehidupan mereka.

Perceraian orang tua juga dapat menyebabkan anak-anak mengalami kesulitan dalam mempercayai orang lain dan membentuk hubungan yang sehat di kemudian hari. Mereka mungkin menjadi skeptis terhadap komitmen dan kepercayaan dalam hubungan, karena pengalaman pahit yang mereka alami dalam perceraian orang tua mereka.

Dalam beberapa kasus, perceraian orang tua dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Mereka mungkin merasa kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, mengalami perubahan mood yang drastis, dan bahkan memiliki pemikiran atau perilaku yang merugikan diri sendiri.

Selain dampak psikologis yang terjadi secara langsung, perceraian orang tua juga dapat berdampak pada kinerja akademik anak-anak. Mereka mungkin mengalami penurunan konsentrasi, motivasi, dan kepercayaan diri, yang semuanya dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka di sekolah.

Dalam beberapa kasus ekstrem, perceraian orang tua dapat menyebabkan anak-anak mengalami gangguan makan, gangguan tidur, atau bahkan kecanduan substansi. Mereka mungkin menggunakan perilaku tersebut sebagai cara untuk mengatasi stres dan ketidaknyamanan yang mereka rasakan akibat perceraian orang tua mereka.

Perceraian orang tua juga dapat memengaruhi pandangan anak-anak tentang hubungan dan pernikahan di masa depan. Mereka mungkin menjadi skeptis tentang kemungkinan sebuah hubungan bertahan dalam jangka panjang, atau bahkan menghindari untuk membentuk komitmen yang serius karena takut mengalami kegagalan seperti yang mereka lihat pada orang tua mereka.

Dampak psikologis perceraian orang tua juga dapat berlangsung hingga masa dewasa anak-anak. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang stabil dan mempertahankan komitmen dalam pernikahan mereka sendiri.

Untuk mengatasi dampak psikologis perceraian orang tua, penting bagi anak-anak untuk mendapatkan dukungan emosional yang memadai. Ini dapat meliputi konseling, terapi, atau dukungan dari keluarga dan teman-teman yang peduli.

Selain itu, penting juga bagi orang tua untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan anak-anak tentang perceraian mereka. Memberikan penjelasan yang sesuai dengan usia anak dan memastikan bahwa mereka merasa didengar dan dipahami dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan kecemasan yang mereka rasakan.

Orang tua juga perlu memberikan contoh yang baik tentang cara mengelola konflik dan menyelesaikan masalah dengan cara yang sehat. Ini dapat membantu membangun keterampilan sosial dan emosional anak-anak dalam menghadapi tantangan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka.

Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang stabil dan mendukung bagi anak-anak di rumah. Hal ini dapat meliputi menjaga rutinitas yang konsisten, memberikan dukungan emosional, dan menciptakan hubungan yang hangat dan dekat dengan anak-anak.

Beberapa anak juga dapat menunjukkan perilaku agresif sebagai respons terhadap kebingungan dan ketidakamanan mereka. Misalnya, ketika anak-anak merasa tidak aman karena situasi di rumah yang tidak stabil, mereka mungkin mengekspresikan kebingungan dan frustrasi mereka melalui perilaku agresif.

Lingkungan yang tidak stabil juga dapat memicu perilaku menyimpang pada anak-anak. Misalnya, ketika anak-anak tidak memiliki kestabilan emosional dan psikologis di rumah, mereka mungkin mencari penghiburan di luar rumah yang bisa berujung pada perilaku menyimpang.

Anak-anak cenderung kehilangan arah spiritual dan moral karena kurangnya pembinaan agama di rumah. Misalnya, ketika orang tua tidak memberikan pendidikan agama yang memadai kepada anak-anak mereka, anak-anak mungkin mengalami kebingungan tentang nilai-nilai moral dan spiritual dalam kehidupan mereka.

Beberapa anak mungkin mengalami depresi dan kehilangan harapan akibat kondisi keluarga yang tidak stabil. Misalnya, ketika anak-anak merasa tidak dicintai atau diabaikan oleh orang tua mereka, mereka mungkin merasa tidak berharga dan kehilangan motivasi untuk meraih impian mereka.


Dengan dukungan yang tepat dan lingkungan yang mendukung, anak-anak yang mengalami perceraian orang tua dapat mengatasi dampak psikologisnya dan tumbuh menjadi individu yang kuat dan tangguh. Meskipun perceraian orang tua dapat menjadi pengalaman yang menyakitkan, namun dengan dukungan yang tepat, anak-anak dapat belajar untuk menghadapi tantangan dan mengatasi kesulitan dengan cara yang sehat dan produktif.

Dari analisis faktor penyebab dan dampak broken home di atas, dapat disimpulkan bahwa kestabilan dan keharmonisan dalam sebuah keluarga sangat penting untuk kesejahteraan anggota keluarga, terutama anak-anak. Upaya-upaya untuk memperbaiki komunikasi, meningkatkan pemahaman dan pendidikan, serta mengatasi masalah ekonomi dapat membantu mencegah terjadinya broken home dan mengurangi dampak negatifnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk berinvestasi dalam hubungan mereka dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang stabil dan penuh kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun