Diam-diam
Dalam semak kau berbisik-bisik
Sampai berisik hingga bersisik
Mulai dari dengkul sampai ke dalam sumur
Perlahan-lahan bertukik
Menjelma ibu periÂ
Dengan bawaan senyum paling manis
Padahal menyembunyikan sinis
Suatu kali dalam gersang yang mendunia
Udara menyengat bagai baja yang diterpa dahaga
Lamat-lamat angin menyisipkan kabar berita
Hei.... sumber kekejaman!
Sudah berapa ribukah pilu yang kau tuai?
Berapa paku yang kau sebar?
Nanar....
Dalam sepoi dengan sekian makian
Mematung dengan gelagap penghinaan
Ah...... ini darimana lagi??
Mengapa tak kau katakan saja sendiri?
Kenapa harus menyuruh genting yang terpelanting?
Kenapa harus menjelma api untuk menjadikannya asap?
Usah menjadi banci untuk membenci
Usah meminang pasukan untuk jelmaan
Jepit rambutmu sudah cantik
Sayang bedakmu kurang rata
Hingga kebencian yang kau taburÂ
Semakin menambah takabur
Sudahlah....
Usah berkorban untuk disebut pahlawan
Usah membanci untuk membenci
Perlu kau tahu..
Topeng tak akan pernah melekat dengan pasti
Sampai kau pegal untuk menanti
Kemudian muka tak usah kau cari
Hingga lelah kian menepi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI