Mohon tunggu...
Charisma Dina Wulandari
Charisma Dina Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relations Specialist

Experienced in Public Relations with a background in diverse industries such as startups, consulting, government and multinational company. Skilled in Media Monitoring, Media Analysis, Media Relations, Content Writer, Content Planning, Social Media Handling, Communication Campaign, Strategic PR Plan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Pola Relasi Keluarga Berbasis Komunikasi Gender

1 Juli 2023   13:31 Diperbarui: 1 Juli 2023   13:46 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.dictio.id/t/apakah-gender-mempengaruhi-cara-seseorang-dalam-berkomunikasi/119025

Komunikasi gender merujuk pada cara individu berkomunikasi dan berinteraksi berdasarkan peran gender mereka dalam masyarakat. Konsep ini melibatkan cara individu menyampaikan pesan, menginterpretasikan informasi, serta membentuk hubungan dan identitas berdasarkan norma dan harapan gender yang ada.

Penting untuk dipahami bahwa komunikasi gender tidak hanya berkaitan dengan perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga mencakup peran sosial, norma budaya, dan konstruksi sosial yang melibatkan gender. Komunikasi gender terbentuk oleh berbagai faktor, termasuk budaya, agama, sosialisasi, pengalaman pribadi, dan lingkungan sosial.

Perbedaan dalam komunikasi gender dapat terlihat dalam berbagai aspek. Misalnya, dalam gaya berbicara, pria cenderung menggunakan bahasa yang lebih tegas dan langsung, sementara perempuan mungkin lebih cenderung menggunakan bahasa yang lebih sopan dan kooperatif. Selain itu, bahasa tubuh juga dapat memainkan peran penting. Misalnya, pria sering menunjukkan dominasi fisik dengan gerakan tubuh yang lebih besar, sementara perempuan cenderung menggunakan gerakan tubuh yang lebih halus dan menghindari kontak fisik yang berlebihan.

Salah satu aspek penting dalam komunikasi gender adalah perbedaan dalam gaya mendengarkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih baik dalam mendengarkan secara empatik, sementara pria mungkin lebih cenderung mengadopsi pendekatan solusi atau pemecahan masalah. Ini bukan berarti bahwa satu gaya mendengarkan lebih baik daripada yang lain, tetapi memperlihatkan perbedaan dalam preferensi dan pendekatan.

Komunikasi gender juga mencerminkan ketidaksetaraan yang masih ada dalam masyarakat kita. Dalam banyak budaya, perempuan seringkali dihadapkan pada harapan yang berbeda dalam komunikasi, seperti menahan diri untuk berbicara atau tidak mendapatkan dukungan penuh dalam mencapai tujuan komunikasi mereka. Stereotipe gender dan bias juga dapat mempengaruhi cara kita mempersepsikan dan menafsirkan pesan dari orang-orang dengan jenis kelamin yang berbeda.

Untuk membangun kesetaraan dalam komunikasi gender, penting untuk menyadari dan mengatasi stereotipe dan bias yang ada. Edukasi, pemahaman, dan kesadaran tentang peran gender dalam komunikasi dapat membantu mendorong perubahan positif. Selain itu, mendukung partisipasi aktif dan mendengarkan semua orang dengan hormat, terlepas dari jenis kelamin, akan membantu membangun lingkungan komunikasi yang inklusif dan setara.

Komunikasi gender adalah area yang terus berkembang dalam studi komunikasi dan gender. Penting bagi kita untuk terus memperdalam pemahaman kita tentang kompleksitas komunikasi gender, sehingga kita dapat mempromosikan kesetaraan dan saling pengertian di antara individu-individu dari berbagai latar belakang gender. Dengan melakukan itu, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan harmonis.

Peran gender dalam rumah tangga sering kali menjadi faktor penentu dalam pembagian tugas, keputusan, dan dinamika hubungan antara pasangan. Namun, penting untuk menyadari bahwa gender tidak boleh menjadi dasar untuk ketidaksetaraan, melainkan harus menjadi pijakan untuk membangun keadilan dan kesetaraan di dalam rumah tangga.

Tradisi dan norma sosial sering kali memberikan harapan yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Biasanya, perempuan dianggap bertanggung jawab untuk tugas rumah tangga dan merawat anak, sementara laki-laki dianggap bertanggung jawab untuk mencari nafkah dan mengambil peran yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Namun, pandangan ini semakin tidak relevan dalam masyarakat modern yang semakin maju.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencapai pola relasi keluarga berbasis kesetaraan gender:

1. Kesadaran akan Gender dan Peran Sosial: Penting untuk memahami bahwa gender bukanlah hanya tentang perbedaan fisik, tetapi juga melibatkan norma dan peran sosial yang ditetapkan oleh masyarakat. Pemahaman ini akan membantu menghindari stereotip gender dan memperlakukan semua anggota keluarga dengan adil dan setara.

2. Komunikasi Terbuka dan Respektif: Komunikasi adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dalam keluarga. Penting untuk mendorong komunikasi terbuka dan respektif di antara semua anggota keluarga. Ini mencakup mendengarkan dengan penuh perhatian, menghormati pendapat dan kebutuhan masing-masing, dan memberikan ruang untuk ekspresi diri.

3. Pembagian Tugas Rumah Tangga: Tugas rumah tangga harus dibagi secara adil antara semua anggota keluarga, tidak hanya berdasarkan jenis kelamin. Semua anggota keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, harus bertanggung jawab atas tugas-tugas domestik, seperti membersihkan rumah, memasak, dan merawat anak. Pembagian tugas yang adil akan mengurangi beban yang tidak proporsional pada salah satu anggota keluarga.

4. Keterlibatan Ayah dalam Perawatan Anak: Peran ayah dalam merawat anak penting untuk menciptakan lingkungan keluarga yang setara. Ayah harus aktif terlibat dalam kehidupan anak, seperti mengurus mereka, bermain, membantu dengan pekerjaan rumah tangga, dan memberikan dukungan emosional. Hal ini membantu menumbuhkan ikatan yang kuat antara ayah dan anak serta membantu memecah stereotip peran gender yang menganggap merawat anak hanya tanggung jawab ibu.

5. Keputusan Bersama: Penting untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam pengambilan keputusan yang signifikan. Keputusan tentang pendidikan anak, keuangan keluarga, atau perencanaan masa depan harus dibuat melalui dialog dan musyawarah bersama. Ini memberikan ruang bagi setiap anggota keluarga untuk berkontribusi dan merasa dihargai.

6. Model Perilaku Positif: Orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam menghadirkan kesetaraan dan keadilan gender di keluarga. Ini melibatkan memperlihat

kan sikap saling menghormati, saling mendukung, dan memperhatikan kebutuhan masing-masing. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka menjalankan pola relasi yang setara, mereka akan tumbuh dengan pemahaman bahwa kesetaraan gender adalah nilai yang penting dalam kehidupan.

7. Pendidikan dan Pembelajaran: Keluarga dapat berperan sebagai lingkungan belajar di mana pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender diperkenalkan dan dibahas. Diskusi tentang gender, norma sosial, dan peran gender dapat membantu mengubah persepsi dan mengatasi stereotip yang ada.

Dengan membangun pola relasi keluarga berbasis kesetaraan gender, kita menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan setiap individu di dalam keluarga. Ini juga mengirimkan pesan kuat kepada generasi mendatang bahwa peran dan kontribusi setiap individu dalam keluarga tidak terbatas oleh jenis kelamin. Dengan memperkuat fondasi yang setara dalam keluarga, kita dapat mempengaruhi perubahan sosial yang lebih luas dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil bagi semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun