Mohon tunggu...
Chandra Wahyu
Chandra Wahyu Mohon Tunggu... Administrasi - lahir dan besar di purworejo, kuliah di semarang-jakarta-jogja, pernah kerja di padang sekarang di jogja

tukang ngumpulin data di Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengangguran di Yogyakarta Tahun 2018 Meningkat

12 November 2018   17:14 Diperbarui: 12 November 2018   18:15 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu menarik terkait ketenagakerjaan yang selalu muncul menjelang akhir tahun dan banyak diulas, baik media cetak maupun elektronik, adalah mengenai besaran upah minimum regional (UMR) yang akan diterapkan pada tahun berikutnya. Karena, memang menjadi salah satu tugas kepala daerah untuk menetapkan upah minum regional, baik untuk tingkat kabupaten / kota maupun provinsi.

Selalu ada tarik ulur dalam penentapan upah buruh ini. Di satu sisi, buruh tentunya mengharapkan adanya kenaikan upah yang tinggi dibandingkan dengan upah yang diterima saat ini.

Sementara disisi lain, para pengusaha tentunya berharap kenaikan upah buruh tidak terlalu memberatkan dari sisi pengeluaran produksi, sehingga roda perusahaan masih tetap berjalan dan bahkan harapannya semakin meningkat kinerjanya. Upah buruh merupakan salah satu bahasan yang menarik karena berkaitan langsung dengan tingkat kesejahteraan buruh.

Bahasan lain yang juga menarik terkait indikator ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.

TPT merupakan perbandingan antara jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja. Penggangguran menjadi tema yang menarik untuk dibahas, dan seringkali menjadi salah satu bahasan yang menarik saat kampanye seorang calon pemimpin daerah.

Pada tanggal 5 November yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi merilis indikator ketenagakerjaan, termasuk TPT, kondisi Agustus 2018 baik untuk tingkat nasional maupun regional.

Secara Nasional, TPT mencapai 5,34 persen. Provinsi dengan TPT tertinggi tercatat di Banten yang mencapai 8,52 persen, sementara TPT terendah di Bali yang tercatat sebesar 1,37 persen. Sementara itu, dari hasil rilis BPS tersebut, TPT Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai 3,35 persen yang sekaligus menempatkan D.I. Yogyakarta pada posisi 6 terendah diantara 34 provinsi di Indonesia.

Apabila dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2017, terjadi kenaikan TPT, yang mana pada Agustus 2017 TPT D.I. Yogyakarta tercatat 3,02 persen.

Bila dilihat menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD ke bawah yang tercatat sebesar 0,74 persen. Hal ini wajar, mengingat seseorang dengan pendidikan rendah cenderung akan menerima pekerjaan apa saja, tidak banyak pilihan pekerjaan yang bisa dilakukan dengan minimnya pendidikan yang dimiliki. Sementara itu, TPT tertinggi tercatat pada angkatan kerja dengan kualifikasi pendidikan universitas yang mencapai 8,28 persen.

TPT tertinggi kedua dan ketiga masing-masing pada kualifikasi pendidikan diploma (I/II/III) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang masing-masing mencapai 4,91 persen.

Fenomena yang menarik, karena SMK yang didesain sebagai sekolah yang lulusannya diharapkan langsung bisa diserap pasar tenaga kerja, tetapi justru memiliki TPT yang lebih tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan angkatan kerja dengan kualifikasi pendidikan SMA yang hanya mencapai 2,87 persen.

Lebih lanjut, diantara 5 kabupaten kota,  Kota Yogyakarta mencatat TPT tertinggi yaitu mencapai 6,22 persen. Sedangkan TPT terendah tercatat di Kabupaten Kulon Progo yang sebesar 1,49 persen.

Hasil dari kegiatan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS, pada periode 2016 - 2018 mencatat bahwa TPT di wilayah urban (perkotaan) cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah rural (pedesaan). Dalam hal ini wilayah urban direpresentasikan Kota Yogyakarta dan rural adalah Kabupaten Kulon Progo.

Ada lebih banyak pilihan pekerjaan didaerah  pedesaan yang tidak banyak membutuhkan keahlian, seperti misalnya pekerjaan serabutan (pekerja bebas) di sektor pertanian, sektor konstruksi dan sebagainya.

Selain itu, masyarakat didaerah pedesaan cenderung mau menerima pekerjaan pekerjaan apa saja yang bisa mendatangkan penghasilan. Hal ini berbeda dengan masyarakat di wilayah perkotaan yang kecenderungannya lebih selektif dalam memilih pekerjaan, selain itu juga disebabkan lapangan pekerjaan yang tersedia lebih banyak pekerjaan di sektor formal yang membutuhkan keahlian dan ketrampilan tertentu.

 Memperhatikan kondisi ini, kita semua tentu berharap bahwa kebijakan dibidang ketenagakerjaan di D.I. Yogyakarta bisa lebih tepat sasaran dalam menyiapkan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang ada.

Dari ulasan diatas, bisa diketahui bahwa angkatan kerja yang ada lebih banyak memiliki kualifikasi pendidikan perguruan tinggi, baik jenjang universitas maupun diploma.

Disamping itu, perlunya dilakukan evaluasi dan penajaman lagi untuk jenjang pendidikan SMK, mengingat angkatan kerja dengan kualifikasi pendidikan tersebut belum bisa maksimal terserap di pasar kerja yang ada. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun